E S C A P E - 45

796 50 60
                                    

Malam tadi meski keadaannya tidak bisa dibilang baik-baik saja, entah tidak tahu bagaimana, perempuan itu merasa tidurnya nyenyak sekali. Scarleta bermimpi bertemu mamanya dengan gaun putih cantik, mimpi yang sudah lama tidak hadir di setiap tidur malamnya akhir-akhir ini. Mungkin itu asalan kenapa tidurnya nyenyak.

Terlebih ketika dia membuka mata, Zharel duduk di pinggir ranjangnya, dia tengah menatapnya lurus seraya tersenyum tipis—Ya Tuhan, kenapa pagi ini serasa indah sekali. Memimpikan mamanya, lalu laki-laki yang dia cintai, sudah di sini.

"Tidur lo nyenyak, Le?" tanya Zharel masih dengan senyuman tipis yang di wajah rupawannya, wajah yang entah kenapa, terasa berbeda namun tampan di mata Scarleta saat ini. "Ayo bangun, kita harus cepet pergi dari sini, Le. Gue, sama lo."

Mau tidak mau Scarleta bangun dan mengusap wajahnya yang pucat. Dalam hati, Scarleta memuji dirinya sendiri karena tidak ceroboh. Tisu bekas mimisan tadi malam, alih-alih dibuang ke tempat sampah, Scarleta buang ke toilet dan dia flush.

"Memangnya, kita mau ke mana?" Setelah kemarin Zharel mengajaknya ke sini, akan mengajak ke mana lagi laki-laki itu. Akan escape ke mana lagi mereka?

Tapi, Zharel tidak menjawab. Laki-laki itu hanya tersenyum. "Pokoknya, lo pergi sama gue. Gue tetep sama lo, kita sama-sama ke tempat yang aman buat kita."

***

Kadang Alvin punya pikiran kalau hidup tidak akan menjadi sempit dan bisa menjadi selucu itu. Selepas sambungan teleponnya dengan Zharel selesai, tanpa dia pikirkan bagaimana keadaan keponakannya di sana sudah tidur atau belum, Arzharo salah satu keponakan yang cukup dekat dengannya langsung ia telepon. Mengingat, Zharo adalah adik kembarnya, tentu Zharo akan lebih tahu permasalahan Zharel.

"Bang Zharel ngebohongin papa dan keluarga selama ini. Dia deket sama perempuan dari Omegas namanya Scarleta, bawa narkoba, dan aku diem-diem tau kalau saat ini papa dan antek-anteknya mulai cari mereka meski papa ngasih waktu ke abang tiga jam untuk ke rumah sakit jengukin mama, tanpa bawa cewek itu."

Ketika Zharo bertanya mengapa Om Alvinnya bisa tahu ini Alvin mengelak.

Alvin berdalih, kalau dia hanya ingin tahu kabar keponakannya serta sangat-sangat tidak menyangka jika keadaan bisa menjadi sekacau itu. Arzha dan Arzharel, ayah dan anak sulung itu kini masing-masing berubah jadi musuh dalam selimut—sama-sama sudah mengatur rencana mereka secara diem-diem, like father like son.

Arzha yang memang sudah mulai bergerak mencari Zharel, Zharel yang saat ini juga sudah bergerak untuk membawa Scarleta pergi asal berada di pantauannya.

Di sini yang menjadi pertanyaan Alvin, apa Arzha tidak tahu, jika anak yang dibanggakannya itu jatuh cinta dengan anak perempuan, mantan tunangannya? Apa kabar Stefie di sana? Apa perempuan itu tahu anaknya terlibat kisah cinta rumit?

"Vin, kenapa kamu belum tidur?" tanya Keya yang tiba-tiba terbangun. Dia terbangun karena merasa ranjang di sebelahnya dingin, benar saja suaminya masih betah di meja belajarnya, menulis sesuatu yang menjadi inspirasinya. "Ayo tidur."

"Aku nggak bisa tidur di keadaan kayak gini, Key," jawab Alvin cepat. Pria itu menggelengkan kepalanya, hampir menangis. "Key, kamu percaya nggak, kalau hidup bisa jadi selucu tapi bisa jadi seberantakan ini juga? Kamu percaya, Key?"

Keyra yang mendapat pertanyaan cukup serius dari suaminya, mengerutkan dahi. Dia tahu, ada yang tidak beres di sini. "Alvin, what's wrong? Mau ceritain?"

Laki-laki itu menoleh ke arah Keya dan saat itu air matanya luruh. "Percaya gak, kalau yang dulunya berlimpah kehangatan sekarang, berlimpah kedinginan dan benang merah yang dulunya keputus malah kehubung di situasi yang sayangnya itu salah? Benang merah yang sayangnya kehubung juga di waktu yang salah, Keyra."

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang