Batu yang cukup besar tertancap, bentuknya runcing, ujungnya terlihat sedikit tajam.
Setelah acara persembahan selesai, semua orang mengantri untuk melempar batu kecil sebagai sesembahan ke batu besar itu. Katanya, jika batu yang dilempar mengenai ujung batu itu, harapan yang diinginkan si pelempar pasti akan terkabul.
Elizabeth sudah berada di barisan paling depan, dia menggenggam batu kecil yang dibawanya dan mulai mengucapkan do'anya.
"Ya Tuhan..." Gumam Elizabeth dengan suara yang begitu kecil.
Elizabeth menutup matanya dan menggenggam batunya lebih erat.
"Aku tahu aku hanyalah anak kecil yang sedang berusaha agar hidup penuh dengan kemenangan."
'Jika kau tidak bisa menang dari orang lain... '
"Tapi..."
'Kau harus menang dari dirimu sendiri.'
"Aku ingin menarik kata-kataku."
Elizabeth mulai mengeram, ada rasa yang begitu ingin marah di dalam hatinya.
"Aku tidak bisa menang dari keinginanku, dari diriku sendiri, dari perasaanku sendiri."
Elizabeth mengingat sedikit masa lalunya. Tentang usahanya.
"Tapi... Hanya untuk satu hal ini saja, aku ingin memohon kepadamu."
Elizabeth membuka matanya sedikit, tatapan yang begitu kecil itu menghasilkan tatapan yang tajam hingga siapapun yang melihatnya akan membuat buluk kuduk mereka merinding.
"Aku sangat memohon kepadaMu... Meski hanya untuk sementara, meski hanya beberapa saat, aku ingin orang itu..."
Elizabeth mengingat wajah seseorang yang beberapa bulan lalu ia temui, yang beberapa bulan lalu ia anggap sebagai saingan dan juga teman terbaiknya. Namun saat ini, dia benar-benar ingin semua hal itu tidak pernah terjadi.
"... Menghilang dari hadapanku."
Lalu ia melempari batunya bersamaan dengan orang-orang yang juga ikut melempar batu di barisan paling depan.
Elizabeth menatap lurus ketika batunya dilempar dan klak!
Batu itu mengenai tepat ke ujung batu yang runcing itu.
Lalu seorang gadis yang tak lama lagi umurnya akan bertambah mulai berjalan ke depan, ia sudah berada di barisan paling depan untuk melakukan permohonan.
Aku sebenarnya sudah tidak percaya pada Tuhan.
Gadis itu menggenggam batunya, menutup matanya lalu mulai memikirkan permohonannya.
Tapi hanya untuk saat ini, aku akan meminta padaMu. PadaMu yang entah Tuhan seperti apa.
"Ah, haruskah aku meminta agar Pak Guru Alcott menari denganku di pawai api nanti?" Gumam Sofia di dalam hatinya.
Ia mulai sedikit panik, dan menggelengkan kepalanya. Jika do'anya akan dikabulkan dia harus memohon sesuatu yang tepat, sesuatu yang benar-benar dia inginkan.
Tentang perang? Tentang kedamaian? Kekayaan? Derajat? Hidup tenang?
Sofia benar-benar memikirkan harapan apa yang dia inginkan.
Lalu matanya tiba-tiba terbuka dengan tenang. Ia pun bergumam pelan, "Keingintahuan."
Sofia kembali menutup matanya. Ia tahu apa yang diinginkannya.
"Ya Tuhan, jika kau benar-benar akan mengabulkan permohonanku maka aku hanya menginginkan suatu hal yang dari dulu ingin aku ketahui."
Sofia menarik napasnya, lalu mendekatkan kedua tangannya yang menggenggam batu itu ke depan mulutnya.
"Keluargaku. Diriku. Masa lalu. Sejarah leluhurku. Semua hal yang menyangkut tragedi diriku yang begitu menyeramkan. Aku ingin tahu. Maka beritahu aku segalanya tentang kisah sebenarnya."
Sofia dengan sigap langsung melempar batunya. Dan batu itu berhasil tepat mengenai ujung runcing nya.
Sofia hanya mengedipkan matanya ketika tahu batu yang dilemparnya mengenai ujung runcingnya.
Sofia berbalik dan keluar dari kerumunan orang-orang yang berkumpul di sana.
_____________________
Hmm...
Terimakasih sudah membaca cerita saya sampai sini. Semoga kalian suka ya ^^
Jangan lupa vote dan coment jika kalian suka ceritanya.
.
.
.
.
.
.
.
.Up : Selasa, 11 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1)Invisible Sin : The Girl Who Was Cursed (END)
FantasyCerita tidak akan dilanjutkan Peringkat #3 cursed tgl 28/11/19 ~~~~~~~~~~~~~~~~~ Aku terbiasa sendiri. Terbiasa mengalah. Terbiasa tersenyum. Hariku selalu kulalui dengan penuh kerelaan. Hingga suatu hari, seseorang datang kepadaku dan mengakui bahw...