32. kapan aku bahagia?

2.5K 151 0
                                    

Pagi yang cerah, hari ini SMA Tunas Bangsa sedang mengadakan upacara. Seperti biasanya, kepala sekolah SMA Tunas Bangsa sedang berpidato di depan.

Terik matahari yang sangat panas membuat murid SMA Tunas Bangsa tidak lagi berdiri pada barisannya. Mereka berpindah-pindah mencari tempat yang sedikit teduh.

Aksa hanya diam dikala sang kepala sekolah membanggakan abangnya di depan semua murid SMA Tunas Bangsa. Abangnya yang pintar, 2 Minggu lalu berhasil menjadi juara 1 lomba MIPA tingkat Nasional.

"Untuk semua anak kelas X dan kelas XI IPA maupun IPS, contohlah kakak kelas kalian ini. Dia pandai dalam semua pelajaran, prestasinya tidak usah di ragukan lagi. Mulai dari menjuarai lomba olahraga basket tingkat sekolah, taekwondo tingkat provinsi, Debat dalam bahasa Inggris tingkat nasional, dan sekarang kembali lagi menjuarai mata pelajaran MIPA tingkat nasional. Untuk yang kelas XII, jadikanlah Arga ini sebagai motivasi belajar kalian." Ucap sang kepala sekolah.

"Widih, salut gue sama Kak Arga, udah ganteng, pintar lagi. Idaman banget." Aksa hanya diam dikala mendengar adik kelasnya membicarakan tentang ketampanan dan kepintaran abangnya.

"Dengar-dengar adiknya juga jago ngelukis loh." Timpal salah satu temannya.

"Tapi sombong. Cuma jago ngelukis aja belagu, apalagi pintar kayak abangnya?" Tambah teman cewek itu yang satunya lagi.

"Sekian dari saya, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarukatu." Kepala sekolah selesai berpidato, beliau kembali ke tempatnya, begitupun dengan Arga yang kembali ke barisannya.

Acara terus berlangsung, hingga....

"Tanpa penghormatan, bubar jalan." Semua murid SMA Tunas Bangsa berbondong-bondong bubar dari lapangan. Mereka butuh air agar tidak dihidrasi. Cuaca kali ini benar-benar panas, matahari seakan berada di atas kepala.

Aksa berjalan menuju belakang sekolah. Sebuah rokok dan pemantik berada di genggaman tangannya. Namun....

"Seharusnya lo ngomong, Ren, kalau lo suka sama Kak Aksa." Mona berdiri di depan Iren dengan mata berkaca-kaca.

"Maksud lo apasih? Gue gak ngerti. Mending kita ke kelas, bentar lagi pelajaran IPS akan di mulai." Iren terlihat gugup, tapi dia mencoba tersenyum di depan Mona.

"Lo gak perlu bohong atau nutupin segalanya dari gue lagi. Lo minta sama Kak David untuk maksa Kak Aksa agar jadiin lo pacarnya 'kan? Lo gak perlu ngelakuin itu, kita sama-sama perempuan. Lo pasti tahu bagimana rasanya di hianati? Gue cukup sabar sama sikap Lo, Ren. Lo selalu memberi perhatian kepada Kak Aksa waktu dia masih sama gue. Dan sekarang lo mau rebut dia dari gue? Ingat Ren, 6 tahun kita jadi sahabat. Apa iya lo tega nikung pacar sahabat lo sendiri? Lo tega sama gue? Jangan hanya satu laki-laki persahabatan kita jadi hancur." Iren terdiam, dia mau mengelak seperti apalagi? Semua yang Mona katakan adalah kenyataan.

"Kemarin gue sama Kak Dara datang ke rumah lo. Gue dengar semua yang lo katakan sama Kak David. Lo coba pikirkan lagi, gue ini sahabat Lo. Dan Aksa itu pacar gue, Apa iya Lo tega ngerebut dia dari gue?" Mona mengusap air matanya dengan kasar. Dia tidak habis pikir dengan cara pikir Iren. Bisa-bisanya dia menghianati persahabatan yang sudah terjalin lama hanya karena satu laki-laki.

"Kalau iya emang kenapa? Gue udah berjuang banyak untuk dapatin dia. Mulai dari menghasut dia tentang lo dan Kak Karel, dari gue selalu ada disisi dia, bawain dia bekal, ngasih dia perhatian, dan gue sampai bela-belain pergi ke Bandung untuk bisa menghabiskan waktu bersama dia. Lo mikir dong, Mon. Gue buang jauh-jauh rasa malu gue hanya untuk dapatin dia, dan Lo nyuruh gue mikir buat tidak merebut dia hanya gara-gara dia pacar Lo? Gila Lo!" Iren tertawa sinis di depan Mona. Ini perihal hati, hati tidak bisa memilih antara ingin mencintai siapa? Dan di cintai siapa? Cinta datang tanpa di undang, dia tidak memandang itu kekasih sahabatnya atau tidak.

"Yang gila itu bukan gue, tapi Lo." Mona menunjuk dada Iren dengan bara emosi yang sudah berada di atas ubun-ubun.

"Iya, gue memang gila. Gue gila karena Kak Aksa. Gue gila karena kakak kelas kita. Gue gila Karena pacar lo itu, Mon. Karena dia, gue sampai sulit tidur. Gue selalu ngebayangin wajahnya ketika lagi senyum, marah, dan diam. Gue sampai bela-belain berangkat hampir terlambat gara-gara mau lihat dia. Gue memang gila, iya, gue memang gila. Tapi asal Lo tahu, kegilaan gue itu akan ada hasilnya. Kak Aksa sekarang udah benci sama lo, sebentar lagi gue akan mendapatkan hati dia." Mona menggelengkan kepalanya pelan. Iren benar-benar iblis yang menyamar sebagai manusia.

"Lo egois, Ren." Mona menatap sendu kedua iris mata sahabatnya.

"Gue memang egois, penghianat, dan pembohong. Tapi gue ngelakuin itu demi cinta gue. Gue tidak mau cinta gue bertepuk sebelah tangan." Mona yang tadinya menunduk, kembali mendongakkan kepalanya keatas. Jantungnya berdetak kencang dikala melihat badan tegap yang sedang berdiri di depan Iren.

"Mending lo nyerah sekarang, karena Kak Aksa akan menjadi milik gue." Iren tersenyum miring di depan Mona yang hanya diam mematung.

"Gue pastiin, semua itu tidak akan pernah terjadi." Cowok yang memiliki badan tegap itu berjalan menghampiri Mona dan Iren. Cowok itu adalah Aksa! Setelah sedari tadi dia bersembunyi di balik tembok belakang sekolah, sekarang Aksa muncul dengan aura menyeramkan.

"Lo memang licik, tapi otak gue jauh lebih cerdik. Gue ngehadapin orang kayak Lo gak sekali, dua kali, tapi sudah berulang kali. Bahkan sangking seringnya gue menghadapi mendusa seperti Lo, gue sampai tidak kaget disaat gue mengetahui kalau cewek baik seperti Lo juga bisa berubah menjadi singa. Beruntung Lo cewek, jadi gue gak akan ngehajar Lo sampai babak belur. Coba aja Lo cowok, gue pastiin Lo pulang tinggal nama." Aksa berdiri di samping Mona, dia merangkul pinggang kekasihnya dengan posesif.

"Kalau tidak karena kebaikan Kakak Lo, mungkin gue udah ngebuat Lo celaka. Lo tahu gue? Berandalan kayak gue gampang banget ngebuat orang celaka. Contohnya menyabotase mobil lo." Aksa menyondongkan badannya, bibirnya tertarik keatas untuk memperlihatkan siapa sebenarnya Aksa Leonald?!

"Jangan jadi iblis yang berhati malaikat, gue gak suka. Munafik!" Bisik Aksa, dia menarik tangan Mona untuk menjauh dari tempat Iren berdiri.

Iren menggeram kesal. Lagi-lagi dia kalah dengan Mona. Temannya itu selalu mendapatkan segalanya. Orang tua yang selalu sayang sama dia, serta kekasih yang baik seperti Aksa. Sedangkan dirinya? Orang tuanya gila kerja, sedangkan kakaknya jarang ada di rumah.

"Brengsek!!" Teriak Iren, marah.

"Arggg..., Ini gak adil, gak adil, tuhan gak adil. Kenapa semuanya selalu Mona, Mona, dan Mona yang menang. Kenapa Mona yang selalu bahagia? Lalu aku kapan?" Iren terisak. Tanpa dia tahu, Arga menyaksikan semuanya. Arga yang awalnya ingin membututi adiknya, merasa iba dengan Iren yang sedang kacau.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang