Seminggu jelang pernikahan kak Rima kesibukan sangat terasa dan cukup mengalihkan pikiran Vania dari perubahan sikap dalam hubungannya dengan Aldi. Seharian menemani kak Rima dan mas Bagas melakukan fitting baju membuat Vania akhirnya harus bertemu lagi dengan Aldi. Mas Bagas juga ikut mengajak Aldi dengan alasan agar Vania tidak merasa sendiri saat menemani mereka.
Aldi begitu semangat saat mendapat tawaran dari mas Bagas. Bukan senang karena menemani mas Bagas tapi senang karena akan bertemu kembali dengan Vania. Aldi berharap inilah kesempatannya untuk bisa lebih dekat lagi dengan Vania, sebab di sekolah rasanya masih sulit untuk bisa leluasa ngobrol dan bercanda dengan Vania. Keempat sahabat itu seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan.
Berbeda dengan Vania, tadinya dengan senang hati menemani kak Rima tiba-tiba menjadi gelisah saat tahu bahwa Aldi juga ikut menemani mereka. Bukan karena Vania masih marah dengan Aldi namun Vania masih bingung bagaimana harus bersikap saat ini sebab sebelumnya hubungan mereka tidak cukup baik. Semoga kak Rima dan mas Bagas tidak curiga dengan mereka, doa Vania dalam hati.
"Vania, kita mampir makan siang dulu yaa? sekalian sholat Dzuhur.. setelah itu baru kita lanjut lagi nyari keperluan kak Rima.." Ucap mas Bagas kepada Vania sambil menoleh ke belakang. Saat di mobil Vania dan kak Rima duduk di bangku penumpang, sedangkan Aldi duduk di bangku depan di sampingnya mas Bagas.
Ditanya seperti itu membuat Vania kaget.. karena seharusnya kak Rima yang ditanya bukan Vania.. "eee... ii.. iiyya mas Bagas, gak apa-apa Vania ikut saja.. yang penting kak Rima juga bersedia.." Jawab Vania terbata-bata.
"Kalau kak Rima pasti setuju, yaa kan Rima?" balas mas Bagas sambil menatap kak Rima melalui cermin di depan minta untuk disetujui.
"Iya mas, Rima ikut aja" Jawab kak Rima sambil menganggukkan kepala.
Vania pun sebenarnya setuju agar urusan perlengkapan pernikahan bisa selesai hari ini, dan untuk yang lain-lain bisa besok ngurusnya. Kalau persiapan acara pesta bisa Vania dan kak Rima saja yang menyiapkan. Tapi dengan itu jadinya Vania seharian jalan bareng Aldi meskipun kenyataannya mereka jalan berempat. Vania masih belum bisa menempatkan diri pada posisi yang seharusnya dan meyakinkan hatinya bahwa Aldi adalah teman dan saudaranya.
Yaa Allah,, tenangkan hari dan diri hamba.. mudahkan dan lancarkan urusan kami hari ini.. jagalah hati-hati kami agar senantiasa bersih dan mendapatkan ridho dari-Mu.. Aamiin yaa Rabb.. Ucap Vania dalam hati sambil mengusap dada perlahan.
"Mas Bagas baru tahu kalau Aldi dan Vania ternyata satu sekolah,, itupun karena kak Rima yang cerita.. Aldi mana mau cerita yang seperti itu.." sambung mas Bagas sambil menyetir mobil dan sesekali menoleh ke samping. "Aldi gimana di sekolah.. suka usil gak sama Vania? Atau jangan-jangan suka bolos...? suka ngerayu cewek gak? Ayo dek cerita.." Pinta mas Bagas sambil tertawa kecil menggoda Aldi.
"Apa-apaan sih mas? Kehabisan topik yaa.. kok jadi Aldi yang diolok-olok.." Omel Aldi gak terima kalo dia yang dijadikan bahan obrolan.
"Hahaha gitu aja marah.. kalo marah berarti betul yang mas sebutin tadi.. lagian mas nanyanya sama Vania.. yaa kan dek? Balas mas Bagas minta dukungan Vania.
Kak Rima dan Vania hanya bisa tersenyum melihat tingkah kedua sepupu itu.. ternyata dua-duanya usil. Memang kalo udah sedarah pasti sifat dan karakternya gak jauh beda. Sama seperti kak Rima dan Vania kalau di rumah ramenya bukan main, saling menggoda, usil-usilan bahkan sebelum ada yang ngambek gak akan ada yang mau berhenti. Tapi suasana saat ini masih terbilang hal yang baru buat mereka. Masih kaku dan segan untuk ikut mengolok-olok Aldi.
Saat kak Rima dan mas Bagas sibuk memilih cincin pernikahan mereka, Aldi mengajak Vania duduk di sofa yang ada di toko perhiasan itu, kasian melihat Vania yang seperti kelelahan menahan pegalnya kaki karena seharian jalan.
"Terima kasih yaa Vania, kamu tidak berkata apa-apa tadi saat mas Bagas bertanya tentang aku.. Aku sempat khawatir kalau kamu akan menceritakan sikapku selama ini di sekolah.." ucap Aldi saat mereka sudah duduk di sofa menunggu calon pengantin yang lagi asyik mengelilingi seluruh etalase di toko ini.
"Aku gak sebodoh itu Aldi,, karena itu adalah hakmu.. takut nanti malah jadi fitnah meskipun aku bisa menceritakan apa yang aku rasakan.. selain itu aku pun tidak tahu seperti apa sifatmu yang sebenarnya" jawab Vania tanpa mau menatap wajah Aldi.
"Itu yang aku suka dari kamu Vania, kamu tidak suka mencampuri urusan orang lain justru kamu lebih sering membantu mereka" puji Aldi tulus dari dalam hati yang paling dalam, karena memang itu yang Aldi rasakan sejak mengenal Vania. Meskipun selama setahun mereka tidak pernah ngobrol panjang lebar seperti saat ini.
"Jangan terlalu gampang memuji, belum tentu yang kamu ketahui sesuai dengan apa yang ada di diri aku, aku hanya berusaha untuk bisa menjadi orang baik dan memberi manfaat bagi orang lain.." pinta Vania agar Aldi berhenti untuk memujinya, karena jantungnya kembali berdegup kencang jika Aldi memuji-muji dirinya.
"Iya Vania, aku ngerti kok.. makanya aku ingin mengenal kamu lebih dekat. kalau di sekolah boleh kan kita ngobrol seperti ini? Pinta Aldi dan sangat berharap Vania akan mengabulkannya.
Vania kaget dengan perkataan Aldi barusan, membuat Vania terdiam tak bisa berkata apa-apa. Bukannya senang Vania malah menjadi ragu dan takut, takut pada akhirnya akan mengecewakan Aldi karena Vania belum bisa membuka hatinya saat ini meskipun hanya untuk berteman. Takut dari hubungan pertemanan itu akan hadir rasa yang seharusnya belum boleh ada.
"Gimana Vania,, boleh kan.. pliiiss?" tanya Aldi lagi dengan mimik serius.
"Aku gak tahu Aldi,, kalau memang pengen ngobrol boleh saja, tapi bareng sahabat-sahabat aku.." Vania akhirnya menjawab namun dengan satu syarat.
"Yaa, gak seru dong.. karena kalau sudah dengan mereka, kita gak bisa ngobrol banyak.." Aldi gak terima dengan syarat Vania sebab pasti dia akan merasa seperti orang asing di antara mereka.
"Kalau begitu aku gak bisa,, maaf Aldi.. Aku tidak ingin orang akan menganggap kita ada apa-apa karena memang selama ini orang tahu hubungan kita kurang baik.." Jelas Vania agar Aldi bisa mengerti.
Aldi menarik napas panjang, berat menerima keputusan Vania. Padahal dengan menikahnya mas Bagas dan kak Rima, Aldi sangat berharap hubungannya dengan Vania bisa lebih dekat lagi. Setahun ini Aldi menyadari Vania telah mengisi hatinya sejak pertemuan mereka pertama kali. Memang awalnya karena Vania mengingatkan Aldi akan sosok wanita yang sangat Aldi cintai.. bundanya tercinta dan kekasihnya tercinta. Namun sekarang Aldi sadar Vania adalah Vania, ada sesuatu yang membuat Aldi merasa nyaman meski hanya melihatnya dari jauh. Vania tidak ada hubungannya dengan siapapun, tak terkecuali mereka yang pernah dan selalu Aldi sayangi.
"Oke Vania,, gak apa-apa aku mengerti.. tapi jika aku ingin ngobrol dan butuh sesuatu aku boleh kan telepon kamu?" Tanya Aldi sekali lagi, berharap kali ini tidak ditolak Vania.
"Terima kasih atas pengertianmu Aldi,, gak apa-apa.. insya Allah aku bisa.." Jawab Vania sambil tersenyum dan dibalas Aldi dengan anggukan sambil tersenyum simpul bahagia mendengar jawaban Vania.
Vania lega karena Aldi tidak marah meskipun agak kecewa dengan keputusannya. Bagaimanapun beberapa hari lagi Aldi akan menjadi kerabatnya dan tidak mungkin jika Vania masih terus membatasi diri dan menghindari Aldi. Semoga Vania tetap bisa menjaga hatinya tanpa harus melukai Aldi, meskipun Vania sadar bahwa memang ada rasa yang berbeda selama ini. Sejak Vania mengenal Aldi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Dua Asa
RomanceTerjebak dalam asa dari dua pria yang mencintainya tidak membuat Vania melupakan prinsip hidupnya. Prinsip seorang gadis remaja yang ingin menjaga cinta dalam hatinya hanya untuk seseorang yang diridhoi Allah sebagai imamnya kelak. Lika-liku hidup y...