E S C A P E - 37

650 55 54
                                    

Buat yang komen, makasih banget. Maaf belum sempet bales ya.





Baru kali pertama dalam hidupnya, Zharel merasa takut hanya karena masuk ke rumahnya sendiri. Jika kemarin pulang merupakan sesuatu yang dapat membuat dirinya lega juga nyaman, kali ini, pulang justru membuatnya terasa sesak, tercekik, sakit karena teringat kesalahannya kali ini sangat-sangat fatal, super fatal sekali.

Jam lima pagi baru pulang ke rumah setelah tiga hari tanpa kabar juga tanpa ada bilang, pada siapapun, perihal dia ke mana, apa yang dilakukan. Zharel tak tahu, apakah orangtuanya sudah di rumah atau belum. Arzharel bahkan tidak bisa sekedar membayangkan bagaimana respon papanya, mamanya dan juga kedua adiknya.

Begitu dia masuk melalui pintu utama, sepi tidak ada siapapun. Para pelayan mungkin masih baru bersiap bekerja, mengingat ini saja baru adzan Shubuh. Zharel bersyukur, setidaknya dia tidak ditanya-tanya apapun lagi ketika dia sendiri tak bisa untuk menyiapkan jawaban apa yang akan orangtuanya berikan padanya, hari ini.

Dengan menggunakan elevator, Zharel naik ke lantai tiga ke kamarnya. Satu hal yang harus dia lakukan sekarang adalah mandi dan sembahyang, berharap suatu beban ruwet dalam kepalanya mendadak pecah dan hilang bagai buih disiram air.

***

"Zha, gue minta maaf. Zharel nggak ngelakuin apapun tapi gue liat, dia ke Omegas sama Scarleta, mereka sempet makan sebelum akhirnya Zharel nganter itu cewek ke kosannya. Gue pikir biasa aja, tapi setelah cewek itu masuk, gue liat, anak lo ngeluarin sesuatu dari saku jaketnya dan agak nggak nyangka kalau itu shabu."

Selama 22 tahun dirinya menjadi orangtua, Arzha mungkin seperti ayah lain yang mengharapkan anaknya tumbuh menjadi anak yang sempurna. Tetapi kembali pada kodrat, manusia tidak ada yang sempurna. Maka, Arzha selalu berdoa di dalam sujud sembahyang, berharap anaknya dapat tumbuh dengan baik dan selalu terjaga.

Arzharel Keenandrey Rifai, anak sulungnya memang terlahir dengan baik—sampai Arzha selalu merasa aneh perihal anaknya yang satu ini, tidak pernah seperti adik kembarnya yang baik tapi selalu buat ulah sampai terkadang dia pusing sendiri, tidak seperti anak bungsunya yang agak egois, manja dan juga suka memonopoli.

Arzha pikir itu biasa saja, mungkin anak sulungnya memang seperti itu.

Tetapi begitu mendengar apa kata Jo tiga jam yang lalu, rasanya Arzha tidak bisa lagi menahan amarahnya karena ternyata anak baik yang diharapkannya, sudah berubah menjadi selepas dan seliar itu tanpa dia sadari, bahkan tanpa dia curigai.

Tidak memungkiri jujur saja, Arzha merasa gagal dan kecolongan sebab dia telalu melepas sampai akhirnya kecolongan—Zharel bertindak di luar batasannya.

Kata Jo, anaknya sudah pulang ke rumah. Isterinya kelihatan merasa lega di saat dirinya bilang, kalau mereka akan pulang pagi ini juga. Sengaja, Arzha tak mau memberitahu Zharo dan Tata kalau sebenarnya kakak mereka sudah pulang. Seperti yang dia pikir, mungkin pelayan di mansion juga tidak tahu kalau Zharel pulang.

Sengaja, Arzha juga tidak memberitahu kalau sebenarnya Arzharel pulang.

Meski tahu Athaya merasa sedih, tetapi dirinya yang sudah kepalang hancur ini tidak bisa menemukan cara apa yang dapat membuat mereka berbaikan lagi. Dia bahkan masih mengabaikan Atha, sebagaimana saat mereka pergi, Atha juga begitu. Bukan dendam, tapi Arzha takut jika dia memancing permasalahan lain di saat anak pertamanya, adalah pemicu semua masalah ini. Seketika Arzha merasa bingung.

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang