Golden Ticket [Nanda Tiara]

2 1 0
                                    

"Kau betul-betul penyihir?" tanyaku sekali lagi.

Perempuan berjubah hitam itu mengangguk mantap seraya memainkan tongkat yang katanya adalah tongkat sihir.

"Sebenarnya aku lebih suka disebut peri," jawabnya.

Aku memijit pelipisku yang mulai pening. Setelah berkali-kali memikirkannya pun, hal ini tetap tidak masuk akal. Aku bahkan belum sempat mengganti seragam sekolahku karena terlalu sibuk memikirkan hal yang berada di luar nalar ini.

Siang tadi, aku baru pulang sekolah. Kau tahu? Perempuan yang mengaku sebagai penyihir itu sudah ada di kamarku begitu aku masuk. Sembari tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa, perempuan itu memperkenalkan dirinya, "Hai, Nanda! Aku Jea, penyihir yang akan menjadi temanmu."

Aku mendelik sinis pada Jea untuk kesekian kalinya.

Jea menghela napas gusar, "Sudah kubilang, anggap saja aku Doraemon dan kau adalah Nobita. Aku akan membantumu supaya tidak malas lagi! Masih tidak mengerti?"

Sisi imajinasiku seolah memaksa agar aku mempercayai hal ini.

"Kau bukan penipu atau pencuri?"

Jea memutar bola matanya, "Memang wajahku terlihat seperti orang jahat bagimu?!"

Aku menggelengkan kepala, mengusir prasangka buruk tadi.

"Oke, Jea. Anggap aku sudah menerimanya. Jadi bagaimana kau akan membantuku supaya tidak malas lagi?"

"Aku hanya akan memantau saja sih. Aku akan memarahimu jika kau tidak segera merampungkan naskahmu. Aku juga bisa menyihirmu menjadi kodok atau belalang mungkin?"

Aku bergidik ngeri ketika bayangan diriku yang berubah menjadi seekor kodok melintas di benakku.

"Kau tidak mau 'kan hal itu terjadi?"

Aku tentu saja mengangguk.

"Ya sudah, sekarang ganti seragammu. Kerjakan tugasmu dan mulai rampungkan naskahmu," ujarnya enteng sembari merebahkan diri di kasur dan mengayunkan tongkat sihirnya. Aku membulatkan mata ketika melihat buku-buku yang tersusun rapi di rak mulai terangkat dengan sendirinya kemudian mendarat rapi di meja belajarku.

"Kau tidak akan menjadi penulis jika masih malas-malasan seperti itu. Kau tahu, bahkan penyihir saja tidak bisa membuat suatu cerita hanya dengan mengucapkan mantra."

"Jadi jangan harap kau bisa menyuruhku merampungkan ceritamu dengan sihir," sambungnya.

"Aku akan memberimu rewards jika kau berhasil membuat satu novel," ujarnya lagi yang seketika membuatku terkejut sekaligus antusias.

"Rewards apa?"

Jea berpikir sejenak, "Hmm, bagaimana kalau berkunjung ke Hogwarts?"

Seolah tidak memberiku waktu untuk berpikir, Jea kembali melanjutkan, "Atau datang ke konser BTS?"

Aku terkejut bukan main, rasanya seperti baru saja mendapat tiket emas menuju impianku. Aku menatap Jea yang juga sedang menatapku. Di wajahnya terukir senyuman miring yang seakan menyiratkan arti, "Aku menantangmu, Nanda."

Oke, Jea. Aku terima tantangannya!

—tamat—

Oneshot WattpadesurdWhere stories live. Discover now