E S C A P E - 01

2.6K 96 23
                                    

Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Di waktu pagi yang normal ini, dia, sudah bersiap untuk pergi ke Kampus. Memakai celana jeans yang sopan, kaosnya yang berwarna abu-abu tertupi kemeja kotak-kotak biru-putih, ranselnya sudah dia sampirkan di sebelah bahu, topi baseball dengan muncung ke arah depan dan juga, dia bahkan sudah memakai sepatu sneakers-sudah benar-benar siap pergi.

Dia kembali mematutkan dirinya ke cermin, untuk mengeceki lagi, tentang penampilannya yang sudah sempurna dan ideal. Sosok itu tersenyum. Hampir saja dia lupa memakai arlojinya dan menyemprotkan parfum tiga kali semprot.

Setelah benar-benar lengkap, dia benar-benar keluar dari kamarnya.

Tepat ketika dia keluar dari kamarnya, pintu kamar di sebelah kamarnya-ikut terbuka dan menampilkan presensi yang sangat bertolak belakang dengannya. Sosok itu memakai, celana jeans hitam robek di bagian lutut, kaos oblong longgar, topi baseball dengan muncung terbalik, jaket yang terikat di pinggang, ransel laki-laki itu tersampir di sebelah bahu, papan skate di tangan kirinya.

Melihatnya, membuatnya tersenyum. "Yakin, gak akan diusir Pak Budi?"

Ditanyai begitu oleh kakak kembarnya, membuat Zharo meringis. "Kayak, lo nggak tau jawabannya apa aja, Rel," jawabnya kelewat cuek dan santai.

Ya, laki-laki kelewat sopan itu-Arzharel Keenandrey Rifai hanya mampu berdecak melihat adik kembarnya. "Udah tau Pak Budi itu dosen pelit nilai. Lo itu tetep aja ya, masih punya nyali buat ngebangkang. Di bawah, pasti papa ngomel."

"Papa ngomel pun, udah jadi makanan keseharian buat gue," jawab Zharo, lagi-lagi kelewat cuek. Ketika melihat penampilan Zharel, Zharo menggeleng, tak mengerti lagi dengan kakak kembarnya itu. "Masih gak bosen untuk jadi anak bae dan teladan, Rel? Gaya pakaiannya lo itu, kuno banget. Ketinggalan jaman..."

Zharel berdecak mendengar ejekan Zharo. "Yang ada gue tanya ke lo, Rel. Lo itu niat gak sih, mau bimbingan skripsi? Yang ada, sebelum bimbingan, duluan ditendang lo dari ruang dosen. Mau cepetan keluar dari kampus, kan? Makanya lo harus rajin-rajin bimbingan. Pake baju rapi biar nilainya nggak dikurangin, Ro."

Zharo misu-misuh mendengar perkataan saudaranya itu. "Sialan lo, Rel!"

***

Tata mendesah pelan melihat dua kakak kembarnya yang diam saja selama sarapan berlangsung. Mereka berdua, asyik makan roti dan tak ada yang berbicara atau setidaknya memulai pembicaraan, di meja makan ini. Ruang makan jadi sepi, karena dari mereka bertiga sama sekali tak ada yang bicara, khidmat ke makanan.

Gadis kelas dua SMA itu membuang nafas kasar setelah menelan makanan bubur ayam yang jadi menu sarapannya. "Jadi, yang anter Tata ke sekolah siapa?"

"Pak Ujo," celetuk Zharo di sela kunyahannya. "Minta Pak Ujo anter..."

Mendengarnya, Tata mencebik. "Abang, gak inget apa kata papa?"

"Kalau Tata harus dianter Bang Rel atau Bang Ro?" tanya Zharo lagi. Kini dia mengangguk, masih dengan mengunyah roti selai cokelatnya. "Inget, kok."

'Terus?" tanya Tata agak sewot. Memang harus pakai emosi jika berbicara dengan kakak keduanya ini. "Abang nanti dimarahin papa kalau gak anter Tata..."

"Tukang adu," rutuk Zharo acuh. "Terus aja aduin ke papa. Udah tau kalau ke kampus, gue naik motor. Bareng gue, nanti lo ngeluh rambut lo kusut lah, terus ngomel rambutnya acak-acakan, seragamnya bau apek sama asep knalpot..."

Gadis remaja itu mencebik. "Abang berangkatnya pake mobil-"

"Gak mau," potong Zharo cepat. "Macet, malesin. Gue, gak suka macet."

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang