E S C A P E - 05

1.1K 62 33
                                    

Gais, komen yang banyak tapi maaf, jangan komen 'lanjut' or 'next' or 'ayo update lagi'. Jujur kadang aku ngerasa terbebani dengan yang ngomen gitu doang. Terlebih, hari ini, gila aku ngetik empat chapter, setara 16 halaman dan effortku nggak sebanding dengan kalian yang komen begitu aja. Maaf kalau kesannya aku gak menghargai atau berlebihan, tapi di sini kalian tentu paham banget bagaimana cara menghargai aku, kan?




"Jadi beneran, kalau hidup gue terlalu monoton?" Zharel balik bertanya ke kembarannya yang duduk bersebrangan dengannya di meja makan. Zharo, di edisi makan malam kali ini, entah kenapa, mau duduk bersebelahan dengan Tata, begitu juga dengan adik bungsunya yang aneh mau duduk bersebelahan dengan Zharo.

Kebetulan Zharo yang memang kelaparan, nambah dua kali pun kini sudah habis. Laki-laki itu membalikkan alat makannya seraya menyahuti Zharel. "Yaela, kemana aja, bang? Kenapa baru udah dua-dua lo sadar kalau hidup lo monoton?"

Arzha bertanya sambil menyeka bibirnya dengan lap. "Kenapa tiba-tiba, di acara makan malam begini kamu punya pikiran gitu, bang? Monoton gimana?"

"Terlalu datar gitu, pap," seloroh Zharo. "Abang kan, hidupnya datar terus lurus-lurus aja, kayak gak ada hambatan hidup. Kayak gitu namanya monoton lho, pap. Kalau Zharo, kan buat tantangan hidup, biar nambah pengalaman hidup."

Atha yang cukup lama diam, angkat suara. "Menurut mama, hidup abang... nggak monoton, kok," hibur ibu tiga anak itu pada anak sulungnya. "Nanti pun, di fasenya kamu bakal ngalamin tantangan hidup kamu sendiri. Selagi udah memang berusaha dan semuanya terwujud sesuai sama apa yang kamu inginkan seharusnya kamu bersyukur, Tuhan permudah jalan kamu. Mama juga dulu pernah sempat, di kepala mama ada pikiran kayak kamu." Lalu Atha melirik Arzha sementara suami Athaya itu yang dilirik tidak sadar jika sedang lirik. "Tapi waktu menikah, baru..."

"Baru apa, ma?" tanya Tata penasaran. "Waktu menikah mama kenapa?"

"Mama..." gumam Arzha pelan yang tentunya didengar Athaya sampai ibu tiga anak itu terkekeh pelan, lalu melempar senyum pada suaminya. "Awas aja."

Masih terkekeh pelan, Atha menyahuti perkataan si bungsu. "Semenjak aja mama udah nikah sama papa kalian, ya, hidup mama nggak monoton lagi. Banyak hal yang diluar apa yang udah mama usahain sama apa yang mama inginkan."

"Jadi sejak itu, hidup mamap, nggak monoton? Karena papa?" tanya Zharo dengan binar antusias yang sama seperti si bungsu Tata. "Jadi karena papa?"

Pertanyaan Zharo, entah kenapa membuat Arzha terkekeh. "Pokoknya asal kalian tau, hidup mamamu dari dulu sampai detik ini bahagian karena papa tau!"

"Halah bohong," cibir Zharo, terang-terangan. "Rugi kayaknya mamap pas akhirnya nikah sama papap tuh. Pasti awalnya mamap nggak mau sama papap."

Sontak Arzha membelalak karena perkataan Zharo. Dalam hati ia merutuki perihal, bagaimana bisa anaknya tahu. Tanpa bisa dicegah, memori tentang, Arzha serta papa dan mamanya datang ke rumah Atha, melamar Atha namun naasnya, di detik itu pula gadis yang akhirnya menjadi isteri dan ibu dari anak-anaknya secara mendadak pingsan—saking terkejut dan mungkin tidak mau menikah dengannya.

Lain dengan Arzha yang kaget Atha spontan tertawa kecang karena saking ngakaknya perkataan Zharo juga memori yang kembali diingatnya. Sebenarnya di sini baik Atha dan Arzha tidak pernah menceritakan perihal bagaimana awal mula mereka saling mengenal. Arzha pikir, itu sangat buruk dan anaknya jangan tahu.

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang