Setelah berkali-kali diolok-olok oleh semua orang di kelas, Sofia membalikkan keadaan dengan kepintarannya yang luar biasa. Sekarang murid-murid di sana mengaguminya.
"Kali ini, kau hanya beruntung anak baru." kata Elizabeth—Dia yang menghina kedewasaan Sofia.
Jam pelajaran sudah selesai. Para murid pun sudah keluar dari kelas.
"Besok, aku tidak akan kalah darimu apalagi soal sejarah dan perhitungan." lanjutnya.
"Tingkahmu sombong seperti itu padahal sejarah Sungai Merah saja kau tidak tahu. Padahal itu sejarah dunia yang banyak diketahui secara umum."
"Aku bukan tidak tahu tapi lupa lagi."
"Bukankah itu sama saja?"
"Sudah tentu berbeda, kan?"
"Apapun yang kau ucapkan itu membuktikan kalau kau tidak belajar dengan benar." Sambar seorang anak laki-laki yang sebelumnya mengaku seusia dengan Sofia menghampiri kedua gadis itu. Dia bernama Albert.
"Apa maksudmu Albert? Aku tidak mau mendengar hal itu dari anak yang selalu kabur dari sekolahnya."
Albert tercekat, Elizabeth menusuknya dengan fakta yang menyebalkan.
"Diam kau Elizabeth, daripada menghinaku seperti itu lebih baik kau belajar dengan benar." jawab Albert dengan sikap yang tetap tenang.
"Ha? Aku tidak menginginkan saran darimu dasar Pangeran Tidak Berguna."
"Apa katamu!?"
"Hentikan kalian berdua!" ucap anak laki-laki yang sedikit gendut itu dan menenangkan mereka—namanya Ernest. "Kalian yang paling tua di tempat ini, bersikaplah seperti seorang senior."
"Kau bersikap seperti itu seolah saat awal kau tidak membuat keributan denganku." Ucap Sofia.
"Kakak yang cantik, aku hanya ingin memberi kesan yang tidak akan pernah kau lupakan."
"Lalu, apa dengan membuatku kesal adalah cara yang terbaik?"
"Nyatanya, keburukan selalu lebih lama teringat daripada kebaikan di ingatan manusia, Nona."
"Haha, benar sekali. Dan aku akan selalu ingat kejadian kau menghina usiaku padahal usiamu sendiri tidak sama dengan porsi fisikmu."
"Kau hanya salah menebak 2 tahun Nona. Umurku 10 tahun, tolong ingat itu."
"Kau anak 10 tahun yang sudah bersikap seperti laki-laki yang banyak omongnya." Elizabeth yang menjawab.
"Apa kau memuji keahlian berbicaraku? Ini adalah bakatku yang akan menjadi pedagang terkenal suatu hari nanti."
"Mimpimu hebat juga ya." Balas Sofia.
Ernest hanya tersenyum sombong.
"Baik anak-anak, waktunya pulang. Jika kalian ingin bermain, bermainlah di tempat lain. Tapi mungkin Albert tidak bisa melakukan hal itu ya." Alcott mendekati anak-anak itu.
"Pak Guru tidak boleh menyindir muridnya seperti itu." Protes Albert.
"Ya, sindiranku untuk mengingatkanmu agar cepat pulang."
"Cih!"
Albert mulai berjalan menjauhi tempat itu, ia harus segera pulang ke rumah sebelum isi rumah mulai sangat ribut.
"Hati-hati di jalan ya!" Ucap Alcott. "Ayo kalian pun harus secepatnya pulang ke rumah."
Elizabeth melirik Sofia, "Besok, aku tidak akan kalah." katanya lalu pergi berjalan dengan angkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1)Invisible Sin : The Girl Who Was Cursed (END)
FantasyCerita tidak akan dilanjutkan Peringkat #3 cursed tgl 28/11/19 ~~~~~~~~~~~~~~~~~ Aku terbiasa sendiri. Terbiasa mengalah. Terbiasa tersenyum. Hariku selalu kulalui dengan penuh kerelaan. Hingga suatu hari, seseorang datang kepadaku dan mengakui bahw...