46.sesal

2K 109 2
                                    

Mona terus mengumpat dikala mendengar ocehan Dara. Siang ini sangat panas, mendengar ocehan Dara membuat kepalanya semakin pusing. Mona menyayangkan ketika Arga menyuruh cewek dan cowok pisah. Jadi mereka menggunakan dua mobil untuk pergi ke festival bedah buku dan lukisan di Jogja.

"Ini masih lama kita sampai ke kota Jogja Kak?" Tanya Mutiara yang duduk di tengah-tengah Zola dan Deby. Sebenarnya jok belakang mobil masih ada. Tapi Mutiara menolak duduk disana dengan alasan, duduk sendiri tuh gak enak. Tadinya Mona fikir ceweknya cuma 4. Dia, Dara, Mutiara, dan Deby. Eh Alvaro malah membawa pacarnya, jadi 5.

"Iya, masih lama. Kan Jakarta ke Yogyakarta 15 jam." Jawab Zola, santai. Zola dan Deby sudah kelas XI seperti Karel, Arga, dan lainnya. Disini hanya Mutiara dan Mona yang paling muda. Sedangkan Dara tentu yang paling tua disini.

"Berarti kita sampai disana jam 21.00 wib? Kan kita dari rumah jam 06.00." Mutiara mulai menghitung, berapa jam perjalanan mereka nanti? Mona yang mendengarnya mendengus.

"Orang pintar mah beda." Mona kembali memejamkan matanya. Sedangkan Mutiara tersenyum canggung.

"Yaallah, Mon. Mobil ayank aku kok belum kelihatan? Apa aku nyetirnya kecepatan?" Dara terlihat sangat heboh. Ini sudah jam 02.00 siang. Tentu perut Mona lapar. Mendengar teriakan Dara membuatnya emosi.

"Apa mereka berhenti buat makan? Soalnya ini udah jam 02.00." Mona segera membuka heandponenya ketika Deby berbicara seperti itu.

Aksa

Yank, aku sama yang lainnya berhenti di restoran dekat pom bensin. Kamu sama uang lain kesini aja. Aku share look lokasinya.

Read

Mona mendengus, dia kembali menyadarkan punggungnya kebelakang kursi mobil.

"Belok kak, cowok-cowok lagi makan di restoran dekat pom bensin tempat kita ngisi bensin tadi." Suruh Mona.

"Raka kok gak ngomong sama gue?" Deby terlihat kesal.

"Sama, Alvaro juga gak ngomong sama gue." Timpal Zola.

Mutiara hanya diam, karena Arga sudah bilang kepadanya. Tapi dia tidak membuka heandponenya.

Mobil Dara terparkir di depan restoran Jepang. Mereka berjalan masuk kedalam restoran itu.

"Sayang.." Semua mata pengunjung restoran tertuju pada Mona dan lainnya. Semua itu karena Alvaro berteriak ketika melihat Zola dan lainnya berjalan masuk kedalam restoran.

"Kamu gimanasih? Makan gak ngabarin, dasar nyebelin." Zola langsung berlari menghampiri Alvaro yang sedang makan. Dia memukuli pundak Alvaro dengan wajah kesal. Terkadang cubitan-cubitan kecil Zola layangkan ke badan pacarnya itu.

"Aduh sayang, ampun. Maaf ya? Plis..." Zola menatap Alvaro kesal. Berbanding dengan mereka, Mutiara malah sedang bermesra-mesraan dengan Arga. Sedangkan Dara, Mona, dan Deby, mereka baru saja duduk. Deby menatap Raka kesal. Tapi dia tidak memukuli Raka seperti apa yang dilakukan Zola terhadap Alvaro. Jangan tanya Dara, dia malah saling suap-suapan makanan dengan Karel. Rehan menghela nafas kasar. Dia lebih memilih menyibukkan diri dengan heandpone canggih miliknya. Jika semuanya memilih melampiaskan kemarahannya dan bermesra-mesraan dengan pasangannya serta heandponen mereka, berbeda dengan Mona. Gadis cantik yang menguncir kuda rambutnya itu sedang memilih diam seribu bahasa.

"Mau makan apa?" Tanya Aksa, sambil menatap wajah cantik pacarnya.

"Makan orang." Jawab Mona, singkat.

"Hah?" Dengan bodohnya Aksa kembali bertanya kepada Mona.

"Dasar gak peka, aku haus." Mona meminum jus jeruk yang berada di depan Aksa.

"Sayang, itu yang kamu minum punya Bang Arga." Ucap Aksa, sambil meringis pelan.

Mona diam dengan gigi yang menggigit sedotannya.

"Tapi belum di minumankan?" Tanya Mona, hati-hati.

"Udah." Mona mematung sambil menatap jus jeruk di depannya.

"Terus minuman kamu mana?" Tanya Mona, linglung.

"Habis. Baru aja gelasnya diambil pelayan. Berhubung makanannya gak muat dimeja, gelas bekas minuman aku disingkirin." Semua orang yang berada di meja itu tertawa mendengar penjelasan dari Aksa. Sedangkan Mona langsung mengusap bibirnya menggunakan jaket Aksa.

🔹🔹🔹

Iren menatap kakaknya curiga. Sedari tadi kakaknya mengobrol dengan grub bend anak kuliahan. Mereka mengobrol sangat lama, hingga membuat Iren lelah.

Panggung sudah di tata, barisan meja untuk tempat buku juga udah siap. Tinggal karya para pelukis yang belum.

Iren sama sekali tidak pernah membuka heandponenya. Jika dia ingin bermain heandpone, dia selalu meminjam punya mama atau kakaknya.

"Bagaimana kabar Mona dan lainnya disana? Sebenarnya aku rindu, tapi aku takut untuk bertanya kabar kepada mereka." Iren sangat sedih. Dia duduk di pinggiran alun-alun kidul Jogja.

"Adik kakak sedih ya?" David menghampiri adiknya. Dia menempelkan es krim di pipi adiknya.

"Siang-siang gini makan es krim enak ya? Apalagi yang rasa coklat." Iren tersenyum, dia menerima es krim pemberian kakaknya.

"Peka banget, kak. Sayangnya jomblo." Ejek Iren, yang dibalas David dengan dengusan.

"Kayak yang ngomong udah punya pacar aja." Sindir David, yang di balas Iren dengan tawa.

"Belum move on dari Aksa?" Sontak pertanyaan David membuat Iren berhenti memakan es krimnya.

"Gak usah di pikirin, kakak gak maksud nanya kayak gitu kok." David merasa bersalah karena sudah bertanya seperti itu kepada adiknya. Lihatlah, wajah Iren yang tadinya sudah bisa tersenyum kembali murung.

"Gak apa-apa. Kayaknya aku perlu ngelurusin masalah ini. Gak tahu kenapa, aku merasa biasa-biasa aja waktu berpisah sama Kak Aksa. Percaya gak percaya, sekarang ini aku sudah tidak memiliki perasaan suka atau cinta kepada Kak Aksa." Iren menghela nafas pelan. Apa yang dia katakan memanglah benar. Dia dulu memang menyukai Aksa, tapi entah kenapa perasaan itu hilang begitu saja.

"Berarti kamu cuma terobsesi ingin memiliki dia, bukan mencintai atau menyukai dia." David mengusap pundak adiknya. Dia mencoba menenangkan hati Iren yang sedikit gundah.

"Apa suatu saat jika aku bertemu dengan Mona lagi, apa dia masih mau memaafkan kesalahan fatalku ini?" Tanya Iren, ragu. David tersenyum, dia tahu adiknya merindukan sahabat karibnya itu.

"Pasti dia memaafkan kamu. Monakan orangnya baik. Lagi pula kesalahan kamu gak fatal kok dek. Allah aja maha pemaaf, kita yang manusia masa enggak?" Iren menatap dalam kedua iris mata kakaknya. Dia mencoba mencari kebohongan disana. Tapi nihil, Iren tidak menemukannya disana.

"Selagi kamu mau memperbaiki kesalahan kamu, kakak yakin, Mona dan teman-teman kamu lainnya mau memaafkan kamu." Iren mengangguk, dia memeluk kakaknya dengan erat.

"Aku menyesal. Andai waktu bisaku ulang kembali, aku janji kak, aku tidak akan berbuat hal bodoh seperti dulu." Ucap Iren, sendu. Kepindahan keluarganya ke Jogja itu atas permintaannya. Dan tentu saja ada sangkut pautnya dengan masalah yang menimpa dirinya. Dan kebetulan papanya juga ada kerjaan di Jogja, hingga mereka semua setuju pindah ke Jogja.

"Adiknya kakak gak boleh sedih. Nanti mataharinya redup." Iren tertawa mendengar candaan David. Kakaknya memang selalu bisa membuat dirinya bahagia.

"Aku tidak akan pernah sedih jika ada kakak." Iren memeluk kakaknya semakin erat. David hanya diam, berharap semua masalah yang menimpa adiknya cepat berlalu dan digantikan dengan kebahagiaan.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang