27.semoga lo nanti gak nyesel, Sa.

2.5K 145 0
                                    

Pagi ini Aksa tampil beda. Dia menjadi sorotan para siswi dan guru. Penampilannya sangat rapi. Seperti seragam sekolah yang di masukkan kedalam celana, pakai dasi, serta memakai kaus kaki sesuai aturan sekolah.

Aksa tidak seperti biasanya. Sekarang dia sedang mendengarkan guru seni budayanya yang sedang mengajar. Aksa tidak bolos atau sekedar nongkrong di kantin seperti biasanya.

Hal ini sikap dan penampilannya berhasil membuat para guru dan murid lainnya tercengang.

Raka menghampiri Arga dan teman-temannya di atap sekolah. Dia bertanya tentang perubahan Aksa, tapi yang dia dapatkan hanya kedikan bahu dari Arga.

"Sebentar lagi akan ada UKK (ulangan kenaikan kelas). Mungkin dia mau bersungguh-sungguh belajar agar nilainya baik." Jawab Arga, tidak yakin.

"Adik lo yang kayak berandalan itu mentingin nilai? Kayaknya mustahil." Alvaro angkat bicara. Bukan dia menghina Aksa, tapi kenyataannya memang begitu. Kalaupun Aksa tidak naik kelas, mungkin dia tidak perduli.

"Siapa tahu dia semalam habis dapat hidayah, jadi tobat." Timpal Rehan, menebak.

"Lo kira ini senetron, tobat gara-gara dapat hidaya?!" Geram Raka, dia tidak setuju dengan pendapat Rehan.

"Gue 'kan cuma nebak, Es Nangka." Rehan menekankan kata Es Nangka di depan wajah Raka.

"Nama gue Raka, bukan Es Nangka." Bela Raka, dia tidak terima namanya di hina dan di jadikan bahan ejekan oleh Rehan.

"Udah-udah, kalian ini malah berantem. Mungkin dia lelah menjadi dirinya yang dulu, dan dia mau berubah menjadi yang lebih baik." Arga hanya mampu mendoakan yang terbaik untuk adiknya.

"Mungkin." Balas Raka, Alvaro, dan Rehan, kompak. Mereka seperti paduan suara saja, kompak.

"Najis." Lagi-lagi mereka bertiga menjawab dengan kompak. Hal itu membuat Arga tertawa lebar.

🔹🔹🔹

Mona menunduk dikala melihat Iren dan Aksa berdekatan. Iren meminta Aksa mengajari dia menggambar sekolah mereka. Karena itu adalah tugas individu dari guru sejarahnya yang belum dia kerjakan karena dia berlibur dulu.

"Mereka sangat cocok." Gumam Mona, sambil tersenyum hambar. Ada bagian dari tubuhnya yang terasa sakit melihat kemesraan keduanya.

"Diantara aku dan dia memang belum ada kata putus. Tapi untuk disebut pacar, sepertinya aku hanya berhalu saja. Aksa tidak mungkin mau menerimaku kembali. Aku pun tidak mau terlalu berharap padanya, namun hatiku bersikeras untuk memperjuangkannya." Mona menangis dengan rambut yang menutupi wajahnya.

"Aku tidak bisa berjuang sendiri. Tapi untuk melepaskannya, apa aku sanggup?" Mona bertanya pada dirinya sendiri. Sanggupkah dia kehilangan Aksa? Sanggupkah dia melihat Aksa dengan yang lain? Hatinya sudah berteriak tidak sanggup. Tapi raganya berkata sanggup.

"Jalan mana yang harus aku ambil? Melepasnya? Atau memperjuangkannya?" Mona mengusap wajahnya kasar. Kepalanya pusing memikirkan semua ini.

🔹🔹🔹

Pulang sekolah ini Aksa mampir ke toko buku untuk melihat beberapa komik terbaru Minggu ini. Diam-diam Aksa menyukai komik, dia tersenyum ketika mendapati komik yang dia inginkan. Saat ingin membayar ke kasir, dia tidak sengaja menabrak seseorang.

"Eh, maaf mbak. Saya gak sengaja." Aksa membantu perempuan itu berdiri. Setelah melihat wajah Aksa, perempuan itu......

"Cowok ini seperti yang ada di dalam galery heandpon Mona." Dara mencoba mengingat-ingat wajah cowok yang beberapa hari lalu Mona kenalkan kepada dirinya sebagai pacarnya.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang