Chp #14

3K 298 58
                                    

Part 14

Dua hari berjalan. Nyatanya waktu terlalu cepat berlalu. Saat ini masanya Ananta untuk kembali. Kembali ke kehidupannya yang semula. Tak berharap ada yang berubah. Menjalani semuanya seperti biasanya. Dirinya tiba di rumah malam hari, setelah diperbolehkan pulang oleh dokter Fathia. Bersama Hendra ia menyusuri gang-gang sempit menuju rumahnya.

"Pak, Galang mana?" tanyanya.

Baru kali ini Ananta berani bertanya tentang Galang kepada Hendra. Kemarin-kemarin Ananta pikir Galang bekerja seperti biasanya sedangkan Hendra menjaganya di rumah sakit. Tapi setelah tiba di rumah nyatanya Galang tak ada di sana. Tak terlihat menyambutnya.

"Mulai sekarang jalani hidupmu sendiri. Jangan pernah bertanya tentang anak itu. Dia sudah pergi," jelas Hendra singkat.

"Pergi kemana, Pak? Kenapa Galang enggak pamit sama Nanta?"

"Bapak sudah bilang, jangan pernah bertanya tentang anak itu kalau kamu tidak mau Bapak pukul."

Hendra sudah mengangkat sebelah tangannya. Hendak memukul bocah itu sungguhan tapi sebisa mungkin ia tahan. Mulai saat itu Hendra sebisa mungkin tak bermain tangan lagi kepada Ananta. Semoga bisa.

Akhirnya, Hendra menghempaskan tangannya ke belakang. Membuang napas kasar lalu beranjak menjauh dari bocah kecil yang memberingsut takut kepadanya itu.

"Cepat tidur. Besok kamu harus cari uang buat ganti uang Bapak." Hendra duduk. Meraih putung rokok lalu menyalakan korek. Menyesap asap bernikotin itu sembari bersandar pada sofa.

Ananta diam mematung. Tak lekas beranjak. Dirinya lamat memperhatikan Hendra yang tampak lelah karna menjaganya selama di rumah sakit. Menatap kepulan asap rokok yang perlahan menghilang terbawa angin.

Hidupnya seperti asap itu. Terlihat, menenangkan, tapi lama-lama tidak berguna. Hanya polusi yang menyesakkan untuk orang lain. Hendra sadar diperhatikan oleh Ananta. Ia membuka matanya. Memandang tajam kepada bocah itu.

"Bapak bilang tidur sana! Kenapa masih di sini! Ha?" bentaknya.

Ananta gelagapan. "B-baik, Pak."

Setelah memastikan bocah itu hilang dibalik pintu kamarnya, Hendra kembali menikmati dunianya. Menyesap kembali puntung rokok yang sudah terbakar setengah.

"Kamu bodoh Ananta," monolognya.

Kepingan memori malam itu masih ia ingat dengan jelas. Bagaimana seharusnya Ananta bisa menemukan kehidupannya yang sebenarnya dan bertemu dengan satu-satunya keluarga kandung yang masih ia miliki di dunia ini. Salahkan otak Ananta yang sudah tidak bekerja normal lagi dan lebih menguntungkan bagi Galang.

Di situasi seperti saat itu, Galang dengan berani merebut semua milik Ananta. Entah apa yang Galang pikirkan malam itu. Yang pasti itu membawa keberuntungan bagi Hendra juga. Ia pikir setelah kejadian itu Ananta akan lepas darinya. Tapi semua di luar pikirannya. Ananta justru seutuhnya miliknya.

--------

Disebuah rumah mewah milik Athalla, tampak seorang pemuda tampak bingung berdiri ditengah-tengah pekarangan depan rumah tersebut. Pagi ini Galang diajak Athalla untuk lari pagi mengelilingi kompleks perumahan. Tadi Bi Inah bilang Athalla sudah menungguinya di luar, tapi sekarang tidak ada siapa-siapa di sini.

"Mas Galang!"

Galang memutar pandangannya. Menatap sequrity rumah yang baru saja memanggilnya dari arah belakang.

"Mas Galang ngapain celingukan di sini? Nyariin siapa atuh?" tanya Pak Gino.

"Nyariin Bang Thalla. Katanya Bi Inah tadi udah keluar nungguin Galang. Tapi enggak ada"

Parashit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang