"Kamu nemuin dia dimana, Mas?"
Samuel yang masih sibuk membenarkan rambutnya yang berantakan didepan kaca lemari itu menoleh, menatap sang istri yang masih sibuk dengan kegiatannya menyeka keringat dingin Ananta.
"Di jalan depan komplek, aku nemuin dia udah dalam kondisi setengah sadar." Samuel bergerak maju. Mendekati sang istri dan duduk di samping Olive.
Hari ini Samuel mendapatkan hari libur dari rumah sakit tempatnya bekerja, dan satu opsi yang Samuel pilih yakni berdiam diri di rumah bersama sang istri tercinta juga anak asing yang ia temukan semalam.
"Demamnya masih tinggi?" Olive menoleh lalu mengangguk.
"Apa perlu kita bawa ke rumah sakit, Sayang? Aku khawatir."
Olive menggeleng. "Jangan dulu, dia cuma butuh istirahat yang cukup. Lagipula udah kamu pasangin infus, insya alloh nanti sore sudah lebih baik," kata Olive menenangkan sang suami.
"Dari mana kamu bisa tau?"
"Kamu lupa kalo aku ini seorang kakak dan juga calon ibu?" ketus Olive. Merasa tidak terima dengan pertanyaan retoris dari Samuel. Suka sekali menggodanya.
Samuel tersenyum, wajah masam keibuan milik Olive sukses membuatnya meleleh dan terbuai. "Baiklah ibu negara. Aku percaya sama kamu."
"Bapak."
Lirih suara itu menarik perhatian kedua pasang suami istri tersebut. Menatap lamat bocah yang mereka rawat. Tidurnya tampak gelisah. Tubuhnya menggeliat tak nyaman dengan kerutan halus di dahinya. Bibir pucatnya bergumam memanggil seseorang yang sepertinya tabu untuk di jamah.
"Bapak." kepala Ananta bergerak kesamping kanan dan kiri. Mimpinya terlihat buruk sampai pada akhirnya liquid bening keluar dari sudut ekor matanya. Melewati telinganya dan membuat basah bantal di bawahnya.
"Coba kamu bangunkan dia pelan-pelan. Aku keluar ambilkan sarapan juga obat untuknya."
Olive menggangguk membiarkan begitu saja suaminya yang mengambil langkah keluar. Olive mengusap pundak bocah itu, tapi sedetik kemudian matanya sukses membulat sempurna.
Tubuh yang awalnya terasa begitu panas tiba-tiba mendingin bagaikan es batu. Namun keringat terus merembes dari balik anak rambut panjang Ananta. Menciptakan kerut juga rona bibir yang langsung memutih dalam sekejap.
Seperti tersentak, tangan Ananta memberingsut. Menyilang didepan dada, bergetar seolah sedang di bawah hujan salju. Olive yang panik buru-buru menyusul suaminya yang masih di dapur. Berteriak panik memanggil Samuel dengan raut wajah begitu kacau.
"Ada apa, Olive?" tentu saja Samuel kaget dan bingung.
"Anak itu... Bocah itu ..." Olive gagap karna begitu panik.
"Iya, Sayang ada apa?" Samuel berjalan menghampiri Olive.
"Hipotermia! Cepat!" pekik Olive yang langsung memutar tubuh kembali ke kamar itu di ikuti sang suami dibelakangnya.
Keduanya sama-sama panik tapi Samuel masih bisa berfikir jernih berbeda dengan Olive yang sudah tidak karuan. Bayangan masa lalunya seperti kaset lama yang kembali diputar. Dimana masa itu adiknya--Ale--juga kesakitan dalam lelapnya.
Samuel memeriksa kondisi Ananta. Mengobrak-abrik isi tas yang sering ia bawa saat bertugas mencari sesuatu. Meraih sebotol obat yang tentunya hanya Sam yang mengerti lalu mengisinya pada tabung suntikan yang ia ambil juga dari dalam tas.
"Secepat itu perubahan suhu badannya?" pertanyaan retorik Olive.
Setelah menghunuskan satu suntikan pada tangan Ananta yang kaku, Samuel mengusapnya. Menyalurkan nyaman yang mungkin bisa menenangkan. Gigi Ananta saling bertautan menciptakan suara gemelatuk yang nyaring diantara kosong juga hening di rumah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Parashit!
Teen FictionUp ulang "Kapan aku bahagia?" "Setelah kamu mati. Kebahagiaanmu menanti diujung sana." ®Sugarcofeee