Raisya dan Jimin sudah berada di restoran yang cukup elit dan Jimin memesan ruang VIP. Jika Jimin sudah seperti ini, artinya ada sesuatu yang ingin Jimin bicarakan tanpa diganggu oleh orang lain. Raisya mengerti itu, jadi gadis itu lebih memilih menurut dan diam.
Jimin memang seseorang yang selalu memiliki perencanaan dan juga sasaran yang tepat. Jimin tidak suka ketika orang lain menyalahkannya karena sebuah kesalahpahaman yang bahkan tidak orang tersebut ketahui.
"Pesan dulu, kau pasti lapar." Jimin menyodorkan buku menu pada Raisya, lantas gadis itu membukanya dan menelisik beberapa nama makanan yang terasa asing di matanya. Dirinya tidak banyak mengetahui beberapa makanan Korea, dirinya memilih untuk memasak sendiri saja dirumah.
"Ah, aku tidak tau. Oppa saja yang pilih." Kebiasaannya yang tidak bisa memilih jika terlalu banyak kembali kambuh. Jimin terkekeh dan membuat matanya menyipit bahkan tidak terlihat, "Apa kebiasaanmu kembali lagi?" tanya Jimin sambil memilih makanan untuk mereka berdua.
"Itu terlalu banyak. Aku akan menjawab jika diberi tiga pilihan saja." Raisya menyangga kepalanya diatas meja dengan kedua siku sebagai penopang.
"Oppa itu tampan, tapi jelek." Perkataan itu terlontar begitu saja dari birai Raisya. Jimin memanggil pelayan lantas memesan makanan dan minuman untuk mereka. Setelah pelayan pergi, Jimin menangkup pipi gadisnya hingga pipi Raisya menggembung seperti ikan kembung.
"Lepas oppaa!" Rengek Raisya dengan tangannya yang meronta agar Jimin melepaskan tangannya dari wajahnya. "Coba katakan lagi apa yang barusan kau katakan!" ucap Jimin dengan kedua alis di naik-turunkan. "Opha tamphan tahi jelek." pipinya yang terjepit oleh jemari Jimin membuat bibir Raisya menjadi seperti ikan.
"Mana ada persepsi seperti itu? Aku itu hanya tampan tanpa ada jeleknya," jelas Jimin. Raisya merotasikan bola matanya jengah "Baiklah-baiklah oppa tampan sekarang lepaskan aku!" pinta Raisya. Pipinya jadi pegal karena terus terjepit.
Pada akhirnya Jimin lantas melepaskan Raisya karena pelayan sudah datang membawa makanan dan minuman. "Omo, oppa kenapa memesan sebanyak ini?" Raisya benar-benar terkejut, Jimin memesan banyak makanan hingga meja ini hampir penuh.
"Tidak apa-apa, makanlah!" Raisya mengangguk lantas mengambil sumpit yang tersedia. Mulai mencapit makanannya dan memasukkan makanan tersebut kedalam mulut.
"Oppa tadi ingin membicarakan apa?" tanya Raisya di sela acara makannya. Jimin sempat menghentikan kegiatan makannnya karena terkejut. Ia bahkan lupa tujuan utamanya.
Kali ini Jimin memasang tampang seriusnya membuat Raisya tertegun sekaligus jantungnya berdegup kencang. "Kenapa kau tidak menceritakan jika kau sering kali dibully oleh teman-temanmu?" Jimin mengatakannya dengan intonasi yang kelewat dingin membuat Raisya membeku.
Gadis itu berpikir keras bagaimana bisa Jimin mengetahui semuanya? Bahkan dirinya tidak berbicara apapun pada Jimin.
"Aku tidak-" ucapannya terpotong kala Jimin menatap kedua netra Raisya hingga gadis itu tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Aku. Tidak. Suka. Dibohongi." tekan Jimin. Kali ini Jimin benar-benar tidak habis fikir dengan Raisya. Gadis ini memang polos atau terlalu bodoh?
"Baiklah aku mengaku. Lagipula hanya sekali," alibi Raisya. Jimin berdecih. Dia sungguh tidak suka dibohongi seperti ini-apalagi oleh gadisnya sendiri. Ia tidak suka.
"Meskipun hanya sekali, tapi aku tau kau sering kali mendapatkan cibiran dari orang lain bukan?" Tepat. Jimin tepat sasaran sekarang. Perkataan Jimin memang tidak salah.
"Sudahlah oppa, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja," Raisya meyakinkan. Gadis itu tidak ingin Jimin memperpanjang masalah seperti ini.
"Pokoknya jika kau mengalami masalah seperti ini, kau harus bilang padaku atau Yoongi Hyung. Minta perlindungan darinya. Aku tidak ingin melihatmu terluka sayang. Itu saja." Jimin benar-benar khawatir ketika mendengar gadisnya yang mendapatkan perlakuan tidak baik disekolah.
Ia marah dan ingin sekali menjerat anak-anak itu agar masuk kedalam jeruji besi. "Iya oppa, maafkan aku eoh karena sudah tidak jujur padamu," akhirnya Raisya yang meminta maaf. Toh dari awal memang dirinya yang salah-tidak bercerita pada Jimin.
"Baiklah, aku akan selalu mendengarkanmu sayang. Jangan takut untuk bercerita. Aku ini suamimu, tempat dirimu mengadu dan berbagi cerita." Ingin sekali Raisya menangis mendengar pengakuan Jimin yang begitu manis.
"Iya-iya oppa, aku mengerti. Habiskan makananmu dan bawa aku jalan-jalan. Aku ingin ke danau atau apapun yang berhubungan dengan alam."
"Ini sudah petang sayang. Kita pulang, ganti baju lalu membeli eskrim saja bagaimana? " tawar Jimin. Raisya menghembuskan napasnya sedikit kecewa karena waktu berjalan begitu cepat. Namun akhirnya gadis itu memilih untuk mengangguk, toh membeli eskrim juga tidak buruk.
"Tapi aku mau cup besar dengan banyak topping diatasnya," rengek Raisya. "Iya-iya, mau sekalian dibeli juga kedainya boleh." Raisya terkekeh sejenak sebelum kembali memakan makanannya.
.
.
.
Sudah 4 bulan berlalu dan kehidupan Raisya sudah mulai membaik meski pembulyan itu tetap berlangsung. Raisya selalu mengadu pada Jimin, namun saat Jimin hendak melaporkan kejadian tersebut, Raisya selalu menahannya. Biarkan saja. Raisya ingin orang-orang itu sadar dengan sendirinya. Ia tidak mau terlibat hukum.
"Ini sudah keterlaluan. Lihat pipimu saja bengkak Raisya!" kesal Jimin. Pria itu lantas mengambil air hangat dan menempelkan kain hangat di pipi gadisnya. Jimin menyuruh Raisya agar gadis itu merebahkan tubuhnya dan menjadikan paha Jimin sebagai bantalan.
Raisya juga tidak menolak. Mereka tengah berada di ruang keluarga. Raisya yang baru saja pulang dijemput oleh sopir yang biasa menjemputnya pulang sekolah. Gadis itu langsung menangis ketika mendapati sosok Jimin yang tengah duduk di depan televisi.
Sudah beberapa bulan kebelakang ini Raisya sering kali mendapatkan hal yang tidak baik. Dimulai dari dirinya yang mendapat sentakan, pukulan, tamparan dan hal-hal yang tidak berperikemanusiaan.
Jimin benar-benar geram. Yoongi sudah tidak bertugas disana karena sudah dipindah tugaskan kedaerah Busan. Dan sekarang sulit untuk menjaga gadisnya. Apalagi seseorang yang bernama Seorin yang selalu mengganggu gadisnya. Jangan tanyakan dari mana Jimin tau gadis itu.
"Kau pindah sekolah saja bagaimana?" Jimin benar-benar sudah tidak habis fikir dengan anak-anak zaman sekarang. Akal dan pemikiran mereka masih dangkal meski sudah remaja.
"Tidak usah hiks... Aku hanya butuh istirahat saja nanti juga sembuh," isak Raisya. Sudah berapa puluh kali dirinya mengalami hal seperti ini. Dan sudah berapa puluh kali Jimin menyuruhnya untuk pindah sekolah.
"Tapi kau selalu terluka Raisya, kau tidak lelah?" Jimin benar-benar tidak habis pikir dengan pola pemikiran istrinya ini. Gadis itu sering kali mendapatkan bullying tapi tidak mau pindah sekolah.
"Aku tidak apa-apa. Lagipula aku malas bersosialisasi lagi dengan orang asing," itu memang hal yang pertama dipikirkan oleh Raisya. Ia malas jika harus bersosialisasi dengan lingkungan yang baru.
"Aish, lalu kau ingin tetap bersekolah di sana dan menerima semua perlakuan mereka? Sampai kapan? Mau sampai kapan?!" Jimin benar-benar sedang meredam emosinya sekarang.
"Sampai Jungkook menemukan orang tuanya!"
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMS ✴PJM✔
Fanfiction[C O M P L E T E] Judul lama : MY UNDERSTANDING WIFE Second story By: Jim_Noona [Beberapa chapter di private. Follow akun terlebih dahulu untuk kenyamanan membaca] Menikah bukan perihal mudah untuk gadis 16 tahun. Tapi jika dalam diri sudah tertanam...