E S C A P E - 16

792 56 50
                                    

Kalian bosen ya, kalau aku update Escape setiap hari?

Chapter kemarin menurutku agak gereget tapi kalian kayaknya gak rasain hal yang sama

Mungkin aku gagal bawa suasana di Escape

Kata kalian aku mending update setiap hari mumpung libur

atau

update sesuka aku aja, kayak kebanyakan author lain?





"Teman satu bimbingan dosen apa gimana?" tanya Arzha yang tentu masih penasaran dengan siapakah anaknya akan mengerjakan skirpsi bersama. Mungkin... bagi sebagian anak laki-laki akan terdengar payah kalau ditanyai sebegini protektif oleh ayah mereka sendiri. Tapi tidak bagi Zharel dan Zharo, karena mereka, tak ada pemikiran seperti itu. Bahkan detik ini Zharel terciduk Arzha pun, masih tak ada.

Zharel berdeham canggung. "Bukan, pah. Teman se-kelas Zharel, kebetulan skripsi dia sama Zharel saling membangun dan ada kaitannya. Makanya dia pengin ngajakin gadang ngerjain skripsi bareng sekalian, Zharel juga diskusi sama dia."

Keputusannya untuk pergi, ada di tangan ayahnya sekarang. Jika dengan ini, Arzha masih tidak mengizinkan, maka Zharel akan menurut dengan tidak pergi. Ia sudah cukup berbohong pada papanya. Jika Arzha tidak mengizinkannya makan dia masih dikasih kesempatan untuk tidak terus berbuat dosa dengan berbohong, lagi.

Arzha menghela nafas tiba-tiba dan mengangguk di dalam kegelapan. "Jadi, harus banget diskusi di malem-malem begini, Zharel?" tanya Arzha memastikan.

Seketika, Zharel merasai kikuk. "Eh, kalau papa, ngizinin Zharel." Laki-laki itu terkekeh pelan, untuk memecah canggung. "Kalau papa gak kasih izin, mungkin, Zharel bisa bilang ke temen Zharel biar lain waktu aja mungkin kita diskusinya."

"Memang nggak bisa besok di kampus?" tanya Arzha skeptis. "Kamu besok bimbingan juga, kan? Habis kamu bimbingan mungkin kalian bisa diskusi, kan?"

"Nggak bisa, pah. Teman Zharel besok mau ke Jogja, kakaknya mau nikah," ujar Zharel memberi penjelasan yang sebenarnya alasan. Jika tidak ada Arzha, ingin sekali laki-laki itu memukuli bibirnya sendiri yang begitu lemes berbohong lagi.

Sangat paham kalau pertanyaan terakhir papanya itu sebagai tanda kalau dia keberatan dengan Zharel yang keluar malam-malam begini. Tetapi dengan luwes si lidah tak bertulang, lagi-lagi sudah mengucap kebohongan seakan itu bukan dosa.

Cukup lama Arzha terdiam sampai helaan nafas terdengar. "Ya udah..."

Gumaman pelan papanya, membuat dahi Zharel mengerut. "Ya udah apa?"

"Ya udah, papa kasih izin," tandas Arzha pada akhirnya. "Besok kamu balik lagi ke rumahnya jam berapa? Malem lagi, masih mau diksusi, sama temenmu itu?"

Buru-buru Zharel menggeleng. "Zharel usahain abis Ashar, udah balik."

Arzha mengangguk. "Hati-hati, son. Nanti pagi, biar papa yang bilang, sama mama dan adik-adik kamu, biar mereka gak heran kenapa kamu pagi ini gak ada."

"Zharel, bakalan chat juga di grup, pah," sahut Zharel. Grup yang dimaksud, adalah grup yang terdiri dari mereka berlima, keluarga inti Arzha. Semenjak, semua anak Arzha memiliki ponsel, Arzha memang sengaja membuat grup keluarganya.

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang