E S C A P E - 21

735 56 23
                                    

Niat Athaya, yang hendak memberikan piring makan siang untuk suaminya, kini teurung. Atha menoleh dan dia baru sadar jika Arzha tengah melihatnya dengan serius. Sejenak, Atha merasa dirinya butuh waktu untuk berpikir mengenai hal ini.

"Menurut kamu, gimana?" tanya Arzha memecah hening, diantara mereka.

Mata bulat Athaya mengerjap, beberapa kali. "Kamu, mau jodohin Zharel?" tanyanya sedikit ragu. Sebenarnya, Athaya cukup terkejut mengingat Arzha, sangat tidak pernah menyinggung topik pasangan untuk anak mereka. Apalagi tadi katanya suaminya ini, berniat mengenal anaknya dengan anak koleganya. "Arzha, kamu lagi gak ada sesuatu yang serius kan, sampai-sampai kamu nanyain topik ini ke aku?"

"Maksudnya?" tanya Arzha, dengan sebelah alis yang terangkat. Seakan dia baru sadar buru-buru Arzha menggeleng. "Kalau kamu berpikir aku ngenalin Zharel karena Rifai lagi ada problem yang mungkin dramanya kamu pikir kita kekurangan dana dan butuh bantuan dari Adibroto, nggak. Perusahaan baik-baik saja malah lagi, lagi meningkat lumayan pesat. Bahkan, tadi aku rapat aja ngebahan benefit Rifai."

Rasanya nafsu makan Atha menurun secara perlahan. Mungkin ini akan jadi terasa berlebihan tapi menurut Atha, ini cukup serius dan itu, menyangkuti anaknya. Bagi Atha, segala sesuatu yang berhubungan dengan keluarganya tak bisa sepele.

Terlebih, Atha pun bercermin dari pengalamannya. Dia dan Arzha juga, bisa bersama seperti sekarang memang karena perjodohan. Tetapi sejatinya, tidak selalu, perjodohan bisa berakhir bahagia. Arzha dan Atha beruntung karena memang sudah ditakdirkan dan Atha berpikir, bagaimana jika Zharel tidak seberuntung mereka?

Dan alasan Atha menanyakan itu, dia juga teringat kalau alasan awal kenapa Arzha menikahinya, agar bisa menjadi penerus. Cerita lama, yang kala itu memang, cukup menyakitkan baginya. Tetapi sekarang Athaya sudah menjadikan cerita lama itu sebagai hikmah dan pelajaran. Maka dari itu, tadi dia bertanya apa ada alasan.

Melihat kalau isterinya melamun dan memikirkan ini, Arzha tersenyum tipis dan merangkul Athaya. "Sayang, aku tau apa isi kepala kamu. Kita dulu, mengawali ini dengan cara yang salah meski akhirnya benar. Aku tau kalau kamu pasti sangat-sangat khawatir kalau pernikahan Zharel, nggak sebahagia kita pada akhirnya."

Atha berdeham dan tersenyum tidak enak. "Tunggu, Zha. Pertanyaan kamu, gak bisa aku pikir, kalau aku jawab sekarang." Melihat Arzha mengangguk, Athaya, kembali bicara. "Tapi, gimana ya, Zha. Aku justru malah berharap kalau anak-anak, bisa mendapatkan pasangan dengan mereka sendiri yang sama-sama saling cinta."

"Nggak menutup kemungkinan, setelah kita kenalin, Zharel cinta sama anak dari Pak Adibroto yang mau kita kenalin kan, Tha?" tanya Arzha terdengar merayu.

Membuang nafas pelan, Atha bertanya. "Aku sebelumnya nggak pernah ada ketemu sama anak-anak Adibroto. Dia katanya punya dua anak. Yang mau anaknya dikenalin sama Zharel itu yang mana memangnya dan dia kayak gimana, Zha?"

"Anaknya Adibroto nggak di Indonesia semua makanya kita memang nggak pernah liat selama ini, Tha," ujar Arzha menyampaikan alasannya. "Anak keduanya karena anak sulungnya memang perempuan tapi beda sepuluh tahun sama anak kita, terlebih udah punya anak juga." Diakhir kalimatnya Arzha tertawa renyah, namun... di topik percakapan yang seperti ini, mustahil bagi Athaya untuk bisa ikut tertawa.

Karena tahu Athaya tidak akan menanggapi, Arzha kembali menjelaskan.

"Nama anaknya Karina Novalda Adibroto. Dia seumuran sama Zharel, terus sama-sama lagi nyusun skripsi juga di Todai, jurusan Kedokteran. Selama hidupnya Karina di Jepang bareng neneknya. Makanya Adibroto sama isterinya sering banget bolak-balik ke Jepang karena memang harus nengokin anak mereka. Kakaknya juga nikah sama orang Jepang. Adibroto bilang, Jepang jadinya udah kayak keluarga."

ESCAPE [I] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang