Chp #38

3.1K 330 62
                                    

Langkah Athalla mengayun ringan. Wajah segarnya tampak mendominasi setelah ia basuh menggunakan air. Binarnya seolah kembali setelah sekian lama terpendam dibalik kabut. Akhirnya ia bisa merasakan kembali kehidupan utuhnya. Menikmati tiap detik penuh kebahagiaan yang dulu semu untuknya.

Dengan santai, Athalla menyusuri koridor-koridor rumah sakit. Hendak kembali ke ruang rawat yang dihuni adiknya, Ananta. Tunggu, namanya Gian mulai sekarang. Dan Athalla akan biasakan memanggil sang adik dengan nama tersebut. Nama pemberian orang tuanya dulu.

Belum sampai di depan pintu rawat Gian, Athalla menghentikan langkahnya ketika netranya tak sengaja menemukan sosok yang dulu pernah ia sayangi layaknya seorang adik. Seorang pembohong yang masih tak mempunyai rasa malu sama sekali.

Galang duduk di kursi tunggu tepat di depan ruangan rawat sang adik. Entah dari dalam atau belum masuk. Dan entah sejak kapan sosok itu di sana dengan pejam kegusaran.

Athalla melanjutkan langkahnya. Makin memangkas jarak kemudian meraih knop pintu bercat putih itu. Tak menghiraukan Galang yang sudah beranjak dari duduk. Terperanjat spontan karna kedatangannya.

"Bang ..."

Tangannya mengambang. Menarik atensi, melirik sinis pada yang memanggil. "Apa lagi?" Jawab Athalla singkat.

Galang merunduk. Dingin suara itu ternyata masih dipertahankan Athalla untuknya. Mungkin maaf memang tabu untuk dirinya. Athalla terlampau sakit hati atas kebohongannya. Dan Galang sejujurnya mengakui itu semua. 

"Kamu bisa tinggal di rumah itu. Aku dan Gian akan kembali ke rumah lama. Dan untuk kebutuhanmu, aku akan tetap bertanggung jawab. Yang terpenting adalah pergi dari kehidupan kita berdua. Jangan ada disekitar aku dan Ananta lagi sebelum semuanya benar-benar membaik."

Penggunaan kata 'aku' tentu saja membuat Galang sedikit canggung. Beda dari sebelumnya, dimana Athalla dulu selalu menyebut dirinya 'Abang' di depan Galang. Sebelum sempat menyela Athalla terlebih dahulu meninggalkannya. Membuka pintu tersebut kemudian menutupnya dengan cepat.

Ini seperti diusir dengan cara halus. Harusnya Galang bersyukur karna Athalla masih mau bertanggung jawab akan dirinya. Bahkan memberi rumah. Namun syarat dari Athalla cukup sulit ia patuhi. Bagaimana Galang bisa menjauh? Ia juga ingin menjadi bagian diantara keduanya. Meski iri kemungkinan akan terus mendominasi batinnya.

Dan sekarang ketakutan Galang menjadi kenyataan. Ia tidak dianggap lagi. Hidupnya sudah tidak bertujuan lagi.

Galang mengamuk, memukul dinding rumah sakit sebagai pelampiasan kemarahannya. Sakit dan juga luka dari ulahnya, ia hiraukan. Hidupnya tak berarti lagi. Semua orang meng-judgenya buruk. Menjadi sosok antagonis dalam skenario cerita ini.

❤️❤️❤️

Kalau saja kebohongan itu tidak ia lalukan, mungkin tak akan pernah ada rasa dendam dalam dirinya. Sayangnya, Galang terlalu gegabah. Tanpa sadar ia justru menjerumuskan dirinya sendiri kedalam kubangan rasa benci juga peliknya roda  kehidupan.

Sekarang ia dibuang. Kebanggaan yang selalu melingkupinya sekarang lenyap dalam sekejap. 

Dulu Galang pikir ia bisa membawa Ananta bersamanya. Bahagia bertiga seatap dengan Athalla. Namun, kekeuhnya Athalla seolah membuat Galang lupa akan tujuannya itu. Melupakan Ananta yang tersiksa tanpa dirinya.

Parashit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang