Sepanjang malam yang Ananta lakukan hanya menangis. Dengan mata enggan memejam kendati bengkak mulai melingkari sekita matanya. Meski isakan sudah tak terjamah rungu Samuel juga Athalla di sana, namun sorot redup milik Ananta makin terlihat meredup. Lebih parah dari sebelumnya, batin Samuel. Ya, karna hanya Samuel yang memahami Ananta sejauh ini tidak dengan Athalla.
Wajahnya menunduk, enggan menatap orang disekitarnya. Tangannya yang basah saling bertautan menyalurkan pedih yang rasanya menumpu dipundak kecilnya. Menciptakan getar yang mulai melemah karna kelelahan. Athalla merasa tak dianggap, masih duduk setia di sisi sang adik. Adik kandungnya.
"Ananta." Athalla mulai menelisik wajah murung sang adik.
Menggenggam tangan kecil Ananta yang terasa dingin. Bukannya membalas tatapan Athalla, Ananta justru makin menyembunyikan wajahnya. Makin memberingsut merundukkan kepalanya.
"Hey..." sapa lembut Athalla. Mencoba mulai memberi kenyamanan dengan tangan mengusap pundak kecil sang adik.
Ananta kembali terisak. Lirih suaranya menjerit pelan kala tangan besar Athalla menyentuh memberikan usapan lembut. Menggigit bibir dalamnya dan membungkam mulut, usaha Ananta meredam lirih rintihannya.
Samuel yang sedari tadi memperhatikan akhirnya maju mendekat. Duduk di sisi brankar, berseberangan dengan Athalla.
"Kamu mau apa? Apa yang kamu pikirkan dari tadi?" suara bass itu begitu lembut.
"Ba—hiks... Ba—pak ...," cicit Ananta.
Bocah itu menangis sesegukan, yang pada akhirnya membuat Ananta sulit bernapas dengan normal. Paham akan kesulitan yang sedang dirasakan Ananta, Samuel turun tangan. Meraih nasal canulla dan memasangkannya dibawah hidung bocah itu.
Samuel sedikit kesulitan karna Ananta yang terlalu menunduk. Athalla membantu dengan melerai tangan kecil Ananta untuk turun tak membungkam mulutnya lagi. Hingga akhirnya isakan itu pecah tersuarakan.
Selesai dengan tindakannya, Samuel tanpa berfikir dua kali langsung membawa Ananta kepelukannya. Membenamkan wajah Ananta pada dada bidangnya. Menghantarkan nyaman lewat dekap, usapan juga detak jantung dirinya. Menyalurkan kekuatan dengan kasih tulus dari nya.
"Sstt ... Ananta jangan sedih. Kak Sam janji bakal bawa Bapak ke sini dan temenin Ananta di sini" bisiknya lembut. Sangat lembut.
Satu hati terasa berdesir kuat. Menciptakan suhu otak yang mulai perlahan mendidih. Athalla mengepalkan tangannya. Mengeram kuat dengan rahang wajah yang mengeras. Mati-matian menahan amarah dalam kondisi yang tidak bisa dikatakan baik untuk bersikap kekanak-kanakan.
Tentu saja Athalla cemburu, saat di depan mata kepalanya sendiri sang adik justru merasa tenang dalam dekapan orang lain. Padahal dirinya ada di sana. Tapi hanya menatap tanpa berkutik sedikitpun. Athalla masih kacau. Hidupnya masih diambang kebimbangan juga kebingungan. Meski sekarang semua nya jelas akan status Ananta juga dirinya. Tapi ...
"Sam, gue rasa gue sama Ananta perlu cek DNA."
Samuel mengangkat pandang. Mengisyaratkan Athalla untuk sekejap diam dan tidak menimbulkan suara keras sedikitpun.
"Kita bicarain ini semua di ruangan gue setelah ini," bisiknya.
Ananta mulai tenang dalam peluknya. Bernapas lembut sampai akhirnya beban Ananta penuh menumpu padanya yang artinya Ananta sudah mulai terlelap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Parashit!
Roman pour AdolescentsUp ulang "Kapan aku bahagia?" "Setelah kamu mati. Kebahagiaanmu menanti diujung sana." ®Sugarcofeee