Chp #30

3.6K 371 179
                                    


Samuel merengkuh tubuh itu, menghalau darah yang terus keluar dari hidung Ananta. Galang beku ditempatnya, masih kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba dari balik pintu. Nyalang matanya langsung menikam Galang, membuat tubuh itu tak berkutik sedikitpun.

Ananta meringis pedih dengan masih terisak. Kedua matanya memejam karna pening dikepalanya menghujam tiba-tiba. Seketika mengambil alih kemampuannya untuk bernapas dengan normal.

"Kamu gak apa-apa?" pertanyaan retorik dari Samuel. Pada akhirnya dirinya pun ikut menangis karna isakan Ananta makin membuatnya kalut.

Mengangkat tubuh itu kembali ke bangsal dan menanganinya. Menghiraukan Galang yang tiba-tiba keluar dari dalam ruangan. Meninggalkan bungkam yang membuat Samuel makin mencurigainya.

Toni, orang yang datang bersama Samuel tadi berlari mengejar Galang. Tanpa diperintah nyatanya Toni lebih peka dari perkiraan Samuel.

"Lang! Lo mau kemana?" Toni mencekal lengan tangan Galang. Membuat langkahnya terhenti dan terpaksa menghadapnya.

"Lepas!"

"Enggak, ada yang harus lo jelasin dulu ke gue"

"Apa?" Galang mengangkat dagunya. Menatap tajam ke manik Toni yang tampak mengintimidasi.

"Maksud lo tadi apa?"

Galang menepis cengkraman Toni dengan kasar dan memutar tubuh hendak meninggalkan Toni. Tapi pergerakannya cukup cepat Toni baca, lalu dengan cepat pula Toni kembali meraih tangan Galang dan mengungkungnya.

"Lepasin gue! Lo gak tau apa-apa tentang semua ini dan berhenti ikut campur sama urusan hidup gue!"

"Sorry, Lang ... Gue bukan Ananta yang bisa lo bodohin. Mungkin gue bukan siapa-siapa di kehidupan kalian berdua tapi gue jelas dengar semua obrolan kalian berdua malam itu, waktu lo mabuk. Lo nyembunyiin sesuatu tentang Ananta 'kan?"

Galang terpaku dengan kedua binar mata Toni yang tajam. Seolah menikamnya dan memaksanya untuk membuka mulut tentang kenyataannya. Tapi Galang tak ingin semua nya berakhir dengan cara seperti ini. Setidaknya ia harus tetap bungkam untuk hidup layaknya lebih lama lagi. Meski ia sendiri tau bahwa sepandai-pandainya ia menyimpan bangkai nantinya pasti akan tercium juga.

"Minggir!" Galang mengcengkram lengan Toni dengan kuat supaya mundur dan melepaskan kungkungannya.

"Jawab gue dulu!" Toni mempertahankan posisinya. Makin merapatkan tubuh kedinding membuat Galang benar-benar tak bisa leluasa bergerak.

"Gue tau semua nya dari Bang Sam. Lo tahu 'kan kalo dia kakak sepupu gue? Atau ... lo baru tahu?"

Melihat Galang dengan raut bingungnya lantas Toni mencebikkan bibirnya. Tersenyum remeh menatap wajah bodoh Galang.

"Jelas. Lo baru tahu karna lo emang bukan adeknya Bang Thalla. Iya 'kan?" sambung Toni penuh penekanan.

Galang diam. Tak lagi bisa bergerak dan juga berucap. Jantungnya bekerja dari biasanya. Membuat tubuhnya lemas dalam hitungan detik saja. Membuat Toni semakin yakin bahwa ucapannya memang benar adanya.

"Jadi feelling Bang Sam benar?, lo emang bukan adeknya Bang Thalla. Melainkan Ananta ... Dia adek kandungnya Bang Thalla, bener 'kan?"

Toni bagi Samuel sudah seperti buku diary nya. Segala keluh kesah memang Sam curahkan kepadanya. Tak ada ragu dan tak ada kata canggung. Toni lebih dewasa dari anak sebayanya karna memang pergaulan juga keluarganya yang mendidik Toni menjadi pribadi yang bisa diandalkan oleh siapapun.

Meskipun terbilang anak yang urakan tapi Toni lebih peka dari seorang perempuan. Belum Sam meminta tolong padanya Toni justru lebih dulu melakukannya. Karna taraf penasaran Toni lebih besar dari gengsinya. Sifat yang tidak suka basa-basi mendorongnya seperti ini. Memaksa Galang mengungkapkan sebuah kenyataan.

Parashit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang