Bagian 37. Pergi tanpa Pamit

97 6 0
                                    

Pukul 07.00 WIB mereka sarapan berdua di kamar, sengaja meminta service room karena ingin menikmati sarapan pagi berdua saja tanpa hiruk pikuk restoran di setiap paginya. Vania melayani suami tercinta dengan tulus, peran pertama sebagai istri dari seorang laki-laki yang bersedia bertanggung jawab atas dirinya. "Mas pengen apa lauknya? Ini ada omelet sama udang saus tiram" tanya Vania sambil menyendokkan nasi ke piring Dokter Azzam.

"Udang aja sayang, sama sayurnya yaa.." ucap Dokter Azzam sambil menunjuk Sayur campur cah. "Oh iya sama perkedel kentang juga, ini kesukaan mas" Sepotong perkedel kentang langsung meluncur ke mulut Dokter Azzam.

"Iya mas, hati-hati.. makannya sedikit-sedikit.. Ngeri Vania lihatnya" tunjuk Vania dengan wajah khawatir. Pipi Dokter Azzam yang menggembung karena sepotong perkedel kentang membuat Vania takut.

"Gak apa-apa kok sayang, mas udah gak sabar.. Laper banget soalnya hehehe" Balas Dokter Azzam sambil tersenyum.

"Hehehe,, iya mas.. nih silahkan makan.. dihabisin yaa" ucap Vania sambil menyerahkan sepiring nasi plus lauk pauknya

Pagi yang cerah secerah hati mereka yang memulai hari dengan sejuta harapan. Harapan terbaik untuk keluarga kecil mereka, selalu dan selamanya.

"Oh iya sayang, hari ini setelah kita check-out mas ijin ke Bandung dulu yaa? semalam pak Direktur telepon hari ini ada tamu dari Singapura, Rumah Sakit mendapat bantuan alat untuk operasi mata dan mas wajib hadir karena harus mengecek alat itu bersama Prof. Rifai. Gak apa-apa kan?" Teringat dengan telepon semalam Dokter Azzam meminta ijin Vania untuk ke Bandung hari ini. Vania kaget karena baru sehari mereka bersama suaminya harus kembali ke Bandung padahal sekarang masih waktu cutinya.

"Vania boleh ikut kan mas?" pinta Vania karena masih ingin bersama dengan suami tercinta.

"Gak usah sayang, nanti Vania capek. Insya Allah mas langsung balik setelah acaranya selesai" Dokter Azzam sebenarnya tidak tega meninggalkan Vania namun Dokter Azzam tidak mau Vania kecapean karena langsung balik lagi ke Bogor.

"Gak apa-apa supaya mas ada teman ngobrol di jalan" tawar Vania yang masih berharap Dokter Azzam mengijinkannya ikut.

"Kasian Bapak dan Ibu Vania, kita kan sudah janji setelah menikah seminggu ini di Bogor dulu.. hanya sehari sayang.." Tolak Dokter Azzam karena teringat dengan janji mereka pada Bapak dan Ibu. Sambil tersenyum Dokter Azzam mengangkat tangan Vania dan menciumnya lembut. "Ijinkan mas yaa sayang, mas juga tidak ingin lama-lama jauh dari Vania.. pengennya kita sama-sama terus".

Dengan terpaksa Vania menuruti permintaan Dokter Azzam, berat rasanya kalau berpisah walau hanya sehari. "Iya mas, hati-hati di jalan yaa,, Vania kangen.. hiks". Kebersamaan mereka sehari setelah pernikahan telah menumbuhkan rasa sayang dan cinta yang begitu besarnya terhadap Dokter Azzam. Suami yang diridhoi Allah untuk Vania.

"Waduhh jangan nangis dong sayang, insya Allah mas akan hati-hati bawa mobilnya.. doain mas yaa" Janji Dokter Azzam untuk menguatkan Vania.

Setelah mengantar Vania ke rumah Bapak dan Ibu, Dokter Azzam segera pamit untuk berangkat ke Bandung karena acaranya akan dilaksanakan sore ba'da Ashar. Di kamar Dokter Azzam memeluk Vania sekali lagi dan mencium kepala Vania cukup lama, agar Vania kuat dan ikhlas mengijinkannya berangkat.

"Tunggu mas" Vania menahan Dokter Azzam agar tidak melepas pelukannya dan secepat kilat Vania mengecup bibir sang suami. Hal yang membuat Dokter Azzam kaget karena tidak menyangka mendapatkan kecupan singkat dari istri tercintanya.

"Terima kasih sayang, jaga diri baik-baik yaa.. jaga calon anak kita.. insya Allah ikhtiar kita semalam berhasil.. hehehe" ucap Dokter Azzam sambil mengelus perut Vania seolah-olah di sana telah hadir calon anak mereka.

Di Antara Dua AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang