Matahari sudah menampakkan sinarnya. Masuk lewat celah-celah gorden yang tidak tertutup sempurna. Membuat dua manusia yang masih terlelap tidur terpaksa harus membuka matanya karena sinar mentari yang menusuk.
Jimin membuka matanya perlahan dan menemukan Raisya yang sudah membuka sedikit matanya tapi masih dengan posisi menghadapnya dan tangan kirinya yang menjadi bantalan.
Gadis itu tengah mengumpulkan nyawanya yang semalaman melanglang buana entah kemana. Seolah sukmanya itu tengah pergi berjalan-jalan selama raganya tengah tertidur.
"Sebentar lagi sarapan kita akan datang, kau mau mandi? " tawar Jimin yang masih menatap Raisya dengan wajah bantalnya. Raisya seketika terkesiap saat nyawanya sudah kembali terkumpul menyadari jika jaraknya terlalu dekat. Maka, menjauhkan wajahnya adalah pilihan yang tidak buruk.
"A-aku akan mandi! " ucap Raisya yang langsung bangkit dan menurunkan kedua kakinya untuk berdiri.
"Akhh!!" rintihan itu keluar saat Raisya baru menyadari jika semalam kakinya terkilir dan belum dipijat. Gadis itu kembali mendudukkan tubuhnya di tepian ranjang dengan rambut yang mengembang seperti singa.
Jimin dengan sigap langsung menghampiri Raisya dan duduk disebelahnya "Kau tidak apa? Kau mau mandi? Ayo aku bantu! " tawar Jimin. Raisya menahan pergelangan tangan Jimin yang hendak membopong tubuhnya kembali.
Jimin tau Raisya akan menolak, tapi dia jiga tidak bisa membiarkan gadisnya itu kesusahan. "Apa kau mau dipijat? Aku bisa memanggilkan tukang pijat," tawar Jimin. Tapi sial, ini bukan Korea dan tukang pijat langganannya tidak ikut kesini. Dia merutuki dirinya sendiri karena tidak membawa ahjuma tukang pijatnya itu.
"Aku yang akan memanggilnya," putus Raisya lalu meraih ponselnya diatas nakas. Menekan beberapa nomor dan menaruh layar benda pipih itu ketelinganya.
"Halo, bi? Bibi kaki Raisya keseleo, bibi bisa pijitin kaki Raisya ngga? " tanya Raisya. Dia memang akan sangat ramah pada tukang pijit langganannya yang satu ini. Karena sejak kecil jika Raisya mengalami masalah dengan persendiannya dia akan selalu dipijit oleh bi Ijah ini.
Jimin hanya diam mendengarkan dan tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Raisya.
"Nanti aku kirim alamatnya ya bi, makasi bi."
Raisya mengakhiri panggilannya dan langsung mengetikkan pesan alamat hotel dan nomor kamarnya pada bi Nina.
Jimin masih menatap Raisya bingung. Tidak mengerti dengan ucapan istrinya ditelfon tadi. "Aku menyuruh tukang pijat untuk datang kesini, tidak apa kan? " tanya Raisya sekaligus menjelaskan. Padahal dia sudah menyuruh tukang pijat itu datang.
Jimin mengangguk, dia rasa itu bukan ide buruk. Bel kamar hotel berbunyi, Jimin melangkahkan kakinya untuk membuka pintu. Dan didepan pintu ada seorang pria yang mengantarkan makanan dengan troli kecil yang berisi sarapan dan minuman.
"Biarkan aku saja,terimakasih," ucap Jimin yang dibalas sebuah tundukkan hormat dari pegawai laki-laki itu dan dia bergegas pergi.
Jimin kembali menutup pintu dan mendorong troli yang berisi makanan menggiurkan mendekat kearah Raisya. Menghentikan troli itu tepat didepan Raisya yang masih terduduk di pinggiran ranjang dengan kedua kaki yang mengambai hampir menyentuh lantai.
Jimin menarik kursi dari pojok dan mendudukkan tubuhnya di depan Raisya. Gadis itu entah kenapa malah memperhatikan apa yang dilakukan Jimin dengan wajah datarnya. Bahkan sekarang mata yang dengan tidak tau dirinya malah menatap Jimin.
Jimin tersenyum, "Aku tau jika diriku tampan, tapi sekarang isi dulu perutmu," ucap Jimin yang membuat Raisya mengerjapkan matanya dan merutuki tindakan bodohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMS ✴PJM✔
Fanfiction[C O M P L E T E] Judul lama : MY UNDERSTANDING WIFE Second story By: Jim_Noona [Beberapa chapter di private. Follow akun terlebih dahulu untuk kenyamanan membaca] Menikah bukan perihal mudah untuk gadis 16 tahun. Tapi jika dalam diri sudah tertanam...