24. He said, "just pregnant".

5.7K 279 20
                                    

Warning!!! A little bit mature content. 🐈🐈🐈

***

Sudah satu bulan lamanya Serly setia mengikuti Dimas. Bahkan ia tak merasa malu ketika harus datang ke kantor milik lelaki idamannya itu. Dimas diminta sang ayah untuk menjadi direktur di perusahaan akuisisi dari perusahaan mereka. Mereka bergerak dibidang garmen.

Serly datang ke kantor Dimas sesaat setelah pria itu berangkat. Jika dengan cara jalang Dimas tak bisa didekati, maka Serly akan coba cara yang manis, ala gadis baik-baik. Ya meski ia sudah tak gadis, tapi dirinya seutuhnya adalah milik Dimas. Oh biarlah, meski orang mengatainya gila dan bodoh. Kenyataannya memang seperti itu. Hanya sang mama yang mengetahui kegilaan putrinya itu. Mamanya sedih, Serly harus membuang semua hasil jerih payahnya dan kemampuannya hanya untuk mengejar lelaki yang tak mencintainya.

Serly itu cantik, pandai, dan memukau. Serly salah satu lulusan program master terbaik di Stanford, Inggris. Ia bisa mendapatkan beasiswa S2nya setelah menjadi dosen program D3 di universitasnya yang sekarang ini.

Bahkan dulu, Serly sempat menjadi model saat masih kuliah, meski bukan model profesional dan hanya untuk mengisi waktu luang serta mendapatkan uang sendiri. Serly yang dulu, berbeda dengan yang sekarang. Mungkin karena kepopulerannya ia jadi seperti ini. Mulai merasa sombong, menggampangkan sesuatu, dan meremehkan orang lain. Tak jarang Serly juga egois. Jadi tak heran banyak yang kurang suka pada Serly, apalagi orang yang baru mengenalnya.

Tapi tidak masalah, Serly tetap senang sekalipun hanya ada satu orang di dunia ini yang menyukainya. Asalkan dia adalah Dimas.

Serly masuk ke dalam kantor Dimas. Resepsionis pun nampaknya sudah biasa melihat Serly bolak-balik ke ruangan bos baru mereka.

Serly mengetuk pintu ruang kerja Dimas. Tapi Dimas sama sekali tak merespon. Najis betul dia dengan Serly. Tapi Serly bagaikan keong racun yang terus menempel padanya saat ia membajak sawah.

Entah, mungkin dia sudah gila ketika meniduri Serly saat itu. Dimas tengah dalam keadaan mabuk dan tiba-tiba Serly datang. Yang gilanya lagi, wajah Serly dan Lita nampak sama.

Karena tak kunjung dapat respons, Serly membuka sendiri pintunya. Dimas menghela napas, benarkan.. Orang itu Serly.

Dengan riangnya wanita bernama lengkap Serly Stephany itu menyodorkan tupperwer susunnya yang berisi makanan lezat. Buatan dirinya. Dulu selama di Inggris, ada teman baik yang mengajarkan Serly membuat bekal dengan kreasi menarik. Dan sekarang ia dapat kesempatan untuk mempraktekkannya.

"Dimas, aku tau kamu belum makan." kata Serly memecah keheningan.

"Dan lo berharap kali ini gue bakalan makan makanan yang lo buat?" sinis Dimas. Serly mengangguk.

"Makan ya.. Aku akan nunggu sampe kamu makan."

"Lo jadi orang bebal banget sih? Mulut gue sampe berbusa supaya lo tau kalo gue nggak tertarik sedikitpun sama lo."

Serly tersenyum tipis, "tapi yang ada di depan kamu sekarang adalah aku. Dan nggak ada orang lain." ucap Serly. Serly selalu dapat menahan amarahnya ketika ia berhadapan dengan Dimas, berbeda dengan Dimas yang tak segan meluapkan amarahnya. Apasih, Dimas itu merasa jijik dan kesal dengan Serly. Dia menyesal karena meniduri Serly, bukannya Lita. Dia merasa kotor, aneh bukan.

"Sesuka apapun kamu sama orang lain, tapi kalo kenyataannya dia nggak ada di depan kam--" Secepat kilat Dimas berdiri dan mencondongkan tubuhnya untuk meraih leher Serly. Dimas seperti berniat mematahkan leher Serly saat itu juga.

Serly memegang erat tangan Dimas. Ia merasa sangat sakit. Lehernya sakit dan ia sulit bernapas. Dimas tak segan-segan membuat Serly meregang nyawa dengan tangannya sendiri.

All My Heart [the END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang