E S C A P E - 03

1.2K 69 24
                                    

Gais, karena aku gak yakin besok bakalan update makanya aku bakalan update sekarang

Komen yang banyak





Perkataan Adrian entah kenapa tidak membuatnya tertarik. Tetapi sejak ia kecil, Atha selalu mendidiknya juga saudaranya untuk menghargai orang lain. Dia yang tengah mengunyah chiki-nya berdeham sebagai bentuk kalau dia persilahkan Adrian untuk memberitahunya apa yang katanya tadi ingin laki-laki tahu katakan.

"Lo memang nggak jenuh sama bosen apa, hidup lo lurus-lurus aja?" tanya Adrian lagi-lagi seraya terkekeh sehingga asap rokoknya itu keluar. "Santai aja sih Zharel, lo kayak dikejar apaan coba. Gue tanya, apa yang kurang dari lo, Rel. Gue juga semua anak di sini juga udah tau kalau lo manusia sempurna. Gak ada cela."

Laki-laki itu tidak senang, dengan perkataan Adrian. "Nggak ada manusia, yang sempurna. Gue harap lo sama anak-anak lain gak melebih-lebihkan karena di sini kita sama, kita di hadapan Tuhan itu sama," tegas Arzharel tak terbantahkan.

"Memang sama, tapi gini lho, Rel." Adrian mengetuk rokoknya di asbak-membuang puntungnya. "Realitanya aja, bokap lo yang punya Rifai. Udah bukan-bukan lagi jadi rahasia umum kalau lo pasti yang bakal gantiin bapak lo karena si Zharo kan, anak Komunikasi. Lo bakal mimpin Rifai, bro. Lo dari lahir aja emang udah kaya, nanti mimpin perusahaan, meski lo cowok gue ngakuin kalau lo ganss, pinter iya, cerdas iya, pengalaman organisasi banyak sampe BEM, IPK gede..."

Belum juga Arzharel menghentikan Adrian yang membagus-bagus dirinya Adrian masih terus saja nyerocos bicara. "Apalagi coba yang kurang? Lo anaknya alim, taat, kebanggaan keluarga lo sama jajaran dosen, nakal kagak dan ternyata lo beneran jomblo dari lahir. Gue tanya apa yang kurang dari lo Arzharel Rifai?"

Zharel yang kebetulan chikinya sudah habis tanpa sadar meremas bungkus chiki tersebut di dalam sebelah genggamannya. " Nggak usah ngomongin itu, Dri. Lo sebenarnya mau ngasih tau gue apaan? Gue kurang suka orang ngomong gitu."

"Baru mau gue omongin," kata Adrian sambil membakar batang rokoknya yang kedua. Sebelum menyesapi rokoknya, Adrian berdecak. "Gue tawarin rokok, lo nggak mau. Apa karena kita masih di kampus makanya lo nggak mau, Zharel?"

"Gue memang gak ngerokok," sahut Zharel tegas. "Adik gue yang bahkan, beda sama gue pun, nggak ngerokok. Papa gak ngajarin anaknya buat ngerokok."

"See, lo emang udah sempurna dari sananya," ucap Adrian di sela hisapan-hisapan rokoknya sampai asapnya mengebul-Zharel bahkan, sampai batuk tetapi si perokok aktif, tidak mempermasalahkannya. "Nggak semua orang, seberuntung, kayak lo dan keluarga lo, Rel. Akuin aja lah, kalau dari lo memang sempurna."

Tidak dia sangka, kalau ternyata Adrian semenyebalkan ini. Laki-laki itu... jadi agak menyesal mempersilahkan Adrian untuk ikut dengannya ke kantin. Tadi, lebih mending dan baik dia sendirian menunggu daripada mendengarkan Adrian.

Membukai bungkus chiki keduanya, Zharel tidak menanggapi perkataan si Adrian yang sebelumnya. Tidak ada topik atau kerjaan yang lebih penting apa jadi sampai-sampai Adrian mengatakan sesuatu tentang dirinya yang menurutnya tidak perlu dikatakan? Jujur, ketika orang lain suka mendengar, dia dipuji, dielu-elukan, dipuja-puja dan dikatakan sesuatu yang bagus tentang dirinya maka orang itu suka justru, Zharel kebalikannya. Arzharel tidak begitu suka dipuji berlebihan begitu.

Lain kasus jika Arzharo. Jika kembarannya itu dipuji, mungkin ia malahan akan merasa naik dan sombong dan dengan pedenya berkata, "Iya, gue tau emang kalau gue begini, begitu, begini, begitu." Itu Zharo, tapi Zharel berbeda, sangat.

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang