Chapter XII (Bagian 2) : Negosiasi

28 2 0
                                    

Devan menatap Edrick. Ia menghela napasnya lalu mendekati Edrick. Ia membatalkan mantranya. Ia mempercayai Edrick jika ia sudah akan bertindak.

"Lalu, apa yang ingin kau negosiasikan?"

Edrick berjalan menghampiri Alcott. "Tuan, apa kau tahu apa yang kau lakukan? Kau bisa dianggap penjahat karena melindungi anak itu." ucap Edrick.

"Aku hanya melakukan apa yang menjadi kewajibanku." Jawab Alcott.

"Dan kewajibanmu sebagai manusia dan warga negara adalah melindungi orang lain dari bahaya. Bukankah kau sudah tahu siapa dia? Dia ancaman dunia."

"Tapi di mataku kalian itu ancaman untuknya."

"Ha?"

Edrick terkekeh kecil dan berdiri dua langkah di hadapan Alcott. "Jika dia tidak kami awasi, dunia ini bisa hancur."

"Tapi dia tidak mempunyai niatan untuk melakukan kejahatan. Dia bahkan tidak berani menggunakan kekuatannya itu."

"Meskipun dia tidak ingin berbuat kejahatan kekuatannya bisa saja hilang kendali!" Edrick berteriak dan membuat Alcott mematung.

"Jika suatu hari nanti kekuatannya benar-benar tidak terkendali, apakah kau siap bertanggung jawab atas kekacauan yang akan terjadi nanti?"

Alcott terdiam, dia mulai nampak ragu.

"Apa kau tahu perbuatanmu itu bisa saja berakibat fatal pada jutaan orang? Apa kau lebih memilih menyelamatkan gadis itu daripada jutaan orang?" lanjut Edrick.

Alcott mengetnyitkan dahinya, dia bingung dan ragu akan pilihannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

"Ta-Tapi saat ini dia tidak melakukan sesuatu yang jahat. Bisakah kalian memberi waktu untuk memikirkan—"

"Tak ada waktu lagi!" Sela Edrick. "Aku sudah memberitahu atasanku, tak lama lagi para prajurit akan datang untuk menahannya."

Edrick tercengang, dia tidak tahu harus bertindak seperti apa.

Edrick selangkah mendekati Alcott dan berkata, "Karena itu aku memilih bernegosiasi denganmu. Jika mereka tahu kau melindungi gadis ini kau bisa dihukum mati."

Alcott menatap Edrick kebingungan. Dia memegang Sofia di belakangnya sedikit lebih erat.

"Lalu, apa yang akan kau tawarkan padaku?"

Edrick tersenyum kecil, "Kau hanya khawatir dia diperlakukan tidak layak, kan? Gadis itu pasti sudah memberitahumu segalanya."

Alcott tak menjawab, dia hanya menatap Edrick dengan serius.

"Lalu, aku akan memberimu hak khusus agar kau bisa selalu menengoknya setiap hari."

"Apa aku tidak bisa ikut tinggal di sana?"

"Tidak bisa. Hanya penjaga dan orang-orang tertentu yang bisa tinggal di sana. Aku juga tidak bisa memberikan hak khusus seperti itu kepadamu. Itu diluar kemampuanku."

Alcott kembali terdiam, dia tidak membalas ucapan Edrick.

"Kami akan memperlakukannya lebih baik dari sebelumnya. Kami akan memberinya makan dan juga memberinya tenpat tinggal yang nyaman. Dan asal Anda ketahui saja, jika kami sudah menemukan tanda bahwa kekuatan yang dimilikinya tidak akan membahayakan dunia, kami akan melepasnya. Tapi jika ternyata kekuatannya juga bisa membantu banyak manusia, kami akan membutuhkannya."

Alcott terdiam, ia memikirkan tawaran Edrick.

Lalu setelah itu, Alcott berbalik dan menatap Sofia. "Bagaimana menurutmu?"

Sofia menarik napasnya, lalu menggeleng, "Aku tidak ingin kembali ke tempat itu lagi."

"Tapi kita tak punya pilihan lain Sofia."

"Tak bisakah kita lari saja?"

Alcott menatap Sofia yang menunjukkan ekspresi sedih. Alcott tersenyum lalu mengusap kepalanya.

"Tidak bisa, aku bahkan tidak tahu tempat paling aman untuk kita ada dimana."

"Tapi Pak Guru..." Sofia merengek sembari memegang baju Alcott. "Aku benar-benar takut pergi ke tempat itu lagi."

Alcott memegang tangan Sofia lalu tersenyum, "Tenang saja, kali ini akan berbeda. Aku akan selalu melihatmu. Kau tidak akan sendirian karena aku akan selalu mendatangimu."

Sofia awalnya ragu, tapi ia memutuskan untuk mengalah. Dia mempercayai semuanya pada Alcott.

Alcott berbalik, dia kembali menatap Edrick. "Baiklah, aku setuju."

Edrick tersenyum puas. "Terimakasih banyak." ucapnya lalu sedikit membungkuk pada Alcott.

Edrick menegakkan lagi badannya, "Kalau begitu, untuk saat ini aku memintamu untuk pergi dahulu—"

"Baik, cukup sampai di situ!"

Suara seseorang terdengar tak terlalu jauh di sekitar mereka. Rombongan prajurit dengan seragam merah berkumpul di sana.

___________________

Saya merasa ini ceritanya makin muter aja, tapi skenarionya emang gini sih :'v

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Up : Selasa, 17 Maret 2020

(Book 1)Invisible Sin : The Girl Who Was Cursed (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang