29.karena ego.

2.4K 150 2
                                    

Bima menaburkan bunga mawar kesukaan Chindy ke atas pusaran makam Chindy. Bima mencium batu nisan yang bertulis nama Chindy Lard. Dendamnya kepada Aksa makin menjadi-jadi dikala mengingat senyuman Chindy.

"Andai kamu mau menerima cintaku, mungkin kamu tidak akan sampai seperti ini." Bima mengusap batu nisan yang berada nama Chindy. Cowok yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu menatap nanar makam gadis yang sangat dia cintai.

"Andai kamu masih hidup, kamu akan melihat besar rasa cintaku padamu. Sampai sekarang aku belum bisa menemukan pengganti dirimu. Kamu satu-satunya gadis yang aku cintai." Bima berkata jujur, setelah Chindy meninggal, tidak ada gadis lain yang bisa mengambil hatinya. Bahkan senyumannya hilang semenjak 2 tahun lalu Chindy meninggalkannya.

"Aku tidak tahu sampai kapan rasa ini tersimpan untukmu, susah rasanya menghilangkan jejak cinta ini dari hatiku." Bima menempelkan keningnya di batu nisan Chindy.

🔹🔹🔹

Dari sore hingga malam hari, Arga dan Aksa tidak berhenti bermain basket. Mereka berdua saling berebut bola untuk di masukkan kedalam ring.

Bibir Intan tersenyum melihat keakraban mereka berdua. Bahkan Aksa sudah mau memanggil Arga dengan sebutan Abang. Walau tidak terus-menerus, tapi setidaknya ada perubahan.

Intan membawakan cemilan dan juga minuman untuk kedua putranya. Baju yang mereka kenakan basah terkena keringat mereka masing-masing. Lelah sudah pasti mereka rasakan saat ini.

"Sa, Ga, sini nak. Minum dulu." Panggil intan, tanpa disangka oleh Intan, kedua putranya meminum jus mangga buatannya.

"Papa mana, Ma?" Tanya Arga, sambil mengelap keringat yang terus menetes di wajahnya.

"Biasa, Ga. Belum pulang, masih di kantor. Paling sebentar lagi juga pulang." Intan menjawab pertanyaan Arga sambil melirik Aksa.

"Sa, kamu mau makan nanti atau sekarang?" Tanya Intan, sambil mengusap lembut rambut Aksa yang berkeringat.

Aksa tertegun, dia hanya terdiam. Baru pertama kali mamanya menyentuh dirinya dengan lembut seperti ini.

"Emmm..., Nanti aja, Ma. Aku mau mandi dulu." Aksa berjalan cepat, dia masuk kedalam rumahnya. Sedangkan Arga dan intan masih di belakang rumah yang sudah di sulap menjadi lapangan basket.

"Sabar, Ma. Aksa butuh waktu untuk memaafkan dan menerima semua ini." Arga mengusap lembut pundak mamanya. Bibirnya tersenyum, seakan berkata semua akan baik-baik saja.

🔹🔹🔹

Bram sedang melatih kecepatan putrinya berenang. Malam yang sangat dingin tidak membuat Mona menyerah untuk menyelesaikan tantangan dari papanya.

"Yes...., Akhirnya selesai." Mona tersenyum lebar. Dia naik kepermukaan pinggir kolam renang. Kakinya berjalan menghampiri papanya yang sedang berdiri tidak jauh dari pinggir kolam renang.

"Sekarang anak papa ini udah jago renang ya?" Bram memberikan handuk kecil kepada Mona.

"Tentu, anak siapa dulu dong? Bram." Bram tersenyum ketika melihat wajah ceria putrinya. Beberapa hari ini putrinya terlihat murung. Entah apa penyebabnya? Mona tidak memberi tahu dirinya ataupun Riska, istrinya.

"Sekarang kamu bersih-bersih, papa tunggu di meja makan." Suruh Bram, yang di balas anggukan kepala oleh Mona.

Bram masuk kedalam rumahnya, dia menghampiri istrinya yang sedang membuat kue pelangi.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang