Chp #19

2.7K 314 85
                                    

Part 19

Apa kalian pernah memikirkan hal sepele?

Hal yang sebenarnya tidak perlu kalian pikirkan, karna itu bukan urusan kalian. Tentunya malas bukan? Masa bodoh lebih nyaman dari pada pusing karna masalah orang lain. Begitu juga dengan Toni.

Tapi Toni tetaplah manusia biasa. Senakal-nakalnya dia tetap memiliki sisi lembut dan kepada Ananta ia merasa iba. Melihat Athalla yang tampak begitu marah dan menuduh Ananta tentu membuatnya merasa bersalah. Padahal 'kan yang mengajak Galang ke tempat lucknut itu adalah dirinya.

Toni tak sepenuhnya meninggalkan Galang di tempat itu. Dirinya hanya menghilang sementara demi tidak di habisi oleh Athalla. Tapi justru kepergiannya membawa Ananta kedalam jurang kebencian lainnya.

Lalu, apakah kalian tahu bagaimana perasaan Ananta saat ini? Dibenci oleh semua orang yang bahkan ia sayangi. Bukan hanya Hendra tapi sekarang Athalla juga Galang ikut membencinya. Dan hal yang paling membuatnya ingin menyerah adalah tentang dimana letak kesalahannya.

Apa Ananta sepolos itu sampai tidak mengerti tentang perasaan dan pemikiran orang-orang dewasa. Apakah hidupnya sebuah kesalahan?

Lalu kenapa Hendra tak membunuhnya dari dulu? Kenapa Hendra terus merawatnya? Kenapa Hendra lebih suka menyiksanya ketimbang menyingkirkannya dari dunia ini? Bukankah benci akan terbalaskan ketika melihat orang yang dibenci mati? Apa senista itu lahir sebagai seorang Ananta?

Dimana letak gunanya Ananta hidup jika semua orang bahkan membencinya tanpa alasan?

Siapa yang bisa menjawab?

Dengan langkah gontai, Ananta menyeret kaki nya menjauh dari tempat itu. Menatap kosong jalanan yang ia lewati. Lelah? Tentu saja. Dulu, sekejam apapun Hendra masih ada sosok Galang yang menjadi alasannya untuk terus bersemangat. Tapi hari ini dengan gamblang sosok itu juga membencinya.

Menarik Athalla juga dengan segala kesalah pahamannya ikut membencinya. Entah sejak kapan air mata itu luruh membasahi pipi tirusnya. Yang pasti denyut dalam batinnya begitu menyesakkan dada. Membuatnya oleng seketika dan ambruk di tengah jalanan yang sepi.

Dari jauh Toni mendekat. Dirinya yang masih setia memperhatikan Ananta yang tampak hancur kini memunculkan dirinya. Meraih pundak bergetar Ananta dan membantunya bangkit perlahan.

"Lo gak papa?" tanya Toni khawatir.

Ananta menatapnya kosong. Tanpa ekspresi dan tanpa nyawa lalu menggeleng pelan. Merasa tidak kenal, Ananta menghiraukan orang itu. Kembali ia bawa langkahnya menjauh dengan sedikit di seret. Tapi baru lima langkah tubuhnya kembali ambruk. Ananta sudah tak bertenaga rasanya.

"Lo beneran gak papa? Gue anterin pulang,ya? Gimana? Lo mau?" tawar Toni.

"Enggak. Makasih. Gue bisa sendiri," tolak lirih Ananta.

"Bisa sendiri gimana? Jalan aja oleng terus. Nama gue Toni. Temen Galang yang tadi ninggalin dia. Lo gak inget? Gue tau kok kalo lo ngliatin kita dari tadi"

Ananta mengangkat dagunya. Mencoba fokus kepada Toni. Sontak saja tangannya bergerak. Menarik kerah baju Toni dengan cepat.

"Apa maksud lo ninggalin Galang tadi?" tanyanya penuh amarah.

"Wo... Woo santay bro. Gue gak sepenuhnya ninggalin Galang. Gue cuma menghindar dari amukan abangnya, yang namanya Thalla itu."

Toni melepas perlahan tangan Ananta dari kerah bajunya.

"Abangnya? Thalla?" Ananta menyerngitkan dahinya bingung.

"Iya, lo gak tau kalo Galang itu adiknya Thalla yang dulu pernah dikabarin meninggal dan ternyata dia masih hidup. Kabarnya udah booming sejak lama. Dua bulan yang lalu."

Parashit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang