Lily berjalan dengan membawa beberapa buku di tangannya. Dia berjalan sedikit terburu-buru menuju ruangan gurunya.
Setelah sampai di depan ruangannya, Lily menghela napasnya lalu mengetuk pintu. Tok.. Tok... Tok...“Ya? Masuklah!”
Lily masuk ke ruangan itu lalu berjalan mendekati gurunya yang sedang menulis laporan kegiatannya.
“Kau lagi? Mau berapa kali kau membicarakan hal yang sama?” Seorang laki-laki tua berkacamata dengan rambut panjang yang memutih itu mengeluh.
“Guru, saya ingin Anda memikirkan ucapan saya kemarin.” Balas Lily dengan wajah yang tegas.
“Sudah aku bilang, kita tak punya pilihan. Dia itu makhluk tak berdosa yang harus disucikan. Kita tidak punya cara lain selain menangkapnya.”
“Tapi Guru, mungkin ada cara lain untuk menyelamatkannya.”
“Lalu apa kau punya ide?”
Lily menggigit bibir bawahnya lalu berkata, “Dengan Batu Pengabul...?”
“Jangan bodoh!” pria tua itu sedikit menyentak. “Itu hanyalah dongeng belaka.”
“Tapi dulu bukankah ada iblis yang menggunakan benda itu?”
“Jadi apa kau ingin meniru kelakuan iblis itu?”
“Tidak, aku hanya ingin menggunakan hal itu untuk sesuatu yang baik.”
“Jika hal seperti itu saja digunakan oleh iblis, maka hal seperti itu adalah hal yang tabu! Mana mungkin aku mengizinkanmu melakukan hal bodoh seperti itu!”
“Tapi—“
“Cukup Lily, aku tidak mau mendengar alasan apapun lagi darimu. Lagipula ada apa denganmu? Padahal aku memilihmu ke sini karena kau adalah penyihir hebat dan cerdas. Tapi sekarang apa? Apa kau merasa bersimpati karena tinggal dengan manusia terkutuk itu? Padahal sejak awal kau tahu hal ini akan terjadi. Ada apa denganmu akhir-akhir ini? Kau tidak menurut sama sekali.”
Lily mengepalkan tangannya lalu menundukkan pandangannya ke bawah, dia menggeram karena kesal. “... Karena keluarganya memohon padaku.” Katanya dengan suara yang pelan.
“Ha? Apa?”
Lily mengangkat kepalanya lalu dengan tegas dia berkata, “Karena keluarganya memohon padaku karena itu aku tidak bisa melakukan ini!”
Pria tua itu berdiri dari duduknya, “Cukup! Kau mulai membangkang! Kau terlalu terbawa emosi! Hentikan omong kosong ini, karena apapun yang kau usulkan itu tidak akan menghasilkan apapun. Meskipun kemungkinan besar dunia akan hancur ketika kita melakukan ini, maka itu lebih baik daripada kita tidak melakukan apapun! Apa kau yakin semua akan baik-baik saja jika kita diam? Apa kau yakin ada hal yang lebih baik jika kita membiarkannya pergi berkeliaran di sana? Tidak! Justrtu jika kita diam saja semua orang di dunia ini akan mencarinya dan merebutnya!”
“Tapi dia bukan benda yang bisa dimiliki oleh seseorang!”
“Tidak Lily, dia memang bukan benda yang bisa dimiliki oleh seseorang dengan seenaknya. Dia senjata Lily. Senjata mematikan yang bisa merusak seseorang.”
Lily terdiam, tidak bisa berkata-kata. Dia menggeram namun tak bisa melakukan apa-apa.
“Keluarlah, aku sedang sibuk. Seharusnya kau berterimakasih karena aku masih belum mengeluarkanmu.”
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Lily keluar dari ruangan itu dengan sangat kesal. Dia menutup pintu itu lalu beridri di depan pintu itu dengan perasaan yang bercampur aduk.
“Bagaimana ini? Aku tidak tahu harus melakukan apa.”
Liy memeluk buku yang dibawanya lalu dia menjatuhkan dirinya ke bawah dan berjongkok di depan pintu itu.
“Tuhan, hentikan takdir konyol ini. Ini terlalu mengerikan untuk gadis kecil sepertinya.”
***
Beberapa orang berdiri di atas bukit melihat tempat untuk diawasi. Sofia berdiri di antara orang-orang itu.
“Apa rencana ini akan berjalan lancar?” Gumam Sofia.
“Hei! Percaya dirilah, strategimu itu tidak pernah meleset. Kau belajar cepat, kau sangat luar biasa.” Balas Dita.
“Terimakasih. Tapi aku tetap tidak merasa baik-baik saja meski kau memujiku seperti itu.”
“Tidak apa-apa, percaya dirilah.” Ucap Niegele, pria dengan rambut hijau dan mata yang senada dengan warna rambutnya. “Rencana ini akan berhasil. Setelah kita menyerang tempat ini, kita akan menyerang kota. Dan strategi ini mungkin memang akan membuat pihak kerajaan mulai waspada, tapi kita sudah memikirkan bagaimana ke depannya.”
Sofia menundukkan pandangannya, tapi dia merasakan firasat yang buruk, dia merasakan hatinya mulai tidak nyaman seperti sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Sudahlah Sofia, jangan terlalu memikirkannya. Percayalah dengan rencanamu dan percayalah pada kami.”
Sofia menghela napasnya lalu berkata, “Baiklah, aku mengerti.”
Malam hari yang indah, angin musim semi menyapu lembut kulit Sofia yang putih itu. Sofia menyeka rambutnya yang mulai semakin panjang. Dia mengikat rambutnya lalu memberi aba-aba pada semua orang yang ada di dekatnya. Mereka mengerti aba-aba Sofia dan mulai pergi ke markas gereja itu.
Sofia masih berdiam diri di tempatnya, dia harus menunggu aba-aba dari temannya. Dia harus berpisah dengan mereka untuk berjaga-jaga agar tidak tertangkap oleh mereka. Sofia duduk di tempatnya lalu memperhatikan markas itu dari kejauhan.
Ia memegang dadanya dan bergumam, “Perasaanku tidak enak...”
____________________
Alhamdulillah, ternyata sudah sejauh ini.
Tenang saja, sebentar lagi tamat kok. Dan Author akan membuat kalian kaget dengan ceritanya mwehehehehe (Yah, semoga).
Terimakasih sudah memnaca cerita saya, semoga kalian menyukainya. See you~ ^^
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Up : Minggu, 12 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1)Invisible Sin : The Girl Who Was Cursed (END)
FantasyCerita tidak akan dilanjutkan Peringkat #3 cursed tgl 28/11/19 ~~~~~~~~~~~~~~~~~ Aku terbiasa sendiri. Terbiasa mengalah. Terbiasa tersenyum. Hariku selalu kulalui dengan penuh kerelaan. Hingga suatu hari, seseorang datang kepadaku dan mengakui bahw...