44.kancil di lawan

1.8K 107 2
                                    

Malam ini Aksa tidak mau membuang-buang kesempatan. Dia sudah mengirim pesan kepada Mona, apakah kedua orang tuanya di rumah? Dan Mona menjawab iya.

Aksa membawa martabak manis, dia berdiri di depan pintu rumah Mona dengan gusar. Tidak lama seorang gadis cantik yang sedang mengenakan baju tidur bergambar beruang itu membukakan pintu untuknya. Gadis cantik itu adalah Mona, siapa lagi kalau bukan dia?

"Mama sama papa kamu dimana?" Tanya Aksa, dia mengikuti Mona berjalan masuk kedalam rumahnya.

"Di ruang keluarga, kita langsung kesana aja." Mona tersenyum kepada Aksa.

"Nih buat kamu." Aksa menyodorkan dua kotak martabak manis kepada Mona, tentu saja Mona menerimanya dengan senang hati.

"Terimakasih pacar aku tersayang." Mona mencium pipi Aksa, cepat. Hal itu membuat Aksa mematung di pertengahan anak tangga rumah Mona. Karena malu, Mona berlari menuju ruang keluarga duluan. Dia meninggalkan Aksa yang masih shock.

"Dari Kak Aksa." Mona meletakkan dua kotak martabak manis di meja keluarga. Baru saja dia duduk, Aksa sudah berdiri di depannya.

"Selamat malam Om, Tante." Aksa mencium kedua tangan orang tua Mona.

"Malam, duduk Sa. Udah makan belum? Tadi Tante masak telur balado loh." Ranya Riska, ramah.

"Udah kok Tante." Aksa menjawab pertanyaan dari Mama Mona sambil tersenyum manis.

"Harusnya kamu gak perlu bawa martabak manis begini, Om sama Tante kan jadi ngerasa ngerepotin kamu." Bram angkat bicara, dia membuka martabak manis yang Aksa bawa. Kemudian Bram memasukkan martabak manis itu kedalam mulutnya.

"Alah, bilang aja Papa sama Mama senang di bawain makanan gratis." Sindir Mona yang di balas kekehan oleh Bram. Sedangkan Riska hanya tersenyum saja.

"Saya gak merasa di repotkan, malah saya senang kalau Om sama Tante suka dengan martabak yang saya bawa." Aksa berharap dengan ini dia bisa mendapatkan izin untuk mengajak Mona pergi melihat bedah buku dan lukisan di jogjakarta.

Setelah lama terdiam, Aksa angkat bicara. Mereka semua terlalu hanyut dalam film yang berjudul keluarga Cemara.

"Om, Tante, sebelumnya saya minta maaf sudah mengganggu waktu istirahat kalian berdua. Tapi saya ingin meminta izin kepada kalian untuk mengajak Mona melihat festival bedah buku dan lukisan di Jogjakarta." Badan Aksa sudah keringat dingin hanya untuk mengatakan kalimat seperti itu. Untuk menjadi lelaki jentelmen bukanlah hal mudah. Meminta izin mengajak Mona pergi butuh nyali yang besar.

"Yogyakarta? Apa kamu tidak tahu Virus Corona yang sedang menyebar di seluruh dunia?" Aksa meringis pelan ketika mendengar ucapan Bram. Sudah dia duga, pasti Bram dan Riska tidak akan mengizinkan Mona pergi.

"Saya tahu, tapi saya janji akan menjaga Mona. Selama disana saya akan terus bersama Mona, dan tentunya saya akan menyuruh Mona memakai masker." Aksa mencoba meyakinkan Papa Mona.

"Saya ragu untuk mengizinkan anak saya pergi jauh." Tercetak jelas kekhawatiran di wajah tampan lelaki paruh baya itu.

"Kak Dara juga ikut kok, Pa. Plis..." Mohon Mona, dengan wajah memelas.

"Biarinlah, Pa. Toh ada Dara juga nanti." Riska juga ikut mencoba membujuk suaminya agar mengizinkan Aksa mengajak Mona pergi ke Jogja.

"Berat rasanya membiarkan putri papa pergi dalam keadaan pandemik seperti ini. Tapi jika kamu ingin benar-benar pergi papa ijinkan. Tentunya dengan syarat, kamu harus selalu jaga diri disana." Mona tersenyum, dia langsung menghambur kedalam pelukan papanya.

"Ke Jogja berapa hari, Sa?" Tanya Riska, sambil memakan martabak manis pemberian Aksa.

"2 hari Tante." Jawab Aksa, mantap.

"Nginep di hotel?" Lagi-lagi Riska bertanya.

"Iya, tapi Tante tenang saja. Itu hotel milik keluarga aku, jadi di jamin aman. Anti virus Corona kok." Riska dan Bram tertawa kecil.

"Saya percayakan anak saya sama kamu." Ucap Bram kepada Aksa.

🔹🔹🔹

Iren menatap sendu tempat festival yang sedang di tata. 2 hari lagi akan ada festival bedah buku dan lukisan. Biasanya jika ada acara seperti ini Mona dan dirinya pasti selalu datang bersama.

"Bagus gak, dek? Nanti rencananya ada blazer juga disini." David menunjuk beberapa meja yang di tata rapi di pinggir alun-alun kidul jogjakarta. Sedangkan di tengah ada panggung yang menjulang tinggi.

"Hemm..., Bagus." Iren mengangguk, kemudian dia pergi begitu saja. Malam ini alun-alun kidul Yogyakarta sangat ramai. Tapi Iren masih saja merasa sendiri.

"Tuhan, aku rindu sahabatku." Isak Iren. Dia duduk di bawah pohon rindang. Dia sungguh menyesali segala perbuatannya.

David hanya diam. Dia percaya, bahwa di balik semua masalah yang menimpa adiknya, tuhan sudah merencanakan hal yang lebih baik di kemudian hari.

🔹🔹🔹

Pagi ini Arga dan Aksa sedang mengibarkan bendera perang. Mereka sedang berebut ayam balado buatan mamanya. Tadi pagi saat Intan menyuruh kedua putranya makan, mereka berdua kompak menggeleng sambil bermain game di heandpone mereka masing-masing. Dari pada tidak ada yang makan, ya Intan kasih aja ayam baladonya ke keluarga Mutiara.

"Abang minta sana sama calon mertua Abang." Suruh Aksa, sambil menggigit ayamnya. Satu ayam mereka makan berdua.

"Gak mau, lagi pula kita harus saling berbagi." Aksa mendengus, kalau saja cacing di perutnya tidak meronta makan, tidak mungkin dia mau makan ayam berdua dengan Arga.

"Orang tua kita kaya, tapi cara kita makan persis kayak gelandangan yang gak makan 1 Minggu." Celetuk Aksa, dia memberikan ayam yang dia pegang kepada Arga.

"Ini semua gara-gara lo yang sok-sok'an gak mau makan." Arga menyalahkan Aksa dengan seenak jidatnya.

"Kalau ngomong enak banget. Waktu itu gue lagi asik sama game online gue." Bela Aksa. Dia tidak setuju dengan argumentasi yang Arga berikan.

"Coba aja lo bilang, iya Ma, bentar. Aku main game dulu. Pasti kita tidak akan makan ayam berdua seperti ini" Arga terus mengoceh hingga membuat Intan pusing.

"Sekali lagi mama mendengar ocehan kalian berdua, mama pastikan kalian nanti siang tidak makan." Ancam Intan, Arga dan Aksa sampai tersedak makanan setelah mendengar ancaman yang keluar dari mulut mamanya.

"Gara-gara lo tuh Bang, Mama marah." Aksa menunjuk Arga dengan sendok yang dia buat untuk makan.

"Gara-gara lo juga yang gak mau ngalah sama gue." Arga menunjuk Aksa menggunakan ayam yang dia pegang. Bukannya marah, Aksa malah menggigit ayam yang Arga buat untuk menunjuk dirinya.

"Enak bang, lagi dong." Arga mendelik, lalu dia menarik ayamnya dari depan mulut Aksa.

"Gila lo, Sa. Ayam ini tuh buat kita bagi berdua. Lo sama gue, lah malah lo makan semua." Arga menatap nanar ayam yang dia pegang.

"Lo sodorin kedepan mulut gue, ya gue makan. Mana ada kucing yang nolak ikan, apalagi dikasih di depan mata." Arga mendengus, lalu dia melanjutkan makannya. Sedangkan Aksa tertawa keras, menertawakan kebodohan abangnya.

"Kancil lo lawan." Ejek Aksa. Arga menggigit ayam yang hanya tinggal tulangnya dengan kesal.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang