E S C A P E - 23

713 56 49
                                    

Gais, BLAM satu juta pembaca. Gils, aku masih nggak nyangka TT.






Mama Tersayang

Zharel, ini udah jam lima. Kemarin bilangnya mau pulang waktu Ashar, kan?

Zharel menghela nafasnya pelan. Ini semua, salahnya sendiri. Dikirim pesan begitu oleh mamanya membuat Zharel gusar juga merasa sangat bersalah. Kemarin, dia mengatakan pada papanya akan pulang Ashar tetapi, ketika waktu bahkan sudah menunjukkan petang, Zharel masih berada di kosannya Scarleta, tertahan pulang.

Scarleta sendiri di kamarnya sibuk mondar-mandir tidak jelas. Jujur saja dia yang melihatnya saja pusing sendiri. Dirinya yang tertahan tidak bisa pulang, malah perempuan itu yang kelabakan sendiri, pikir Zharel heran. Zharel memang khawatir dan kalut sendiri, sampai-sampai dikirimi pesan oleh mamanya begini. Tapi, dia tak mau menunjukkan kepanikannya yang jadi membuat perempuan itu makin panik.

Helaan nafas Scarleta terdengar beberapa kali di kamar kosannya yang tidak sebegitu besar ini. "Rel, sumpah lo nggak bisa keluar sekarang dari kamar gue..."

Dalam hati, sudah yang kesekilan kali juga dari jam tiga sore—Zharel sudah membenarkan itu. Perkataan itu, pasalnya sudah berkali-kali Scarleta katakan. "Iya, gimana lagi daripada gue jadinya nekat?" gumam Scarleta berusaha untuk santai.

Perempuan itu membelalak mendengar gumaman Zharel. "Gila aja, Zharel! Lo mau nekat dengan santainya keluar dari kosan gue sementara penghuni kos lain lagi di tengah-tengah ngerumpi? Belum lagi di luar kos banyak anak kecil sama ada emak-emak juga yang lagi nyuapin anaknya sambil ngasuh? Nekat bener sumpah!"

Alasan utama Zharel tertahan tak bisa pulang ialah, karena apa yang barusan Scarleta katakan. Sangat gila kalau Zharel dengan santai juga entengnya, keluar dari kamar kosan Scarleta, menyapa siapapun yang dia lihat. Bisa saja Zharel nekat, tapi, sayangnya dia masih ingin hidup bebas dari berita media yang pasti mencekiknya.

Lagi-lagi, Zharel menghela nafasnya. "Kosan lo kalau sore-sore begini biasa rame begitu memangnya?" tanya Zharel penasaran. Saking ramenya, dari kamarnya Scarleta saja, dia bisa dengar jeritan anak kecil dan gibahan teman kosan Scarleta.

Andai waktunya tidak kepepet, Zharel tidak akan mempermasalahkannya.

"Harusnya lo tadi keluar bareng sama gue sekalian gue bimbingan," gumam Scarleta seraya mengusapi wajahnya frustasi. "Gini nih, kalau lo gak nurut ke gue."

Sebelah alis Zharel terangkat, tidak terima. "Mana gue tau, kalau sore begini kosan lo bakalan rame. Gue nggak salah, karena lo sendiri gak bilang dari awal."

Sahutan Zharel yang benar, sangat telak membuatnya mangut-mangut. "Ya, gue gak keingetan, karena biasanya momen-momen kayak begini tuh jarang tau!"

Lalu mereka terdiam, cukup lama. Diantara kekalutan dan kegusaran kedua orang dengan dua kepala, yang sama-sama keras itu, keheningan diantara mereka—buyar—karena ponsel Zharel berdering menampilkan, 'Mama Tersayang' di layar.

Scarleta sontak menoleh melihat laki-laki itu. "Rel, itu siapa yang nelepon?"

"Nyokap gue," sahut Zharel singkat sebelum mengangkat teleponnya. "Yap mama, halo? Assalammualaikum?" sapa Zharel seakan tidak ada apa-apa di sini.

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang