Bagian 29. Pulang

65 6 0
                                    

Kurang lebih seminggu Vania dirawat di Rumah Sakit. Selama seminggu itu pula Vania berusaha dan berlatih untuk bisa berjalan kembali, dibantu kak Rima dan Ibu yang setia menjaganya dengan penuh kasih. Bapak sudah pulang ke Bogor karena harus mengawasi pekerja di sawah yang sudah mulai persiapan untuk panen ketiga.

Selama Vania dirawat, Aldi tidak pernah sekalipun menghubunginya. Sejak pertemuan terakhir mereka Aldi tidak pernah lagi menelepon atau mengirim pesan padanya. Vania pun berusaha ikhlas menerima dan memahami kondisi Aldi.

Ternyata Aldi pernah datang menjenguk saat Vania masih belum sadar. Tidak ada satupun yang menyadari karena saat itu yang di RS hanya Nurul dan dokter Azzam. Aldi hanya mengintip dari pintu yang agak terbuka karena ada petugas gizi yang mengantar makanan.

Aldi tidak melanjutkan untuk masuk ke dalam karena merasa tidak enak dengan dokter Azzam dan Nurul. Aldi sudah mendengar cerita dari mas Bagas kalau dokter Azzam dan dokter Surya yang menolong Vania pada kejadian naas malam itu. Aldi merasa sangat bersyukur Vania dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya, sama seperti Vania yang juga selalu memperlakukan orang lain dengan penuh kasih dan sayang. Ah, tiba-tiba Aldi begitu merindukan Vania.. sedang apa kamu sekarang Vania, aku merindukanmu..

Kepulangan Vania dari Rumah Sakit langsung dijemput oleh mas Bagas dan kak Rima. Hari ini, tiga hari setelah pulang dari Rumah Sakit Vania kontrol kembali untuk mengecek kondisi lukanya. Alhamdulillah lukanya sudah semakin baik, sudah kering dan tidak nyeri lagi. Vania sudah tidak mengkonsumsi obat anti nyeri tinggal vitamin dan antibiotik untuk 3 hari kedepan.

Beberapa hari kemudian Vania langsung dijemput Bapak untuk kembali pulang ke Bogor. Vania diminta Bapak istirahat dulu dua bulan sambil memulihkan tenaga dan pikirannya, sebelum mengulang kembali praktek Koass yang terhenti karena musibah itu.. Ingatan kejadian malam itu masih sesekali membayang meski Vania sudah berusaha untuk melupakannya. Berkat usaha dokter Azzam dan dokter Surya, kedua pemuda serta beberapa temannya yang terbukti terlibat dalam kegiatan penjebakan itu berhasil ditangkap dan saat ini sementara dalam tahanan polisi.

Sebelum berangkat ke Bogor, Vania ditemani bapak dan ibu mengunjungi ruangan kerja dokter Azzam untuk mengucapkan terima kasih, begitu banyak kebaikan dokter Azzam yang Vania rasakan selama ini. "Terima kasih ya mas, Vania pamit mau pulang ke Bogor" ucap Vania saat bertemu dokter Azzam di ruang kerjanya. "Terima kasih nak Azzam.." Ucap Bapak dan Ibu hampir bersamaan.

"Iya Om, Tante, semoga perjalanannya lancar dan selamat sampai rumah.. semoga Vania cepat sembuh.. supaya bisa dilanjutkan lagi koassnya, sementara jangan dipikir dulu kuliahnya" balas dokter Azzam menyemangati Vania. Hal yang selalu dilakukan dokter Azzam meski selama ini Vania berusaha membatasi diri. Vania takut akan memberi harapan pada dokter Azzam yang justru akan menyakiti jika ternyata mereka memang tidak berjodoh. Namun setelah kejadian ini, Vania berusaha untuk mulai bersikap biasa dan hal itu dirasakan pula oleh dokter Azzam. Semoga engkau mulai bisa menerima aku dek,, aku benar-benar mencintaimu. Ucap dokter Azzam dalam hati.

Sepanjang perjalanan Vania teringat kembali dengan kisah hidup yang telah dilaluinya. Betapa beruntungnya Vania dikelilingi oleh orang-orang yang begitu menyayangi dan mencintainya. Entah itu sahabat ataupun keluarga besarnya. Alhamdulillah, semoga Allah senantiasa melindungi dan menjaga mereka semua dari segala hal yang tidak baik. Aamiiin yaa Rabbal aalamiin. Doa Vania dalam hati.

Sambil menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan, Vania sesekali membuka HP yang sedang dipegangnya. Sudah lama rasanya Vania tidak berselancar di dunia maya. Medsos bagi Vania hanya sebagai sarana untuk berbagi informasi dan menambah persaudaraan. Vania jarang sekali memposting sesuatu yang menurutnya tidak bermanfaat.

Senang sekali melihat teman-teman medsosnya yang sedang bergembira entah itu karena persahabatan, travelling, keluarga atau bahkan pernikahan. Tiara dan Nina saat ini sedang happy-happynya dengan pekerjaan mereka. Deva berbahagia dengan keluarga kecilnya, tinggal menghitung hari menanti kelahiran buah hatinya.

Eh, Risya ternyata sudah kembali ke Indonesia dan saat ini sudah memimpin perusahaan keluarga. Rasanya sudah lama sekali Vania tidak bertemu dengan Risya. Apa Risya sudah menikah? Atau mungkin Risya masih mengharapkan Aldi?.

Mengingat Risya membuat Vania teringat lagi dengan Aldi. Vania sangat memahami perasaan Risya yang selama ini sudah menyayangi Aldi bahkan sejak mereka masih kecil. Tapi entah mengapa Aldi tidak sedikitpun memiliki perasaan yang sama pada Risya. Apa karena Aldi belum bisa melupakan Kiara? yaa Allah mengingat itu kok masih ada rasa sakit yang terasa.. padahal kurang lebih dua bulan ini Vania berusaha untuk melupakannya.

Kegigihan dan keseriusan Aldi mencintai Vania terusik dengan cerita klasik Aldi dan Kiara. Sampai saat ini Vania belum bisa kembali yakin bahwa Aldi benar-benar mencintai dirinya apa adanya. Entahlah siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya, Vania tidak ingin membayangkannya.

Dari Aldi ingatan Vania berpindah pada sosok dokter Azzam yang sudah hampir dua minggu ini senantiasa berinteraksi dengannya. Ada hal berbeda yang dirasakan Vania jika berinteraksi dengan dokter Azzam. Apalagi setelah dokter Azzam menolongnya beberapa waktu lalu, bahkan sampai rela mendonorkan darahnya padahal saat itu dokter Azzam masih dalam masa pemulihan pasca dirawat di RS. Cerita yang tidak sengaja samar-samar didengar Vania saat kesadarannya masih ada meskipun sudah sangat lemah, sesaat sebelum Vania didorong masuk ke ruang operasi.

"Vania, dokter Azzam ternyata pria yang sangat baik. Kita sekeluarga jadi berhutang budi padanya" ucap ibu yang ternyata juga sedang memikirkan dokter Azzam.

"Iya bu, Vania jadi gak enak dengan dokter Azzam.. meski Vania telah menolak lamarannya, dokter Azzam masih tetap bersedia menolong Vania" ucap Vania yang memang akhir-akhir ini selalu memikirkan kejadian yang menimpanya.

"Apapun yang akan terjadi kelak, percayalah bahwa itu semua adalah gerak dari Allah Ta'ala. Jangan lagi ada lagi pertimbangan-pertimbangan hanya karena ego diri sendiri" nasehat Bapak pada Vania karena Bapak kasian dengan Vania yang akhirnya pusing sendiri menghadapi persoalan 'hati'nya.

"Iya pak, peristiwa demi peristiwa menyadarkan Vania bahwa tidak ada yang lebih berkuasa selain Allah Ta'ala.. Vania merasa selama ini terlalu mementingkan ego Vania, mulai sekarang Vania akan menyerahkan sepenuhnya semua urusan Vania pada Allah.. dan Vania akan berusaha menerima dan menjalani apapun yang nanti Allah takdirkan" Vania berusaha menguatkan hatinya agar Bapak dan ibu juga tidak sedih seperti sebelumnya.

"Iya nak, apapun nanti.. insya Allah itu yang terbaik untuk Vania" kata ibu sambil tersenyum menyemangati Vania.

****

Selama di Bogor Vania lebih sering menghabiskan waktunya di rumah Bude, karena di sana ada baby Hafidz yang lucu dan menggemaskan. Vania cepat pulih dari perkiraan sebelumnya, ingin segera kembali ke Bandung tapi belum diijinkan Bapak dan ibu. Sesekali Vania berkunjung ke sekolah karena diminta oleh adik-adik kelasnya untuk mengisi acara ROHIS, organisasi di sekolah yang pernah dipimpinnya dulu.

Hari ini tanpa sengaja Vania mendengar Bude menerima telepon dari seseorang, sepertinya itu telepon dari Aldi. Ternyata Aldi masih rutin menghubungi Budenya, tapi kayaknya ada sesuatu yang penting sedang mereka bicarakan. Sadar Vania, gak baik menguping pembicaraan orang lain. Suara batinnya mengingatkan Vania.

Tak lama kemudian HP Vania juga ikut berdering. Ternyata Bapak yang menelepon, "Assalamu'alaikum.. lagi dimana nak?" tanya Bapak di seberang.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, lagi di rumah Bude pak" jawab Vania.

"Kamu pulang sekarang yaa.. ada hal yang penting untuk dibicarakan, gak enak ngobrol di telepon dan jangan ngebut bawa mobilnya" kata Bapak yang lebih mirip perintah, dan kalau sudah seperti ini Vania tidak bisa menolaknya.

"Ooo, iya pak.. Vania pamit dulu sama Bude dan kak Rima" jawab Vania dan segera berpamitan pada Bude juga kak Rima, dan yang pasti mengecup pipi tembemnya baby Hafidz.

Sepanjang perjalanan ke rumah, Vania bertanya-tanya ada apa sebenarnya? Tidak seperti biasa Bapak seperti ini. Makin dipikir semakin tidak menemukan jawabannya. Ah sudahlah, nanti kalau sudah di rumah baru bisa tahu yang sebenarnya.

Di Antara Dua AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang