Connect; Tell Me What Your Name

972 127 16
                                    

Beberapa hari ini aku dikejutkan dengan kejadian yang sangat langka. Kejadian yang baru aku sadari beberapa hari belakangan ini.

Kejadian ini dimulai saat aku berpapasan dengan seorang pria yang kurang lebih memiliki tinggi 178 cm, terpaut hampir 20 cm dari tinggiku. Pria itu memakai topi baret berwarna cokelat lengkap dengan coat yang warnanya senada dengan topinya.

Saat itu kami berpapasan di sebuah halte bus. Pria itu berjalan berlawanan denganku. Kami tak saling kenal satu sama lain, hanya saja wajahnya tampak tak asing bagiku.

Sekali, dua kali, tiga kali masih menjadi batas wajarku karena memang itu adalah jalanan umum. Semua orang berhak melewati jalan itu. Tapi kenapa aku selalu merasa mengenal pria yang kini tengah aku perhatikan wajahnya dari kejauhan.

Ia memakai celana jeans dan coat bulu cokelat yang hampir sama persis dengan yang aku pakai. Tunggu, ini benar-benar sama.

Aku mulai mengejarnya, mencoba mencari tahu nama pria tersebut. Tapi hari ini pun aku masih kehilangan jejaknya di tempat yang sama; taman bermain yang terletak tak jauh dari area rumahku.

"Bagaimana jika aku memiliki kembaran?" Gumamku seraya mengambil nasi.

"Kembaran? Satu sepertimu saja aku tidak sanggup."

Aku menoleh, sosok wanita yang berbeda 3 tahun dariku ini sontak duduk di depanku seraya mengambil nasi di mangkuknya.

"Diam eonni."

Ia hanya tertawa renyah menanggapi ucapanku. Ya, beginilah memiliki kakak yang berjenis kelamin sama. Selalu tak pernah akur kapan pun dan dimanapun.

"Bagaimana dengan pelatih basket itu? Mmm Nam Joohyuk?"

Aku hanya terus fokus pada makan malamku, mencoba mengabaikan obrolan tidak penting dari kak Inna perihal pelatih basket yang memang tengah berusaha mendapatkan hatiku. Oh, apa aku terkesan sombong?

"Ayolah terima saja, lagi pula kau sudah 3 tahun putus dengan Chanyeol."

Maafkan kakakku, dia memang selalu berbicara apa adanya sesuai yang ada di kepalanya.

"Diamlah eonni, aku lelah dan akan tidur." Akhirnya aku buka suara sebelum ia kembali mendesakku agar menerima pria yang bahkan baru aku temui sekali.

Itu adalah kalimat terakhir yang aku ucapkan sebelum menyelesaikan makan dan memilih naik ke kamarku. Membersihkan diri dan bersiap tidur.

Ahh.. rasanya hari ini sangat melelahkan.

Aku merebahkan badanku diatas tempat tidur, tempat paling nyaman yang ada dirumahku. Menatap ke langit-langit dan bermain ponsel.

Membalas pesan Chanyeol hanya sekadarnya. Bersikap baik namun tidak terkesan memberinya harapan perihal perasaanku.

..

"Ayolah cepat, sebentar lagi gerbang di tutup." Teriakku seraya berlari ke arah gerbang sekolah dan sesekali menoleh ke belakang untuk melihat keempat temanku yang tengah berlari dengan susah payah.

"Ji lebih baik kita bolos saja, bagaimana?"

Suara itu terdengar sangat jelas di telingaku, entah kenapa aku mengikuti teman-temanku untuk membolos. Menikmati jalanan serta taman bermain dengan seragam sekolah. Mengambil beberapa gambar untuk disimpan sebagai bahan cerita untuk hari tua nanti.

"Maaf." Ujarku seteleh menabrak sosok pria dengan rambut hitam yang kini sibuk mengambil salah satu buku yang jatuh dari genggamannya.

ViUㅡShort StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang