19.Hancur

2.6K 143 0
                                    

Mona mengunci kamarnya sejak pulang sekolah sampai malam hari. Riska sampai cemas sendiri ketika putrinya tidak kunjung keluar kamar. Dara yang kebetulan sedang main ke rumahnya, di suruh Riska untuk menenangkan Mona. Pasalnya suaminya sedang di tugaskan di China untuk mengobati orang-orang yang terkena firus corona, sehingga tidak bisa pulang dengan cepat.

Dara masuk kedalam kamar Mona setelah mendapat izin dari Mona tentunya. Riska sempat melihat wajah Mona yang membekak akibat terus menangis.

"Kenapa dengan putriku itu?" Riska menghela nafas pelan, rasanya dia tidak tenang jika tidak mendengar cerita langsung dari putrinya tentang alasannya menangis.

Di dalam kamar, Dara hanya diam sambil membaca buku novel milik Mona yang berjudul mariposa. Dirinya tahu, Mona akan bercerita jika dia sudah siap.

"Kakak tuh gimanasih?! Kakak kesini mau dengerin aku curhat atau mau baca buku novel?" Geram Mona, sambil membuang ingusnya menggunakan tisu yang berada di sampingnya.

"Ih, jorok kamu dek." Dara meringis dikala Mona membuang tisu bekas ingusnya ke sembarang tempat.

"Biarin, sini, aku mau curhat." Rengek Mona, Dara yang sedang membaca buku novel di meja belajar Mona, berjalan santai menghampiri Mona yang sedang duduk sambil memeluk bonekanya di atas kasur.

"Aku tuh di putusin pacar aku gara-gara kakak." Mona memanyunkan bibirnya. Dia ingat betul perkataan Aksa yang bilang dia berjalan dengan Karel, terus tertawa di parkiran. Dirinya dan Karel tertawakan gara-gara membahas Dara yang bersing-bersing karena elergi kucing.

"Kok aku? Aku aja gak tahu kalau kamu udah punya pacar." Bela Dara, tidak mau di salahkan. Yang dia katakan memang benar adanya. Mona sudah punya pacar aja dirinya tidak tahu, kenapa saat putus dia yang di salahkan?

"Ya jelas kakak gak tahu, Kakak kan sibuk les buat ujian. Kemarinkan aku lagi ke minimarketkat buat beli cemilan, eh malah ketemu sama Kak Karel. Terus...."

"Bentar-bentar, Karel? Dia pacar kamu?" Tanya Dara, penasaran. Sepertinya dia tertarik dengan cerita Mona.

"Ih, bukan. Dia tuh kakak kelas aku yang naksir sama kakak." Mona menyanggah apa yang kakak sepupunya itu katakan.

"Hah? Emang dia kenal sama aku?" Tanya Dara, tidak mengerti.

"Iya, dia kenal sama kakak waktu dia main kesini sama pacar aku. Pokoknya intinya dia jatuh cinta pandangan pertama sama kakak." jelas Mona.

"Jangan-jangan yang Nge-Chatt aku beberapa hari lalu? Yang ini gak, Mon?" Dara mengeluarkan heandpone miliknya dari saku celananya.

"Lah iya, yang itu." Jawab Mona, jarinya menujuk foto Karel yang berada di aplikasi Whatsap Dara.

"Foto sama aslinya gantengan mana?" Dara terlihat antuasis ketika bertanya tentang Karel. Sepertinya mereka sudah dekat, dilihat dari chattan mereka yang sangat panjang. Bukankah Karel tipekal orang yang cuek? Lalu ini...

"Menurut Kakak? Udahlah jangan bahas Kak Karel. Bahas masalah aku aja. Pacar aku salah paham sama aku dan Kak Karel. Bagaimana ini?" Rengek Mona, sambil menekuk wajahnya.

"Tenang, kalau jodoh tidak kemana. Kalau dia jodoh kamu, entar juga kembali ke kamu." Jawab Dara, santai.

"Kalau dia jodohnya gak sama aku?" Mona menatap Dara dengan wajah polos.

"Ya gak tahu." Sontak jawaban Dara membuat Mona kembali menangis.

🔹🔹🔹

Setelah dari caffe tadi Aksa tidak langsung pulang, melainkan dia pergi dulu ke gebyar lukis nusantara yang letaknya di monas. Para seniman memamerkan lukisan terbaik mereka kepada para wisatawan. Tidak mau ketinggalan, Aksa yang mendapatkan informasi tentang acara itu dari David langsung meluncur kesana.

Malam ini Aksa baru saja pulang. Dia hendak masuk kedalam halaman rumahnya, tapi...

"Mas, Mas Aksa..." Panggil seorang perempuan yang usianya mungkin 40 atau 42. Sekitar segitulah.

"Iya? Ada apa ya, bu?" Tanya Aksa, sopan.

"Mas Aksa di suruh Mas Arga langsung pergi ke bandung aja. Ke rumah Nenek Era. Tadi Mas Arga pesan sama saya, kalau saya ketemu Mas Aksa, saya di suruh ngasih tahu kalau Neneknya Mas meninggal. Orang tua Mas Aksa sudah kesana siang tadi. Kalau Mas Arga baru tadi sore." Sontak pernyataan yang ibu-ibu itu berikan membuat tubuh Aksa membeku. Dia sangat bodoh, setelah mendapat informasi dari David mengenai gebyar lukis nusantara, dia langsung mematikan heandponenya begitu saja. Padahal jelas-jelas kedua orang tuanya dan Arga menelponnya berulang kali. Aksa kira kedua orang tuanya menelponnya hanya ingin memarahinya karena sudah membuat ulah di sekolah, sama di skors 3 hari. Tapi...

Aksa menyalahkan dirinya sendiri atas ke tidak Tahuan dirinya tentang kejadian ini. Kenapa dia tidak mengangkat telepon Arga? Jika dia malas mendengar ocehan kedua orang tuanya, seenggaknya dia mau mendengarkan apa yang akan abangnya itu katakan.

"Terimakasih Bu, atas informasinya. Saya permisi." Aksa menancap gas motornya dengan kecepatan tinggi.

Aksa menangis di sepanjang perjalanan. Biarkan orang lain berargumen bahwa dirinya cengeng. Biarkan mereka berfikir bahwa dirinya lemah. Nyatanya memang begitu, dirinya lemah tanpa neneknya.

"Argg..." Aksa menunggu cemas lampu rambu-rambu lalulintas yang masih berwarna merah. Sangking tidak sabarnya, Aksa sampai menerobos rambu-rambu lalulintas yang masih berwarna merah. Bodoamat dengan pelanggaran, dia tidak perduli.

Berulang kali Aksa mendapatkan umpatan dari pengendara lainnya karena tidak hati-hati dalam mengendarai motor.

"Dasar berandalan! Naik motor kebut-kebutan." Umpatan itu keluar dari bibir seorang pengendara bapak-bapak yang hampir Aksa tabrak.

"Anak zaman sekarang tuh berbeda sama anak zaman dulu. Anak zaman dulu jam segini nongkrong di warung kaki lima, anak Zaman sekarang jam segini ikut balap liar." Timpal salah satu pengendara motor lain. Mereka beramsumsi tanpa tahu kebenarannya. Orang lain menilai apa yang mereka lihat, bukan kenyataannya.

Aksa merasakan berat di kepalanya, air matanya mengalir terus-menerus. Nenek yang selalu membelanya sudah tiada. Sekarang hanya menyisakan luka dan kenangan. Aksa hanya berharap masih ada waktu untuk melihat jasad neneknya.

🔹🔹🔹

Arga menatap nanar jasad neneknya yang di masukkan kedalam liang lahat. Dia tertunduk ketika mendengar sang kiyai mengazani jasad neneknya. Dia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya hati Aksa ketika melihat neneknya sudah tiada.

Arga sudah berusaha mencari keberadaan Aksa ketika mamanya menelpon dirinya siang tadi. Baru saja Aksa keluar dari sekolah, mamanya menelpon dan memberi tahu dirinya bahwa neneknya sudah tidak ada dan Aksa sulit di hubungi.

Arga sudah putus asa mencari Aksa. Dia pulang untuk berganti baju. Baru saja dia ingin pergi ke rumah neneknya, tiba-tiba dia melihat tetangganya mencuci motor di depan rumah. Arga berpesan kepada ibu-ibu itu untuk memberi tahu Aksa perihal dirinya yang tidak bisa di hubungi dan kematian neneknya.

Tubuh neneknya sudah di tutup menggunakan tanah. Semua orang perlahan pergi satu-persatu. Papanya lah yang menyuruh pak kyai untuk mengebumikan neneknya malam ini. Tadinya Pak kyai menyarankan untuk menek Era di kebumikan pagi hari. Tapi Danil menolak, dia tidak mau melihat tubuh mamanya di beri pengawet mayat. Sehingga malam ini pemakaman di langsungkan. Pihak keluarga datang semua, kecuali Aksa.

"Semoga allah menempatkan nenek disisinya." Arga mencium batu nisan neneknya, lama. Air matanya menetes mengiringi kepergian Nenek Era.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang