Dengan langkah tergesa-gesa Samuel berlari. Membawa Ananta yang sudah lemas diatas punggungnya untuk segera ke rumah sakit. Entah apa yang terjadi pada tubuh anak itu. Tadi saat Samuel memperbaiki mobilnya yang tengah mogok di perjalanan, Ananta tiba-tiba muntah di dalam mobil. Padahal anak itu sedang dalam kondisi tak sadarkan diri.
Sialnya ditengah kepanikan dan gentingnya situasi, mobil kesayangannya tiba-tiba berhenti di tengah gelapnya malam yang mencekam. Sungguh ini menjengkelkan sekaligus merepotkan bagi Samuel. Hingga pada akhirnya, mau tidak mau Samuel harus membawa tubuh itu berjalan menyusuri gang-gang kecil supaya sampai di rumah sakit dengan cepat.
Samuel dilanda kepanikan. Sebisa mungkin memanggil-manggil nama Ananta guna mempertahankan kesadarannya. Akan tetapi tak ada respon berarti dari bocah itu kecuali deru napas yang semakin terasa lemah.
Samuel menghentikan langkanya. Seolah berontak, kedua pasang kaki nya sedikit bergetar karna lelah. Terlalu panjangnya perjalanan dan beban yang sebenarnya tidak seberapa di punggungnya membuat Samuel tak mampu lagi untuk terus berlari.
Dan bodohnya Samuel baru mengingat sesuatu. Buru-buru dirinya meraih ponsel dari saku celananya, lalu kemudian menelpon seseorang yang bisa menolongnya.
"Hallo..." panggilan tersambung dengan cepat.
"Tolong ..., jemput gue di gang kaktus belakang rumah sakit tempat gue kerja. Cepat. Sekarang juga."
Pip...
Sambungan terputus secara sepihak. Karna Samuel yakin pasti akan banyak pertanyaan yang akan terlontar dari seberang sana dan akan mengulur banyak waktu.
"Nan, turun dulu ya, kakak capek." Samuel memeriksa sekitarnya. Tidak ada tempat untuknya duduk. Ini benar-benar seperti gang yang di kelilingi oleh pagar dinding yang tinggi.
"Em ... kita ke sana. Di selasar toko sana kita bisa istirahat," monolognya sendiri karna Ananta tak bersuara sedikitpun.
Samuel melangkah maju menuju tempat yang ia maksud. Meraih kardus bekas, menjadikannya alas untuk meletakkan tubuh Ananta untuk mengecek kondisinya lagi.
"Ananta ... Kamu masih sadar? Kamu dengar kakak?" Samuel menepuk kedua pipi Ananta.
Bocah itu hanya melenguh. Dan tiba-tiba kernyitan lembut di dahinya kentara. Membuat Samuel semakin dilanda kekhawatiran. Sebenarnya ada apa dengan Ananta?
"Enghh..." Ananta refleks menekan area perutnya. Masih ingat bukan kalau Ananta belum makan apapun dari pagi tadi? Bahkan dari hari sebelumnya. Yang masih ingat, Ananta hanya memakan nasi goreng sisa dari Hendra.
"Ugh!!" Ananta condong ke depan. Membungkukkan tubuhnya sedikit kedepan.
"Kenapa? Mual lagi, ya?" tanya Samuel dengan tangan mengusap lembut punggung bergetar Ananta. Ananta mengangguk lemah.
"Sabar. Bertahan, sebentar lagi kita ke rumah sakit." Samuel membawa tubuh Ananta ke dalam dekapannya. Berharap sedikit bisa mengurangi kesakitan Ananta.
Tidak lama setelahnya suara deru motor yang sangat Samuel kenali menggema dari kejauhan. Perlahan tapi pasti suaranya semakin mendekat dan cahaya terang dari lampunya mengisi temaram setiap sudut gang kecil itu.
Samuel melambaikan tangan dan berteriak memanggilnya. Pasti sosok itu akan dengan mudah menemukannya karna selasar toko ini cukup terbuka dan jelas terlihat jika ada orang yang lewat. Sialnya baru motor ini yang lewat di sekitar sini. Itu saja karna Samuel memang meneleponnya.
Setelah menepikan motor dan melepas helm full facenya, seseorang itu mengahampiri sahabatnya. Berjongkok guna menyamai posisi Samuel.
"Lo ngapain di sini?" tanyanya kemudian. "Dan itu ... Anak siapa yang lo bawa kabur?"
"Sembarangan lo, gue gak bawa dia kabur. Gue nemuin dia." Samuel merenggangkan pelukannya.
Bisa ia tangkap dengan jelas sosok kecil itu dengan wajah pucat dan mata terpejam. Athalla terlonjak kaget. Orang itu tidak asing baginya, "Ananta ..."
"Lo kenal sama dia?"
Athalla mengangguk. "Dia yang udah bikin Galang demam dan berani mabuk-mabukan. Kenapa bisa lo sama dia?"
Samuel membulat. Bagaimana mungkin anak sepolos ini membawa Galang ketempat yang tidak seharusnya mereka jamah. Itu sangat mustahil.
"Gue rasa lo salah paham, La. Ananta ini masih bocah dan lo gak tau kehidupan dia sebelumnya?"
"Maksud lo?"
"Udah lah. Kita gak punya banyak waktu. Ananta harus segera dibawa ke rumah sakit. Nanti gue jelasin di sana. Lo bisa bantuin gue?"
Samuel susah payah mengangkat tubuh Ananta berharap Athalla mau membantunya. Tapi nyatanya tidak,
"Jadi lo nyuruh gue kesini cuma buat nolongin bocah ini? Gak! Gue gak akan mau!" Athalla memalingkan wajah.
"Lo gila? Ini bukan waktunya buat lo mentingin keegoisan lo sendiri. Please tolongin gue bawa Ananta ke rumah sakit. Kalau lo masih benci sama Ananta, lo anggep aja ini demi gue bukan demi Ananta."
"Tapi..."
"Athalla. Gue mohon. Dan maaf... Kali ini gue menuntut lo buat balas budi ke gue. Please."
Balas budi?
Samuel memang sudah banyak menolong dan membantunya. Dan terakhir ini Samuel rela pagi buta untuk ke rumahnya meninggalkan istri tercintanya untuk menolong Galang yang tengah demam tinggi malam itu. Jadi apa masih bisa Athalla menolak bahkan mengacuhkan Samuel?
❤️❤️❤️❤️
Desiran angin bercampur aroma pertrikor melingkupi ketiganya. Membelah gerimis yang semakin gencar mengabsen tanah yang kering dan mengenai tubuh mereka. Melaju diatas motor Athalla dengan Ananta berada ditengah-tengah keduanya. Terpaksa Athalla harus memutar arah kembali lewat jalan raya karna jalanan gang tadi terputus akibat adanya perbaikan aliran got.
Dinginnya air yang berlabuh mengenai kulitnya membuat Ananta refleks mencari kehangatan. Memeluk erat pinggang orang yang ia senderi sedari tadi.
Nyaman. Itu hal yang Ananta peroleh dari pelukan itu. Tapi ini tipe nyaman yang berbeda. Harumnya seperti sosok sang ayah yang ia rindukan kehadirannya. Dalam pejam Ananta mendapat bayangan itu. Sosok berwibawa dengan senyum tenang tengah merengkuhnya. Menyalurkan kasih sayang yang lama tak pernah tersampaikan. Menguapkan rasa sakit yang sedari tadi makin merambat menyeluruh ke bagian tubuhnya.
Athalla diam, masih tetap fokus ke jalanan yang sedikit lenggang. Akan tetapi gemuruh di dadanya seolah mengganggunya. Membuyarkan konsentrasinya dalam sekejap.
Tangan kecil yang memeluk pinggangnya begitu erat. Menyuarakan sakit yang seolah tersalur lewat rematan pada jaket miliknya. Selalu rasa ini yang Athalla peroleh tiap dekat dengan Ananta. Dari dulu, dari awal dia penasaran dengan sosok Ananta dan sampai saat ini.
Rasa hangat membelenggu batinnya. Bayangan sang adik-Gian-selalu menari indah di otaknya.
Sekilas harinya bersama Gian kala itu datang. Membuncah tangis yang mati-matian ia tahan. Senyum kecil itu, tangan kecil itu, pipi gembilnya, dan mata bulatnya. Begitu terekam jelas dalam ingatannya.
Lalu, jika bocah ini adalah Gian ... Lalu apa buktinya? Hendra tak mengatakan apapun mengenai Ananta. Hanya Galang, itu kata Hendra.
"La, harusnya kita belok ke kanan. Itu rumah sakitnya!" Samuel menepuk pundak Athalla cukup keras sampai rasanya panas.
Athalla tersentak, lalu menghentikan laju motornya.
"Apa?" tanyanya dengan raut kebingungan.
"Lo ngelamun?"
"Buruan. Ananta udah pingsan," sambung Samuel panik melihat Ananta yang sudah terkulai lemas diatas motor.
"I-iya, sorry."
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Parashit!
Fiksi RemajaUp ulang "Kapan aku bahagia?" "Setelah kamu mati. Kebahagiaanmu menanti diujung sana." ®Sugarcofeee