Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Scarleta baru saja keluar dari kamar mandi dalam keadaan berpakaian lengkap sehabis mandi. Sangat-sangat gila kalau dia keluar hanya memakai handuk mengingat di kamarnya Zharel sama sekali belum pergi dari sini. Dan yang semakin membuatnya terkejut adalah—laki-laki itu bukannya bersiap mau ke kampus karena katanya mau bimbingan tetapi malah duduk santai, masih dengan laptop yang ada di pangkuannya, beralas bantal.
Scarleta melepas cepolan rambutnya, menuju kaca kecil di kamarnya. "Kata lo kemarin ada bimbingan jam sembilan. Mandi dulu sana, udah setengah sembilan, masih sempet-sempet aja nambah-nambahin bahan di skripsi lo," ujarnya sambil ia menyisiri rambut panjangnya. Scarleta sedang bersiap-siap berangkat ke kampus.
Zharel yang masih serius mengetik, hanya sekilas perempuan itu. "Tadi, gue dapet chat dari dospemnya di grup, kalau bimbingannya ganti hari jadi Kamis."
"Kenapa?" tanya Scarleta yang kini sedang menabur bedak bayi ke wajah.
Masih seraya mengetik, tanpa melihat Scarleta, Zharel mengangkat bahunya tanda jika dia tidak mempermasalahkan ini. "Ke luar kota, jadi pemateri di kampus sana. Biasa, makannya beliau ngebatalin bimbingan hari ini, gantinya jadi Kamis."
Setelah siap dan hanya tinggal mengambil ranselnya yang entah kenapa kini bersebelahan dengan ransel Zharel, Scarleta menghampiri laki-laki itu. "Terus? Jadi lo gimana?" Perempuan itu berdecak. "Gue mikirin gimana lo balik tanpa orang liat kalau lo di sini, gue jadi ke kampus soalnya. Kalau pas gue udah berangkat mungkin lo bakalan susah keluar dari kosan gue. Gue bimbingan jam sembilan, buruan cepet, lo mandi terus lo balik ke rumah lo, lanjutin kerjain skripsi lo di sana, Zharel."
"Lo beres bimbingannya, jam berapa? Nggak nyampe waktu Ashar, kan?"
"Jam duabelas juga kelar paling ngaret jam satu." Scarleta menjawab seraya menyampirkan ranselnya di sebelah bahu. "Memangnya kenapa? Cepetan mandi!"
"Lo berangkat aja sana," ucap Zharel cuek. "Nggak keberatan kalau gue ada di kosan lo sampe jam tigaan, kan?" tanya Zharel yang masih saja anteng mengetik.
Mendengarnya, Scarleta terperangah. "Ngapain lo di kosan gue, sampe jam, tigaan?" Scarleta berharap kalau tadi dia salah dengar. "Gak salah lo bilang gitu?"
Zharel mendongak melihat Scarleta yang berdiri di hadapannya. "Lo, sama sekali gak salah denger. Kalau lo gak keberatan gue mau nebeng nyicilin bab empat gue di sini, nanti jam tiga atau habis Ashar, baru gue balik ke rumah gue. Gimana?"
Mendengus, Scarleta memiringkan kepala karena tidak habis pikir. "Kalau-kalau gue bilang, gue sangat-sangat keberatan lo masih ada di sini, mau lo apa?"
Alih-alih tersinggung, Zharel malah tertawa. "Oh, makasih. Tapi gue tau, lo sebenarnya nggak masalah sama sekali gue masih ada di sini. Apa gue salah, Let?"
Skak, sebenarnya Zharel benar. Scarleta sebenarnya, tidak masalah, kalau di kamarnya masih ada Zharel. Pertemuan pertama mereka lalu malam ini laki-laki itu menginap di sini dan tidak berlaku aneh-aneh, sudah cukup membuat Scarleta yakin kalau Zharel tidak akan begitu lancang. Lancang di sini mungkin sampai berani, di kamarnya membuka-buka lemari atau apa. Jika masalah ponsel sebenarnya Scarleta tak begitu mempermasalahkan secara besar-besaran meskipun memang tak sopan.
"Gue bimbingan tiga jam atau lebih dan lo serius mau di sini? Nggak bosen? Serius Zharel, kalau gue udah berangkat, lo nggak akan bisa keluar dari kosaan gue. Gue nggak mau anak-anak kos lain, atau orang sekitar liat lo keluar dari kosan gue." Scarleta kembali menjelaskan siapa tau pikiran Zharel terbuka dan laki-laki itu mau, memikirkan ini dengan baik-baik. Maksudnya, kenapa tidak pulang saja, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE [I] (END)
Romance[RIFAI SEQUEL - I] (17+) Make me feel, us is forever... Munculnya Scarleta Amora Callsey, membuat hidup Arzharel Keenandrey Rifai yang lurus, serius, kaku dan mononton menjadi jungkir balik dan berantakan.