HAPPY READING!
Jangan lupa pencet tombol bintang di bawah pojok kiri, yak.
Thank you 🤞🏼
———Setelah membersihkan badannya, Arka turun ke bawah. Laki-laki itu duduk di samping Putra dengan raut wajah yang masih saja kusut. Ayahnya itu sampai menghela napas pelan melihatnya. Sudah terlalu sering melihat Arka dengan wajah seperti itu.
"Mending kamu keluar, deh, Ar. Jangan pulang dulu sampai kamu nggak galau lagi. Sepet tau Ayah lihatnya," ucap Putra.
Arka mengernyitkan dahinya bingung. "Siapa yang galau?" tanyanya.
"Yang nanya," jawab Putra membuat Arka menghela napas pelan.
"Huft, Ayah mah gitu!" kesalnya.
"Muka kamu itu kusut banget kayak keset, itu artinya kamu galau. Jangan di rumah, bunda kamu alergi orang galau," kata Putra membuat Arka malas.
"Males keluar rumah, ntar tetangga pada heboh," balasnya malas.
"Kenapa gitu?"
"Karena Arka ganteng. Nggak lihat apa kemarin tetangga kita pada nganterin makanan ke rumah pakek alasan kenalan, eh ujung-ujungnya Arka disuruh kenalan sama anak perempuan mereka."
Putra tertawa mendengarnya, hal itu memang benar.
"Ya udah, sih. Terus kenapa kamu galau? Neira lagi?"
Arka mengangguk, membenarkan dugaan ayahnya itu. Dia sangat kesal karena bertemu Neira tadi. Tidak, bukan begitu, dia sangat senang bertemu dengan Neira lagi. Tapi yang membuatnya sedih adalah Neira masih marah kepadanya.
"Menurut Ayah, Arka sama Angga ganteng mana?" tanya Arka asal.
"Angga siapa?"
"Angga, wakil ketua OSIS sekolah Arka. Masa dia deket-deket gitu sama Ira. Arka 'kan nggak suka." Arka mencebikkan bibirnya.
Mukanya menjadi kesal. Putra ingin tertawa, tapi ia urungkan. Arka memang seperti anak kecil yang manja jika bersama orang tuanya atau orang-orang terdekatnya.
"Berarti si Angga itu suka sama Neira."
"Iya. Aldo bilang masa Ira itu doi-nya Angga. Apaan banget, kan? Nggak jelas. Sekarang Arka nggak suka Angga karena dia juga suka Ira," ucap Arka membuat Putra menggelengkan kepalanya.
"Ar, suka itu hak. Angga suka Neira itu hak dia. Kamu nggak bisa ubah itu," ujar Putra menasihati, Arka hanya menyimak.
"Nah, sama kayak kamu. Kamu suka sama Neira itu hak kamu. Coba kalau misalkan Ayah suruh kamu buat nggak suka sama Neira lagi, kamu marah nggak sama Ayah?" tanya Putra.
Arka mengangguk. "Iyalah marah. Kenapa coba harus ngelarang gitu. Itu 'kan hak Arka buat suka sama Ira," jawabnya.
"Ya udah, paham 'kan? Kamu itu nggak boleh egois. Angga juga berhak buat suka sama Neira dan itu menurut Ayah nggak apa-apa," kata Putra disertai tawa kecil diakhir kalimatnya.
"Ish, Ayah ini dukung Arka apa Angga?" tanya Arka kesal.
"Iya-iya, Ayah dukung kamu. Kamu tau dari mana kalau Angga suka sama Neira? Cepet banget, padahal baru tadi masuk sekolah."
"Semua temen-temen ngomongin mereka berdua, dan itu ngeselin buat Arka."
Ya, sebelum pulang sekolah. Arka sempat bertanya-tanya sedikit mengenai hubungan Angga dan Neira pada Aldo. Aldo bilang, jika Angga menyukai Neira, tapi Neira tidak menyukai laki-laki itu. Hal itu membuat hati Arka sedikit lebih lega.
Tapi semua teman-temannya mengira Angga dan Neira adalah sepasang kekasih, dan hal itu membuat Arka kesal. Ingin sekali rasanya dia mengumumkan bahwa Neira adalah miliknya, tapi itu dulu. Mereka sudah menjadi mantan saat ini.
Dan Arka membenci hal itu.
"Oh, gitu. Nggak apa-apa, yang penting 'kan mereka nggak punya hubungan lebih." Putra terkekeh. "Kamu nggak boleh marahan sama Angga itu. Lagian nggak tau kenapa, feeling Ayah, Neira itu masih belum bisa lupain kamu," ucap Putra lagi.
"Tapi tadi mereka selalu nempel! Arka nggak suka lihatnya, itu bikin Arka sakit!"
"Mata, atau hati yang sakit?"
"Dua-duanya."
Putra tertawa kecil. "Ya nggak tau deh. Hal kayak gini itu rumit buat usia Ayah sekarang."
"Gimana, ya, caranya biar Ira mau maafin Arka. Ayah ada saran nggak?" tanya Arka.
"Gini—"
"Boro-boro kamu tanya sama Ayah kamu, pas Bunda marah aja Ayah kamu nggak ngapa-ngapain!" Tiba-tiba Riana menyahut dari dapur membuat Putra meringis.
Arka menahan tawanya yang akan pecah. Bisa-bisanya dia bertanya pada Ayahnya mengenai masalah remaja saat ini. Itu konyol.
"Gini, Ar—"
"Udah, deh! Ayah mending bantu Bunda mecahin telur daripada ngomongin hal yang Ayah nggak ngerti." Lagi-lagi suara Riana memotong ucapan Putra.
"Astagfirullah." Putra mengelus dadanya sabar lalu melihat ke arah Arka. "Ayah emang nggak jago ngasih solusi kayak begituan, tapi kalau bantuin istri, Ayah jagonya."
"Bilang aja suami takut istri," ucap Arka pelan, sangat pelan.
"Apa?"
Arka tersadar lalu menggeleng. "Enggak, sana Ayah bantu Bunda. Semangat!" ucapnya.
Putra menghela napas pelan lalu menganggukkan kepalanya. Pria paruh baya itu berjalan gontai ke arah dapur untuk membantu sang istri. Arka yang melihat itu terkekeh geli.
Seketika pikirinnya terhenti pada Neira lagi, laki-laki itu menarik rambutnya frustasi.
"Bisa gila gue lama-lama!"
"Tapi gue harus gimana? Minta maaf aja nggak cukup! Lo bodoh, Arka, bodoh!" Arka memukul kepalanya sendiri.
Tanpa dirinya sadari, Putra dan Riana melihat kelakuan anaknya itu dari balik tembok dapur. Mereka menghela napas pelan, lalu saling berpandangan.
"Anak kamu, tuh!" kata Riana.
"Anak kamu juga, Bun. Kan buatnya barengan," balas Putra membuat Riana memutar bola matanya malas.
"Tau, ah! Terus gimana itu sama Arka, Yah? Udah agak kayak orang depresi gitu."
"Nggak apa-apa, biarin aja. Besok juga balik kayak semula."
⊰⊹ฺ
Yuk, yuk ke part 4.
Up 2 kali loh:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Eh, mantan!
Teen Fiction[𝐂𝐎𝐌𝐏𝐋𝐄𝐓𝐄𝐃] FOLLOW DULU, YUK! THANK'S🌻 -cover by @grapicvii- BLURB: "Mulai sekarang kita balikan dan nggak ada penolakan!" -Arka Abyan Abrisam. Kembalinya Arka, membuat Neira menjadi mengingat luka lama. Luka lama yang belum kering, kini...