Bagian 31. Gerak Hati

70 5 0
                                    

Bayangan demi bayangan bergantian melintas dalam pikiran Vania, namun yang paling sering muncul adalah bayangan dokter Azzam. Sosok lelaki yang selama ini begitu sabar menghadapinya dan kini telah datang menemui Bapak dan ibu. Kebesaran hati dan kedewasaan dokter Azzamlah yang membuat hatinya merasa tenang, membuat Vania tidak terbebani dengan perasaan bersalah karena telah menolak dokter Azzam di awal pertemuan mereka.

Yaa Allah, apakah memang Engkau mentakdirkan kami sebagai suami istri? Segala persoalan yang kuhadapi selalu saja mempertemukan kami. Entah sudah berapa banyak kebaikan dan bantuan yang dokter Azzam berikan padaku. Laki-laki yang begitu sabar dan begitu mencintai ibunya, begitu menyayangi keluarganya. Jika dipikir-pikir tidak ada satupun kekurangan yang 'prinsip' pada diri dokter Azzam. Prinsip dalam syariat Islam; Beriman (Agamanya baik), penyayang (lembut), mapan (Berpenghasilan yang cukup) dan Tanggung jawab serta perhatian pada keluarga.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan,

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

Apabila ada orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, yang meminang putri kalian, nikahkan dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR. Turmudzi 1084, Ibn Majah 1967, dan yang lainnya. Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani).

Membaca hadits tersebut, seketika hati Vania bergetar. Rasa sedih dan bersalah tiba-tiba melingkupi hatinya. Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya tumpah diiringi suara isak tangis yang perlahan semakin keras. Vania terisak karena tiba-tiba rasa bersalah memenuhi rongga dadanya. Betapa tidak Bapak begitu bijaksana menyerahkan keputusannya pada Vania, padahal Bapak sebagai wali berhak untuk menerima atau menolak lamaran dari laki-laki yang meminangnya.

Yaa Allah, apakah ini jawabannya.. Hamba berserah diri padaMu yaa Allah..

Setelah menghapus sisa-sisa airmata, Vania segera beranjak keluar dari kamarnya menemui Bapak dan ibu yang sedang duduk bersama di ruang keluarga. Tadi sebelum ke kamar Bapak dan ibu mengajaknya untuk duduk bersama mereka di ruang tengah, sore ini ibu membuat pisang goreng dengan sambal terasi kesukaan Vania. Namun Vania menolaknya karena ingin segera beristirahat di kamar, akhir-akhir ini Vania lebih sering berdiam diri di kamar. Bapak dan ibu pun membiarkannya mungkin Vania ingin menenangkan hati dan pikirannya.

"Bapak.. ibu.. Vania mau bicara.." dengan gugup Vania berucap setelah duduk di samping ibu. Vania sebenarnya malu untuk mengutarakan maksudnya.

"Iya sayang, bicaralah.. ceritakan semuanya.. jangan dipendam sendiri" Ibu mempersilahkan Vania untuk bercerita apapun yang ada dalam hati dan pikirannya. Bapak diam sambil tersenyum mengiyakan ucapan ibu.

"Gini... Terkait lamaran dokter Azzam beberapa hari yang lalu.. Vania menyerahkan kembali keputusannya pada Bapak dan ibu. Vania tidak ingin mengambil keputusan sendiri, karena Vania takut keputusan Vania akan dipengaruhi pertimbangan-pertimbangan lain yang seharusnya tidak ada. Jika Bapak dan ibu yang memutuskan insya Allah itu yang terbaik untuk Vania" Ucap Vania dengan penuh yakin setelah berhasil menghilangkan kegugupannya tadi.

"Apakah Vania sudah yakin?" tanya Bapak yang akhirnya bersuara menanggapi permintaan Vania.

"Iya pak,, insya Allah Vania siap dan ikhlas apapun keputusan Bapak dan ibu" jawab Vania dengan suara tegas agar Bapak dan ibu yakin dengan keinginannya.

"Bagaimana bu, apa kita saja yang memutuskannya?" tanya Bapak meminta persetujuan ibu.

"Yaa, kalau Vania sudah ikhlas.. sebaiknya kita saja yang memutuskan.. tidak enak jika terlalu lama kita mendiamkannya" jawab ibu yang juga setuju dengan permintaan Vania.

Di Antara Dua AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang