Lita meringis. Habis dihantam pakai tangan Ethan, sekarang dihantam pakai badannya yang segede karung beras. Bukan cuma berat, tapi juga rasanya sakit gara-gara tulangnya langsung beradu dengan lantai marmer yang keras.
Ethan segera berdiri, dia membantu Lita berdiri juga. Ethan usap-usap kepala Lita yang tadi menghantam lantai juga.
"Sakit banget." ringis Lita.
"Maafin aku. Aku nggak tahu kalau kamu di belakang aku." kata Ethan.
Lita mengangguk. Ia berjalan ke arah sofa panjang dan duduk di sana sambil mengusap-usap kepalanya. Takutnya kan jadi benjol gara-gara tadi.
Ethan menghampiri istrinya tersebut dan memeriksa bagian belakang kepala Lita. Lumayan nyut-nyut nyoy rasanya di situ. Lita mencubit tangan Ethan yang memegang kepalanya terlalu keras.
"Udah ah, sakit jangan dipegang." kata Lita kesal.
Ethan mendorong punggung Lita ke pelukannya. Ya bener sih, pas diusap kerasa benjol kepala Lita. Jadi Ethan melepas pelukannya, mau ambil es batu kalau ada. Biasanya sih pasti ada di kulkas..
Ethan juga mengambil kain handuk, dia isi dengan es batu dan ditaruh di kepala Lita. Dulu nih ya, orang tua kalau anaknya benjol kepalanya malah dikasih abu panas dari tungku. Padahal itu sebenarnya tidak boleh, tapi kok ya bisa sembuh. Aneh bin ajaib pokoknya orang jaman dulu itu.
"Gimana? Masih sakit?"
"Mendingan sih." Lita mengusap lengannya juga. Jatuh ditimpa badak bercula tiga ini sakit sekali. Mana jauhnya langsung gedebuk, keras dan sangat tidak manusiawi lagi.
"Nggak gagar otak kan?" tanya Ethan. Akhirnya kepala Ethan ditampol Lita, "sembarangan kalo ngomong." semprot wanita itu.
"Ya kan siapa tau."
"Kakak lanjutin lagi aja nyopotin tirainya. Aku mau ngecek anak-anak."
Sepeninggal Ethan, Lita kembali ke kamar si kembar. Dua anaknya itu tumben bisa anteng dalam waktu lama. Biasanya udah histeris setiap beberapa menit sekali. Kalau tidak ingat sudah beranak pinak begini, Lita pasti masih seperti anak kecil. Manja, suka cari perhatian. Apalagi kalau sama mama dan papanya.
Suara Lita kalau sudah merayu mama dan papa pasti auto jadi kayak anak kecil. Suara imutnya itu entah kenapa tidak bisa hilang walaupun sekarang sudah umur hampir 23 tahun.
Dalam hati dia gemas sekali dengan dua anak kembarnya itu. Pengen cubit tapi nanti malah bangun. Bisa gonjang-ganjing otaknya gara-gara tangisan si kembar. Karena lega melihat dua anaknya tidur dengan anteng, Lita keluar lagi. Dia mengecek pekerjaan Ethan. Udah kayak mandor dadakan.
"Kak, sebelah situ dicopot dulu."
"Yang mana?"
"Itu deket tangan kakak."
"Ya nanti dong, yang jauh dulu."
"Dibilangin sih.." Lita berjalan ke bawah tangga lipat itu dan hampir menarik celana boxer Ethan kalau pria itu tidak segara menahan tangan Lita.
"Apaan sih main tarik-tarik. Kalo kepengen tuh bilang." ucap Ethan, masih sempat pikirannya berpetualang.
"Idih, kepengen apaan? Cepet dicopot itu!" tangan Lita menunjuk-nunjuk pengait gorden yang ada di dekat tangan Ethan. Mau tidak mau, Ethan lepaskan juga itu pengaitnya.
"Minggir dong, yang. Aku nggak konsen kalo kamu disitu." protes Ethan sambil melihat ke bawah.
"Kayak ujian CPNS aja pake konsen segala. Ya udah aku pergi dulu. Mau kubuatin minum nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All My Heart [the END]
RomanceSEQUEL ALL MY FAULT {*Disarankan untuk baca cerita yang pertama (All My Fault) supaya kalian paham jalan ceritanya. Dan untuk mengobrak-abrik perasaan kalian, hehe.*) *** Tiba-tiba saja Lita terbangun di sebuah kamar seorang pria yang akan menikah d...