Chp #10

3.6K 298 13
                                    

Part 10

"Udah, Bang. Sampek sini aja."

Athalla menghentikan langkahnya kala bocah kecil dalam gendongannya memerintahkannya untuk berhenti dan menurunkannya dari gendongan.

"Kenapa?" tanya Athalla. Meski masih sangat lemah, Ananta berusaha terus tegap berdiri sendiri.

"Aku cuma enggak mau, Abang pukulin Bapak kayak waktu itu." Ananta melangkahkan kakinya menjauh dari Athalla yang masih terpaku.

"Makasih, Bang. Sorry buat sikap Ananta barusan" Galang langsung menyusul langkah kaki lebar Ananta. Pemuda itu meninggalkan Athalla begitu saja. Sungguh hari yang tak bisa tertebak.

Galang meraih pundak Ananta. Membuat langkah kecil Ananta sontak terhenti dan langsung berhadapan dengan manik milik Galang.

"Gue enggak suka lo kayak tadi. Enggak tahu diri banget lo, sumpah. Bang Thalla udah nolongin lo, harusnya ada rasa terima kasih dikit lah"

Ananta menepis tangan Galang yang menahan pundaknya. "Gue cuma enggak mau orang itu mukulin Bapak lagi kayak waktu itu. Karna Bapak juga bakalan pukulin gue buat pelampiasan"

"Gue minta maaf, Ta. Gue selalu enggak bisa nolongin lo tiap Bapak mukulin lo,"

"Gue enggak papa. Gue bisa jaga diri gue sendiri. Dengan cara yang lo bilang enggak tahu diri tadi."

Langkahnya kembali menjauh. Membiarkan yang lebih tua sibuk dengan kekalutannya sendiri. Saat rumah tempatnya berlabuh terlihat dimatanya, Ananta buru-buru melangkah semangat. Hendra terlihat tengah menunggu kedatangannya. Ini yang Ananta harapkan dari dulu. Sang Ayah menungguinya pulang.

"Bapak" senyum Ananta terbit. Entah karna apa, yang pasti dia senang dengan adanya sosok Hendra didepan halaman rumah seperti tengah menungguinya pulang kerumah. Padahal raut wajah pria paruh baya itu sama sekali tidak ada enak-enaknya dipandang. Masih sama saja, menyeramkan.

"Mana Galang?" tanya Hendra. Menghiraukan tangan Ananta yang terulur hendak mencium tangannya.

"Dibelakang," jawabnya. Dengan raut kecewa.

"Mana hasil kamu hari ini?" tanya Hendra menodong.

Ananta merogoh saku celananya. Mengeluarkan beberapa lembar yang ia peroleh dari hasil mulungnya hari ini. Semenjak mudah sakit, Ananta tak pernah lagi mengamen. Lebih berpasrah diri dengan hasil memulung saja.

Mata bulat Hendra membola dalam sekejap, merampas kasar uang recehan dari tangan Ananta lalu membuangnya begitu saja.

"Apa-apaan kamu ini, mau mengejek saya dengan memberi uang recehan seperti itu!"

Ananta menggeleng ribut, tatapannya nanar. Kedua netranya sudah berlapis kaca bening dan tampak memerah. Apa yang ia harapkan nyatanya tidak seindah itu. Hendra justru membentaknya dan sedetik kemudian memukul pipi tirusnya.

Galang hanya menyaksikan dari jauh, dan baru muncul saat Hendra mulai menarik kerah baju Ananta. Tangannya bergerak cepat manahan Hendra yang sudah hampir memukul wajah Ananta lagi.

"Jangan, Pak. Ini... Ini hasil kita berdua."

Galang menyerahkan kantung bekas snack yang ia tenteng sedari tadi. Uang hasil dari diberi Athalla tadi. Hendra menatapnya tajam dan melakukan hal yang sama seperti apa yang ia lakukan terhadap Ananta. Membuang begitu saja uang dalam kantung snack itu.

"Berhenti membela anak ini, itu hasilmu bodoh! Kenapa kamu bilang itu hasil kalian berdua?"

"Karna itu memang hasil kita, Pak. Aku sengaja jadiin satu hasil kita supaya Bapak puas sama kerja keras kita hari ini."

Parashit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang