E S C A P E - 39

757 61 21
                                    

Maaf PHP yorobun, kemarin badan aku agak gak fit, jadi mutusin buar tidur lebih awal.


Happy Reading ;)



Hari ini ia tidak punya kegiatan atau agenda apapun. Akhir pekan seperti ini mungkin bisa saja dia mendapatkan pekerjaan—tapi sekarang sudah tak lagi, karena perempuan itu sudah mengundurkan diri tadi malam, keputusan yang tidak ia sesali. Malah, Scarleta merasa lega sampai sehabis sembahyang, perempuan itu tidur, agak lama, karena baru bangun jam sebelas malam akibat kelelahan. Begitu bangun tidak lupa dia langsung mandi. Niatnya, hari ini dia akan mencari lowongan pekerjaan di internet. Pekerjaan supaya dia bisa memenuhi kebutuhan hidup dan hutang mama.

Meski lepas dari Omegas, nyatanya Scarleta ingat benar jika ia masih berada di dalam bayang-bayang hutang mamanya. Andreas tidak akan selepas itu padanya.

Di tengah keseriusannya, mencari pekerjaan di internet, pekerjaan part time, supaya dia bisa menyeimbangkan antara fokus kuliah dengan pekerjaan, ponselnya berdering dan menampilkan nama Zharel pada layarnya. Menurutnya ini hal aneh—karena tadi pagi saja laki-laki itu mengantarnya, mereka masih bertemu tadi pagi.

Hal wajar, rasa penasarannya jauh lebih menang. Scarleta mengangkat, pada durasi beberapa detik kemudian, baru Zharel berkata pelan. "Le, lo ada di mana?"

Pertanyaan singkat yang membuat Scarleta jadi semakin bingung. "Gue ada di kosan, kenapa pake nanya gue ada di mana? Gue yang dianterin lo kan, tadi."

"Bego," umpat Arzharel lirih yang sayangnya masih bisa Scarleta dengar di detik itu juga, perempuan itu, terhenyak. "Gue, minta tolong lo, boleh?" Belum ada perempuan itu bertanya, Zharel sudah bicara lagi. "Bukan minta tolong, tapi gue di sini mau nyuruh lo dan lo, nggak punya waktu buat nolak dan ngajak gue debat."

"Gue nolak, karena punya alasan. Gak ada orang yang tiba-tiba nolak nggak ada alasan." Satu sisi, yang tidak dia sukai dari Zharel, meski kenyatannya, Scarleta, menyanyangi laki-laki itu sangat yang mungkin tak dia ketahui juga sebarapa dalam dan seberapa jauhnya itu. "Lo selalu maksa gue, tanpa kasih alasan yang spesifik."

Terdengar helaan nafas berat di sebrang sana. "Siapin ransel dan bawa apa-apa perlengkapan yang butuhin selama kita pergi, sekarang juga, jangan bantah."

"Zharel!" Scarleta, tidak menerima sisi Zharel yang begitu mengaturnya ini. "Lo nyuruh gue begini, begitu, sekarang disuruh siapin ransel emang ke mana?"

Arzharel seketika terhenyak. Nyatanya, perempuan itu benar. Dirinya kerap kali memaksa Scarleta begini dan begitu, meski tahu benar jika perempuan itu tidak suka jika diperlakukan begitu. Menarik nafasnya sejenak di situasi sekarang, dia tak punya pilihan lain selain cepat dan juga pergi—harus dengan Scarleta bersamanya.

"Kalau gue bilang, gue diusir dari rumah, gak cukup buat lo nurutin gue?"

***

Zharel bilang dirinya diusir dari rumah dan laki-laki itu akan menjemputnya pada pukul sebelas malam di depan gang, untuk menghindari kecurigaan dari semua penghuni, di kosannya Scarleta. Pilihan yang tepat, tapi entah kenapa, Scarleta tidak punya kuasa untuk tidak menuruti apa kata, laki-laki itu. Sesuka itukah dirinya?

Katanya, Arzharel diusir dan mereka harus pergi. Kalimat yang membuat ia sampai di detik ini merasa penasaran setengah mati, mengapa bisa laki-laki itu... di dalam pikirannya, anak sebaik-baik Zharel, tidak mungkin sampai diusirkan? Sebab merasa tidak mungkin, bohong jika Scarleta tidak merasa penasaran akan hal itu.

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang