E S C A P E - 26

707 45 14
                                    

Namanya, Leona Indahsari. Zharel mengenalnya ketika mereka kelas empat SD. Hal klise. Leona adalah murid pindahan, dari Mojokerto. Menjadi anak baru di sekolah yang kebetulan, masuk di kelasnya Zharel dan Zharo. Semua orang di awal-awal antusias karena senang, mereka memiliki teman baru. Tapi, semua itu seketika lenyap ketika ternyata, Leona Indahsari yang mereka pikir indah sesuai namanya—ternyata tidak seindah itu. Setidaknya begitu bagi semua orang kecuali si kembar.

Mungkin, secara fisik, iya. Leona Indahsari tuli juga memiliki keterbasan di dalam berbicara. Anak perempuan itu tidak bisa berbicara jelas sehingga ketika dia baru kali pertama saja, saat perkenalan, langsung mendapat tertawaan banyak orang yaitu teman satu kelas mereka sendiri. Di saat semua orang tertawa, Zharel dan juga Zharo kala itu hanya bisa diam, karena sama-sama kesal dengan teman mereka.

Yang kala itu membuat Zharel bertanya-tanya, apakah Leona tidak tahu jika tadi saat dia perkenalan, sebenarnya dia sedang ditertawakan? Pasalnya, alih-alih si gadis kecil itu menangis, Leona malah tertawa bahagia, seakan-akan teman sekelas, senang dengan kehadirannya di kelas mereka serta mau berteman dengannya.

Benar saja, kala itu tidak ada yang mau berteman dengan Leona. Zharel dan Zharo yang menjadi teman gadis kecil itu sampai-sampai mereka jadi dijauhi teman mereka sendiri karena mau-maunya saja, berteman dengan orang cacat. Kala itu, si kembar tidak peduli mereka jadi dijauhi karena yang penting, Leona punya teman.

Semuanya masih baik-baik saja. Sampai pada waktu kenaikan kelas, ada hal yang tidak mengenakkan terjadi. Hal mengenakkan di kala Zharel dan Zharo waktu itu tidak ada di samping Leona karena mereka harus izin pergi ke luar kota, di waktu itu, Leona yang harus sendirian di sekolah ternyata malah dibully habis-habisan.

Si kembar tahu, dari wali kelas mereka. Begitu mereka masuk, Leona, sudah tidak ada. Guru-guru juga tidak begitu tahu Leona pergi ke mana. Atau mungkin di satu sisi berpikir Leona pergi selamanya, mengingat kala itu, Leona dibully, sangat-sangat parah. Pihak yang bersangkutan dari pembullyan Leona ini sudah dihukum.

Hingga sampai detik ini, Zharel dan Zharo tidak tahu ke mana Leona pergi.

Leona Indahsari pergi begitu saja tanpa jejak, yang masih belum ditemukan.

"Gue tau lo mungkin kaget," celetuk Zharo, di tengah hening yang hadir ada diantara mereka cukup lama. "Gue tau, lo mungkin juga heran. Karena gimana bisa, gue tau. Tapi, waktu SMA, gue nggak sengaja nemuin surat buatan lo di album foto masa kecil kita. Terus surat itu untuk Leona. Lo bilang, lo suka sama dia di sana."

Ceroboh, Zharel bodoh kalau dulu dia menaruhnya di album foto. Lucky, di sini Zharo yang melihatnya. Apa kata, kalau mama dan papanya melihatnya coba?

Untuk satu ini, Zharel memang tidak mengatakannya pada siapapun. Karena dia merasa kalau kala itu, mungkin sukanya pada Leona yang dia tulis di surat, tidak begitu serius. Dia yang masih anak kecil, kala itu berpikir, suka itu hanya ungkapan-ungkapan suka selayaknya dari dia untuk Leona, sahabatnya. Suka, kepada teman.

Tapi andai kata dia tilik lagi setelah dewasa, pada kenyatannya suka kepada teman sendiri itu memang ada, kan? Banyak yang suka pada teman sendiri. Menjadi cinta, mereka memutuskan berkomitmen dengan menikah dengan teman sendiri.

Dirinya masih anak kecil saat itu. Apakah hal itu bisa dianggap sesuatu yang serius? Terlebih, Leona pun sekarang entah pergi ke mana, dia juga tidak tahu.

"Nggak usah munafik, lo pasti suka beneran kan, sama dia? Gak aneh, kalau anak kecil kelas empat SD suka sama sahabatnya sendiri," ujar Zharo yang kembali, memecahkan keheningan diantara mereka. Diam-diam ia tersenyum melihat Zharel yang kembali melamunkan hal itu. Oleh karena itu, Zharo tidak habis pikir jadinya.

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang