6. Lo seperti malaikat gue Mon

3.3K 243 4
                                    

Kalian tahu gak sakitnya di beda kasihkan orang tua? Apa lagi saat semua usahamu tidak mereka hargai, pasti rasanya sangat menyakitkan.

Disaat-saat seperti ini, disaat Aksa butuh dukungan kedua orang tuanya, justru kedua orang tuanya malah pergi meninggalkannya ke singapure. Matanya mungkin belum bisa terbuka, tapi telinganya mendengar semua percakapan kedua orang tuanya. Sekarang Aksa sudah di pindah ke ruang inap, tidak lagi di ruang UGD. Kata Dokter, keadaannya sudah sedikit membaik dan sudah boleh di jenguk, tapi harus memakai baju dan masker khusus rumah sakit.

"Dia sudah bisa jaga diri sendiri Ma, lagi pula Papa sudah donorin darah Papa buat dia. Apa lagi yang dia butuhin dari Papa? Dasar anak tidak tahu diri. Bisanya nyusahin saja." Ucap Danil, yang jelas-jelas Aksa dengar. Mungkin jika orang lain selain Aksa yang mendengarnya hatinya akan hancur. Orang tuanya saja membencinya, bagaimana dengan orang lain?

"Tapi Pa, bagaimana omongan orang nanti? Anak masih belum sadarkan diri sudah kita tinggal keluar negeri." Bantah Intan. Orang yang Aksa fikir sedikit menyayanginya lebih memikirkan omongan orang lain dari pada simpati menjaganya.

"Masa bodo dengan omongan orang lain. Mama mau jatuh miskin, hah?! Perusahaan kita sekarang sedang mengalami kerugian besar di Singapure." Bentak Danil, tertahan.

Intan menggeleng, Dia tidak mau jatuh miskin. Ditatapnya wajah Aksa sebentar, lalu dia kembali menatap wajah Danil, suaminya.

"Yasudah, kita berangkat sekarang. Tapi kita pamit dulu sama Arga." Putus Intan.

Selepas kepergian kedua orang tuanya, Aksa menangis dengan mata terpejam, sesak di dadanya tidak bisa dia tahan lagi. Perih, Aksa merasa sekarang hatinya sedang di tusuk oleh ribuan jarum.

Jari-jari Aksa berkutik, pertanda jika keadaannya sudah sedikit membaik. Raka dan Karel pulang terlebih dahulu untuk mandi, mereka berdua fikir Aksa sudah ada yang menjaga, yaitu orang tuanya.

Ceklek...

Pintu ruang inap Aksa terbuka. Mona datang dengan langkah pelan. Dia mengusap lembut air mata Aksa. Tadi dia tidak sengaja mendengar percakapan kedua orang tua Aksa.

"Kakak jangan nangis, masih ada gue kok." Ucap Mona, sambil memeluk tubuh Aksa, erat. Jari-jari Aksa terus bergerak. Itu menunjukkan bahwa Aksa sudah mulai melewati masa-masa kristisnya.

"Pa, papa!! Papa..." Teriak Mona, keras. Bram berlari masuk kedalam ruang inap Aksa.

"Sayang, jangan berisik. Kasihan Aksa, nanti dia merasa terganggu." Tegur Bram.

"Iya, Pa. Tapi kenapa tangan Kak Aksa gerak-gerak?" Tanya Mona, panik.

"Alhamdulillah, Aksa sudah melewati masa kritisnya. Papa tinggal dulu ya sayang?" Pamit Bram, sambil mencium lembut kening anaknya. Mona hanya mengangguk, membiarkan papanya pergi.

Mona tersenyum lebar, akhirnya kakak kelasnya sudah melewati masa kritisnya.

"Kakak disini dulu ya? Gue mau beli minuman di kantin." Ucap Mona, dia mengusap lembut pundak Aksa.

Saat Mona baru saja keluar dari ruang inap Aksa, kakinya berhenti berjalan. Dia mendengar jelas pembicaraan orang tua Aksa kepada Arga yang ruangannya berada di sebelah kanan Aksa.

"Abang, mama pergi dulu ya? Kabari mama kalau abang sudah boleh pulang." Ijin Intan, sambil mencium kening Arga.

"Papa tinggal dulu. Cepat sembuh, jangan nyusahin kayak saudara kembar kamu itu. Bisanya ngehabisin uang papa aja." Ucap Danil, dia menepuk lengan Arga, pelan.

"Gak usah jenguk Aksa, pikirin dulu kesehatan kamu. Papa pergi dulu." Pesan Danil, dia menggandeng tangan Intan untuk pergi dari ruang inap putra pertamanya. Mereka keluar dari ruangan Arga.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang