27. Teka-teki

3.6K 312 7
                                    

Raisya dan Jimin tengah berada di dalam mobil setelah selesai makan dan bercerita bersama kakek dan nenek di rumah makan. Ia masih penasaran dengan adik Jimin—Park Jihyun. Dia tidak pernah mendengar sebelumnya. Ayah dan ibunya saja tidak menceritakan apapun.

"Kau penasaran dengan Jihyun?" tanya Jimin. Raisya mengerjap kemudian menatap Jimin seraya mengangguk. "Iya sih penasaran, tapi kalau oppa tidak mau menceritakannya ya sudah tidak apa-apa. Lagipula kejadiannya sudah lama." Jelas Raisya berbohong. Ia penasaran setengah mati, namun tidak tega jika harus menuntut Jimin untuk bercerita.

"Kurasa kebenarannya tidak seperti itu. Ya, aku punya adik laki-laki. Dia berusia lebih muda sebelas tahun dariku dan lebih muda tiga tahun dari mu. Dia meninggal karena terjatuh dari rooftof. Jihyun tidak bisa diselamatkan karena mengalami benturan di belakang kepalanya dan mengakibatkan pendarahan hebat waktu itu." Jimin mulai menjelaskan dengan pandangan yang masih fokus pada jalanan sambil sesekali membunyikan klakson karena beberapa pengendara yang tidak tertib.

"Dulu kami berempat sering bermain bersama."

"Berempat?" Jimin mengangguk "Aku, Jihyun dan dua cucu nenek Kang. Jihyun tidak akan jatuh jika saja Seulgi tidak terus memaksa meminjam kaset game milik Jihyun. "

"Haeya?"

Jimin mengangguk, "Iya kau tidak salah. Dia yang dikantorku tadi. Dia kembali setelah bertahun-tahun tidak muncul di hadapanku. Tidak ada bukti yang cukup mampu menyatakan Haeya yang mendorong Jihyun. Aku tahu, sebab aku yang melihat akhir saat dia entah dengan sengaja atau tidak sengaja mendorong adikku.

Namun lagi dan lagi aku tak di percaya. Aku hanya di anggap sebagai pembual saja. Tidak ada bukti. Jadi, tidak bisa di masukkan ke penjara.

Sekarang aku tidak bisa melapor, karena memikirkan nenek Kang.

Nenek Kang memiliki dua anak. Anak pertamanya laki-laki yang bernama Kang Soyung, dan anak keduanya perempuan bernama Kang Nahe. Soyung menikah dengan ibu dari Haeya dan Nahe menikah dengan Jeon Hawon-ayah dari Jungkook."

Raisya mengernyitkan keningnya bingung. Jungkook yang mana yang Jimin maksud? "Jungkook? Jungkook yang mana?"

"Jungkook teman sekelasmu"

.

.

.

Jika tau akhirnya akan seperti ini Raisya lebih baik memilih tidak tau dan tidak ingin tau saja. Harusnya ia tidak pernah meminta Jimin untuk menceritakan semuanya. Ia harusnya tidak boleh mengingatkan Jimin akan kejadian beberapa tahun silam.

Sudah tiga hari Jimin terus mengigau di sela tidurnya. Mimpi buruk dan berakhir dirinya terbangun dengan tersenggal dan juga berkeringat. Tidak jarang ia berteriak histeris hingga Raisya dibuat terlonjak oleh Jimin.

Sama halnya malam ini. Jimin kembali memimpikan bagaimana keadaan adiknya yang bersimbah darah. Jimin menenggelamkan kepalanya di dada Raisya. Ia benar-benar takut. Paranoidnya kembali lagi setelah beberapa waktu sempat menghilang.

Raisya mengelus surai Jimin yang berada di dekapannya. Sudah tiga malam pula Jimin seperti ini, saat dia terbangun Jimin akan langsung menenggelamkan wajahnya pada Raisya.

Napas Jimin memburu dengan tubuh yang bergetar. Bibirnya bergetar mengingat kenangan kelam, di mana dia kehilangan adik kesayangannya. Dadanya bergemuruh tak tenang seakan badai akan menerjang.

"Tenangkan dirimu oppa," ucap Raisya dengan jemarinya yang masih mengelus surai suaminya. Gadis itu meraih segelas air di atas nakas dan memberikannya pada Jimin. Pria itu melonggarkan pelukannya sementara Raisya membantu memegang gelas air. Jimin tidak melepaskan rengkuhannya, ia membiarkan Raisya melakukannya.

DREAMS ✴PJM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang