Vadergi dan Edrick menatap Sofia lekat-lekat.
"Apa maksudmu?" tanya Vadergi.
Sofia menatap ke arah mata Vadergi. "Tuan, apa Anda benar-benar berniat hanya menghukum saya?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu Tuan, saya tidak melakukan kesalahan apapun. Saya tidak merusak apapun. Kota Anda masih aman."
"Ha? Bagaimana bisa aku percaya padamu yang bisa saja melakukan sesuatu diam-diam."
"Lalu bagaimana saya bisa percaya Anda hanya 'benar-benar' akan menghukum saya tetapi Anda sendiri malah mengabaikan kewajiban Anda untuk melindungi wilayah Anda sendiri."
"..."
"Tuan, apa saya bisa mempercayai Anda?"
Semua orang terdiam, mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini.
Devan—Si Pria Besar dengan wajah yang terkena luka bakar itu menghela napas, lalu berjalan mendekati percakapan mereka.
"Tuan Vadergi, saya mengerti apa yang diinginkan Anda. Tapi untuk sementara ini bisakah Anda menyerahkannya pada kami?" ucap Devan.
"Tapi aku ingin memastikan pertanggung jawaban darinya. Aku tidak tahu apa yang sedang dia sembunyikan selama ini. Bisa saja kotaku hancur karenanya."
"Anda tidak berhak mengatakan itu ketika Anda sendiri sedari tadi tidak ada di sini."
Vadergi mengernyitkan dahinya. Ia tidak dapat menjawab ucapan Devan.
"Kalau begitu Nona Kecil," Devan memegang tangan Sofia lalu menariknya dengan sedikit memaksa. "Sebaiknya kita segera pergi dari sini." lanjutnya.
Sofia memberontak, "Lepaskan!"
Albert yang sedari tadi kebingungan apa yang dibicarakan orang-orang itu, mulai marah karena Devan menarik Sofia. Ia hendak menolongnya namun Alcott sudah duluan menyelamatkan Sofia.
Alcott menepis lengan Devan dengan paksa, lalu menarik Sofia agar ia berdiri di belakangnya.
"Saya tidak akan membiarkannya." Kata Alcott dengan suara yang cukup tegas.
Devan menatap Alcott dengan tatapan tajam. "Tuan, apa kau tahu apa yang sedang kau lakukan?"
Alcott mengernyit, dia tidak menjawab.
"Kau bisa disebut kriminal jika melindungi gadis itu. Tuan, kau bahkan bisa dihukum mati saat ini."
Alcott tetap tidak menjawab. Di sisi lain Albert malah kebingungan apa yang harus dia lakukan, dia hanya menatap Alcott dan Sofia dengan tatapan panik.
"Tuan? Apa kau mendengar ucapan saya?"
"Ya, saya mendengar." Jawab Alcott setelah ia sudah lama terdiam.
"Kalau begitu, lepaskan dia."
"Tidak bisa saya lepaskan."
"Kenapa?"
"Dia murid didik saya! Dia berhak mendapat perlindungan dari saya!"
Sofia memegang baju Alcott dengan erat. Alcott berbalik dan tersenyum pada Sofia. Senyumnya seperti mengatakan padanya, "Semua akan baik-baik saja."
Alcott kembali menatap Devan, dia menatapnya dengan tatapan serius.
"Tuan, jika kau tidak mau melepasnya, aku akan merebutnya dengan paksa."
Devan mengeluarkan kekuatannya, dia menggumamkan sihirnya, "Videtiant."
Sebuah raksasa tanah muncul di sebelah Devan, membuat semua orang ketakutan dan tidak berkutik.
"Sofia bisakah kau berjanji satu hal padaku?"
Sofia menatap Alcott yang sedang melihat ke arah raksasa itu. Ia tidak menajwab namun Alcott tahu dia akan mendengarkan.
"Kau harus lari dari sini." Ucapnya. "Larilah dan temukan kebebasanmu. Hiduplah sebagai dirimu sendiri. Mungkin akan ada banyak halangan yang akan kau lewati nanti. Tapi, sampai saat kau bisa menemukannya tetaplah hidup dan jangan pernah melupakan siapa dirimu."
Sofia terkejut, ia ingat Lily pernah mengatakan hal yang sama kepadanya.
Lalu Sofia menggelengkan kepalanya pelan dan bergumam, "Tidak, jangan katakan itu seolah kau akan mati."
"Aku tidak punya pilihan lain Sofia." lanjut Alcott. "Aku harus melawannya atau kau akan menghadapi kehidupan menyedihkan itu lagi."
Sofia menggenggam baju Alcott lekat-lekat. Bukan ini yang dia mau. Bukan hal seperti ini yang dia harapkan.
"Kalau begitu, ayo kita mulai."
Alcott menurunkan halisnya, dia harus sangat serius menghadapi lawannya.
Alcott sudah menyiapkan pedangnya, dia sudah bersiap untuk menyerang. Begitu pula dengan Devan, kedua orang itu akan memulai perkelahian.
"Tunggu!"
Seseorang berteriak dari arah lain dan berhasil menghentikan kedua orang yang akan berkelahi itu. Dia adalah Edrick.
Edrick menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal, "Devan sudah cukup, jangan ada perkelahian." katanya.
"Kenapa? Kita tidak akan mendapatkan gadis itu jika aku tidak melawannya." Jawab Devan kesal.
"Ah, ayolah... Seharusnya kau mengerti dia tidak akan berhenti untuk menghentikanmu. Sebagai seorang guru dia sudah melakukan hal yang benar pada muridnya. Jika kita menyerangnya, kita akan dapat masalah. Sebagai seorang pendeta apa kau tidak mau menghargai tanggung jawab guru itu?"
Devan terdiam, dia memikirkan ucapan Edrick.
"Kalau begitu, kita harus bagaimana?"
Edrick sedikit menyeringai, "Mari kita bernegosiasi."
__________________
Ada dua karakter yang namanya Edrick. Yang satu Edrick Holmes yang dulu merawat (alias memelihara Sofia :v) dan Edrick ini beda lagi ya. Ada beberapa tokoh yang namanya sengaja disamain. Cuman beberapa, kalau ada yang sama nanti sama saya jelaskan. Sengaja disamain karena namanya cocok aja dua duanya wkwkwk :v.
Oke, thank you for read my story. Jika kalian suka ceritanya jangan lupa vote dan coment ya. Thank you ^^
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Up : Selasa, 17 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1)Invisible Sin : The Girl Who Was Cursed (END)
FantasyCerita tidak akan dilanjutkan Peringkat #3 cursed tgl 28/11/19 ~~~~~~~~~~~~~~~~~ Aku terbiasa sendiri. Terbiasa mengalah. Terbiasa tersenyum. Hariku selalu kulalui dengan penuh kerelaan. Hingga suatu hari, seseorang datang kepadaku dan mengakui bahw...