Bagian 44. Pamit

97 7 1
                                    

Malam ini Vania tidak bisa tidur, bahkan untuk merem saja tidak bisa. Vania masih memikirkan pertemuannya dengan Aldi tadi siang. Surat yang diminta Aldi untuk dimusnahkan masih saja dalam genggaman Vania. Berulang kali dibaca berulang kali pula hatinya sakit dan perih. Vania tidak tahu ada apa dengan perasaannya saat ini. Sekelebat rasa yang dulu pernah ada hadir kembali mengetuk hatinya. Yaa Allah, hingga saat ini hamba tidak tahu apa yang sebenarnya Engkau rencanakan dalam hidup kami. Hamba ikhlas yaa Allah apapun nanti yang Engkau tetapkan. Hanya satu yang hamba minta, tetap jaga hati kami agar tetap berada dalam ridhoMu, Doa Vania dalam hati.

Selama tiga tahun ini Vania menjalani kehidupannya seperti orang-orang pada umumnya. Setiap hari mengasuh Affan putra kesayangannya, Vania juga bekerja di Rumah Sakit di sela-sela waktu kuliah dan praktek Spesialisnya. Semua aktifitas itu setidaknya bisa mengalihkan pikiran Vania dari segala cobaan yang dialaminya. Meski demikian terkadang rindu itu datang di saat Vania butuh tempat untuk berbagi. Alhamdulillah Ayah dan Bunda tidak pernah berhenti mencurahkan kasih sayang mereka untuk Vania dan Affan, sehingga sesulit apapun kondisi yang dihadapi Vania tidak pernah membuatnya jatuh terpuruk. Terima kasih yaa Allah.

Tapi pertemuan Vania dengan Aldi hari ini, kembali membuka lembaran kisah lama yang sudah berusaha Vania lupakan. Ingin rasanya Vania pulang ke Bogor malam ini, mencurahkan kesedihannya pada ibu. Termasuk ingin bercerita tentang pertemuan dirinya dengan Om Dani, ayah Kiara.. wanita yang secara tidak langsung menjadi bagian dari kisah masa lalunya. Kisah yang membuat Vania menjauh dari Aldi.

Permintaan terakhir Om Dani masih begitu jelas tergambar dalam ingatan Vania, dengan susah payah Om Dani berusaha menyampaikan keinginannya yang membuat Vania dan Aldi terkejut.

Flashback On..

"Vania.. hhhh.. kesini sebentar nak.." Pinta Om Dani masih dengan terbata-bata.

Vania yang mendengarnya segera melangkah mendekati Om Dani. "Iya Om, Vania di sini"

"Om.. ingin.. hhhh.. mengenalkan kamu.. dengan Aldi.. hhh.. Om.. ingin kalian.. hhhh.. bisa berteman.." Om Dani berkata pelan namun dengan raut wajah yang serius.

"Mmmm.. maksud Om apa?" tanya Vania lagi

"Om bahagia.. hhhhh.. dan mungkin Kiara juga.. hhhhh.. jika.. kalian bisa bersatu.. hhhhh". makin lama Om Dani makin sulit berbicara.. sesak nafas yang dirasakan sejak tadi semakin parah.

Vania terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.

Flashback Off..

Hhhhhhhhh.... Vania menarik nafas panjang sambil mengusap wajah dan rambutnya dengan gusar. Mengapa di saat Vania sudah tenang menjalani hidupnya, Vania dihadapkan kembali pada kondisi yang membuat dirinya harus bertemu kembali dengan Aldi. Laki-laki yang pernah dikecewakannya dan terluka dengan keputusan yang diambilnya saat itu. Pertemuan yang membuat Vania semakin merasa bersalah.

Aldi tampak lebih dewasa dari saat terakhir mereka bertemu, sikap dan cara berpikirnya kini berbeda. Meski kecewa namun Aldi berusaha tegar. Perkataan Aldi untuk mengabaikan permintaan Om Dani membuat Vania yakin kalau Aldi sudah ikhlas melepasnya. Hal yang seharusnya membuat Vania lega namun entah mengapa justru membuat Vania sedih dan terluka.

Seandainya mas Azzam ada di sini, keadaannya pasti tidak akan seperti ini.. Vania menggumam dalam hati sambil menggenggam erat surat Aldi. Astaghfirullahal Adzhiim.. Vania tersadar. Tidak sepatutnya dia menyesali apa yang sudah terjadi. Yaa Allah ampuni hamba.

Vania pun harus bisa melepas Aldi, harus melupakan semua cerita mereka. Cerita yang seharusnya sudah pupus sejak pernikahannya tiga tahun yang lalu. Apalagi kini sudah ada Affan buah cinta Vania dan Dokter Azzam yang harus dilindungi dan dijaganya dengan penuh kasih. Memandang Affan yang sedang tertidur pulas di sampingnya, membuat Vania sadar tidak seharusnya dia bersikap seperti ini. Vania berusaha menguatkan kembali hatinya bahwa saat ini perhatian dan kasih sayangnya hanya untuk Affan semata.

Di Antara Dua AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang