Chp #3

6.5K 425 26
                                    

"Abang,... tangannya jangan jahil dong," tegur seorang perempuan paruh baya yang Athalla panggil 'Bunda'.

Athalla kecil menyunggingkan senyum manisnya menatap sang Bunda dan bayi kecil adiknya secara  bergantian. Tangan yang tadi sibuk menjahili pipi sang adik kontan saja berhenti.

"Kan Abang gak bikin Adek Gian nangis, Bun," bela Athalla.

"Ya, tapi kasihan, Bang. Lagian ngapain sih nusuk-nusuk pipi nya Adek, biar apa coba?"

"Biar adek nanti punya lesung pipi. Kan gemesin nanti kalo senyum."

"Enggak ngaruh, Abang ..."

"Ya, siapa tahu kan, Bun. Kelihatannya kan kalo udah gede nanti."

"Jawab terus. Ya sudah deh terserah Abang aja. Bunda tinggal ke dapur dulu, ya, jagain adeknya jangan sampai nangis."

"Siap Bunda!" Athalla mengangkat tangannya, berlagak hormat kepada Dania-Sang Bunda. Gemas melihat tingkah laku putra sulungnya, Dania mengacak asal puncak rambut Athalla. Athalla 7 tahun itu begitu menyukai anak kecil, padahal dirinya saja masih kecil. Aroma bedak bayi selalu menjadi favoridnya terlebih lagi jika wangi itu berasal dari sang adik, Gian.

Bayi mungil itu menggeliat-liat di atas kasur. Sisi kanan dan kirinya terhalang guling kecil membuatnya tidak bisa banyak bergerak. Athalla duduk tepat di hadapannya. Menundukkan kepalanya mengusap gemas pipi gembul sang adik.

Bayi 5 bulan itu bergerak sumringah. Senyumnya tercipta, semakin membuat pipi bulatnya mengembang seperti adonan kue.

"Nah, nanti kalo ada lesung pipinya kan Adek Gian jadi makin lucuuuu. Gemesin."

Athalla kembali memainkan kedua jari telunjuknya pada pipi sang adik. Sedangkan bayi itu malah makin bergerak seperti kegirangan. Suara tawanya dan tawa sang adik melebur memenuhi ruang kamar sang adik.

Hingga perlahan pintu kamar itu terbuka perlahan. Menampakkan sosok gagah yang tak lain adalah sang ayah. Burhan.

Athalla mengalihkan pandangannya. Menyambut sang ayah dengan senyum ciri khasnya.

"Ayah?"

Burhan bergerak mendekat setelah kembali menutup pintu kamar itu. "Kayaknya seru banget. Boleh gabung?"

Athalla mengangguk. “Yah, Lihat Adek Gian seneng banget Abang mainin pipinya." Athalla melanjutkan aksinya.

"Jangan keras-keras, Bang. Nanti Adek nangis lho kalo sakit," tegur lembut Burhan.

"Enggak kok."

"Pinter." Burhan mengusap rambut kepala putra sulungnya dengan tatap bergantian menatap bayi kecilnya dan juga Athalla. Dua titipan tuhan untuknya. Dua putra yang menggemaskan. Burhan tentu saja benar-benar bersyukur.

"Gimana? Udah jadi belum lesung pipinya?" tanya Burhan kepada sulungnya. Seolah paham betul dengan kebiasaan Athalla yang menusuk-nusukkan jarinya pada pipi gembul sang bungsu.

Athalla menggeleng. "Belum, Yah," jawab Athalla putus asa.

"Tapi Adek seneng tuh kamu gituin pipinya."

Bayi kecil itu terus menatap Athalla yang berada tepat di atasnya dengan senyum dan kaki juga tangan bergerak-gerak senang.

Kaset lamanya berakhir. Athalla kembali pada dunia nyatanya lagi. Bocah 7 tahun itu kini tumbuh besar dengan baik. Menjadi penerus perusahaan sang ayah yang kini sudah tenang di surga sana bersama sang ibunda.

Parashit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang