26. Reset

4.8K 297 24
                                    

Warning!!! Mature content allert?! Be a wise reader. 🐶🐶🐶

***

Dimas terduduk di lantai. Ia menekuk kedua lututnya dan meletakkan kedua tangannya di atasnya. Pikirannya benar-benar aneh. Semenjak Serly pergi dari apartemennya waktu itu, tepatnya sudah seminggu lamanya, Serly tidak pernah menemuinya sekalipun.

Awalnya, Dimas merasa senang. Ia bisa kembali fokus untuk mengejar Lita lagi. Ia bisa menggapai cintanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Dimas merasa semuanya terasa hampa. Ketika ia memikirkan Lita, bayangan gadis pujaannya itu menjadi kabur. Tidak jelas dan sangat jauh. Perlahan, mulai muncul wajah Serly yang tersenyum ke arahnya.

Serly yang menangis karenanya, namun tetap bersedia memaafkannya. Tapi kenapa? Bukannya ia benci dengan Serly? Ia muak dengan wanita itu? Dimas tak mengerti. Dia tidak bisa mengenyahkan bayangan Serly.

Seminggu ini ia terus menyibukkan diri. Tapi saat sampai di apartemen, matanya akan otomatis melirik ke arah pintu apartemen Serly yang tertutup rapat. Serly juga tak pernah keluar dari sana. Seolah wanita itu memang tak pernah ada di sana.

Dan saat ini, entah apa yang merasuki diri seorang Dimas, ia berdiri dan berjalan keluar dari apartemennya. Ia menatap pintu apartemen Serly lama sekali. Bimbang hendak melakukan apa. Kemudian dia mengangkat tangannya. Perlahan namun tegas, ia ketuk pintu itu. Hingga seseorang membuka pintunya dengan senyum ramah di bibirnya.

"Dimas?" Serly terkejut. Ia sedang membuat makanan tadi saat tiba-tiba pintunya diketuk.

"Gu-gue--"

"Kamu mau makan? Aku lagi buat makanan." kata Serly segera memotong kalimat Dimas. Dimas tak mengiyakan, tak jua menolak. Tapi ia mengikuti langkah Serly yang masuk ke dalam.

Dengan kikuk Dimas duduk meja makan yang memang hanya muat untuk dua orang itu. Dia tak tahu harus mengatakan apa terlebih dahulu. Dimas melihat Serly yang lalu lalang sambil membawa makanan dan meletakkannya di depannnya.

Yang Dimas sadari, Serly agak berubah. Tubuhnya jadi lebih berisi, mungkin karena dia sedang hamil. Dan kenyataan itu membuat perasaan Dimas jadi aneh. Serly tengah hamil anaknya.

"Nah, udah siap. Ayo makan." kata Serly.

Ketika Serly memasukkan makanan ke dalam mulutnya, Dimas malah menatapnya tanpa berkedip, dan tanpa suara sedikitpun. Serly meletakkan sendoknya. Ia menghela napas.

"Kalo kamu mau nyuruh aku gugurin kandungan aku, aku nggak mau, Dimas. Aku udah berjanji, meskipun aku bukan wanita baik-baik, aku cuma perempuan ceroboh yang nyia-nyiain masa depan aku, tapi aku udah janji buat membesarkan anak aku." Serly merasakan matanya mulai memanas.

Selama seminggu ini, ia banyak berpikir. Mungkin ini adalah buah dari keegoisannya selama ini. Mungkin karena ia nakal dan senang mengerjai orang lain, bahkan Lita.. Mahasiswinya sendiri. Jadi Serly akan menerimanya, ia akan membesarkan anak ini sendiri.

Dimas terdiam, dia masih ingin terus mendengarkan suara Serly. Jika ia pikir lagi, betapa idiotnya dia karena merasa rindu dengan suara Serly. Padahal dia membencinya.

"Dimas, nggak apa-apa kalau kamu nggak mau liat anak ini. Aku nggak akan bilang kalau kamu ayahnya."

"Apa hak lo ngomong kayak gitu?" suara datar dan dingin yang keluar dari mulut Dimas membuat Serly terkejut. Tapi ia tersenyum maklum.

"Soalnya, aku nggak ingin kamu terganggu. Aku dan anak ini akan pergi, supaya kamu nggak terganggu."

"Lo mau nguasain anak ini sendiri?"

All My Heart [the END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang