22.Berita

2.3K 135 1
                                    

Sudah seminggu Aksa berada di kota Bandung. Dan sudah seminggu pula dia tidak pergi ke sekolah. Kedua orang tuanya sudah pulang 4 hari lalu. Dan akan kesini lagi nanti malam untuk memperingati 7 hari setelah kepergian neneknya.

Sore ini Aksa sedang duduk di bawah pohon rindang. Tepatnya di alun-alun Bandung. Aksa masih setia duduk di situ dari mulai 35 menit lalu. tanpa di sengaja, matanya melihat kearah penjual bakso kaki lima. Dia melihat Iren disana. Kakinya melangkah, menghampiri adik kelasnya itu.

"Ngapain disini?" Tanya Aksa, dia duduk di kursi panjang, tentunya di samping Iren.

"Hah?" Iren menelan baksonya bulat-bulat. Kemudian dia menatap wajah Aksa dengan ekspresi bingung.

"Lo di Bandung? Ngapain?" Aksa memperjelas pertanyaannya. Dia memesan bakso mercon seperti apa yang Iren pesan. Tidak lupa Aksa juga memesan segelas es teh manis untuk pelengkapi baksonya nanti.

"Main." Iren menjawab pertanyaan Aksa dengan senyum yang dia buat-buat.

"Main? Ini masih hari kamis loh. Gak sekolah?" Iren tertawa dengan pertanyaan yang Aksa lontarkan.

"Gak, soalnya kalau sekolah gak ada kakak gak asik." Aksa yang sedang meminum es teh-nya melirik Iren sebentar, kemudian dia kembali melanjutkan meminum es teh-nya kembali.

"Tahu gak, kak?" Iren memposisikan dirinya hingga  menghadap Aksa yang sedang santai memakan bulatan bakso yang sudah dia potong kecil-kecil.

Aksa hanya diam, menunggu kelanjutan dari topik yang akan Iren sampaikan.

"Mona, dia makin lengket aja sama Kak Karel. Dua hari lalu gue ngelihat mereka pulang sekolah bareng loh kak. Padahal Kak Karelkan sahabat kakak. Kok bisa ya dia main belakang sama pacar sahabatnya sendiri?" Iren mulai memanas-manasi hati Aksa. Diam-diam tangan Aksa terkepal di bawah meja. Tindakan yang Karel dan Mona lakukan kepada dirinya itu sangat keterlaluan.

"Bahkan mereka berdua sekarang kalau kemana-mana bareng terus loh kak." Iren tersenyum licik dikala melihat wajah merah menahan amarah milik Aksa.

"Bukannya Mona sahabat lo? Kok lo malah jelek-jelekin dia di depan gue? Gak takut gue omongin ke dia?" Aksa terlihat santai. Walau sebenarnya hatinya sedang memanas saat ini.

"Kakak bilangin aja ke Mona. Gue gak takut kok. Selagi gue benar, gue gak pernah takut dengan siapapun." Balas Iren. Padahal di dalam hati Iren sedang merapatkan doa agar Aksa tidak mengadukan ucapannya tadi kepada Mona. Selama ini dirinya selalu bergantung perihal matapelajaran kepada Mona. Akan tidak etis jika nilainya merosot ketika dirinya bermusuhan dengan Mona.

"Terimakasih atas infonya." Aksa tersenyum kearah Iren, walau terpaksa.

"Sama-sama." Jawab Iren, sambil tersenyum tipis. Sekarang dia sedang berpesta ria di dalam hati. Akhirnya dia bisa menyingkirkan Mona di kehidupan Aksa dengan perlahan.

***

Mona sedang menekuk kedua kakinya, dagunya dia letakkan di atas lututnya. Sambil menatap sunset di sore hari, Mona memikirkan tentang hubungannya dengan Aksa.

Sore ini Mona sedang bersantai di rumah pohon belakang rumahnya. Terpaksa dia harus sendiri di atas rumah pohon ini, Iren bilang dia mau menjenguk neneknya yang sakit di Makassar.

Perihal PDKT Dara dan Karel, semua berjalan lancar. Mereka berdua sudah saling dekat dan akrab. Sekarang gantian hubungannya dengan Aksa yang renggang dan sulit untuk di satukan kembali.

"Andai langit bisa menampung segala Rindu dan tangisku untukmu, mungkin rintikan hujan sudah mengguyur bumi sedari kemarin karena dia tidak kuat menampungnya." Mona merenung dengan pipi yang tiba-tiba basah. Setiap hari dia menangisi Aksa. Tidak ada notif pesan yang Aksa kirim untuknya. Aksa memang tipekal cowok cuek dan tidak romantis, tapi jika hanya memberinya kabar, Aksa melakukannya. Walau hanya di malam hari. Dan itu isinya hanya mengucapkan selamat tidur serta meminta maaf atas kesibukannya melukis. Sehingga dia tidak memiliki waktu berdua bersamanya.

Mona mengambil handphone miliknya yang berada di samping kanannya. Dia mengetik sesuatu disana.

To. Aksa.

Kak, aku susul kamu ke Bandung ya? Aku rindu.

Biarlah semua orang berkata bahwa dirinya lebay, cengeng, dan tidak punya malu karena sudah mengejar-ngejar Aksa dengan terus terang. Nyatanya hatinya menginginkan cowok itu.

Tluling...

Sebuah nada dering singkat yang berasal dari heandpon miliknya membuat senyum Mona mengembang.

From. Aksa.

Gak usah, kalau ada lo, gue disini malah repot. Lo kan manja.

Jawaban yang Aksa berikan membuat Mona semakin terisak. Mona sungguh tidak menyangka hubungannya dengan Aksa akan seperti ini.

"Tuhan, aku harus apa?" Mona bingung ketika dia sedang berada di situasi ini. Apa dia harus bertahan dengan sikap Aksa yang seperti ini? Atau dia harus mundur perlahan? Semua itu masih menjadi teka-teki untuk Mona.

🔹🔹🔹

Pagi ini sekolah ramai membicarakan tentang perihal kedekatan Mona dengan Karel. Bahkan Mona sendiri bingung, darimana mereka tahu kedekatannya dengan Karel? Jika Mona saja tidak pernah berbicara dua mata dengan Karel di sekolah.

Karel berdiri di samping Mona yang sedang menangis di taman. Mata Mona membengkak merah akibat terus menangis.

"Lo mau kota Jakarta banjir gara-gara air mata lo?" Karel memberikan selembar tisu untuk Mona.

"Jangan nangis lagi, gue cuma punya satu tisu. Itu aja gue minta sama anak-anak alay yang lagi gosipin kita di kantin." Ungkap Karel, dia duduk di samping Mona.

"Mereka bergosip tanpa tahu faktanya." Mona menatap sendu wajah tampan Karel.

"Kalau mereka tahu faktanya itu bukan gosip, tapi kenyataan." Karel terlihat santai dengan gosip antara dirinya dan Mona yang beredar di sekolahnya. Terbanding dengan Karel, Mona malah menyikapi gosip itu dengan berlebihan.

"Lo kok santai dengan gosip kita?" Tanya Mona penuh selidik. Hampir semua orang menuduh Mona berselingkuh dengan Karel, tapi dia tidak mau melepaskan Aksa, dan terus mengejar-ngejar cowok itu. Sedangkan Karel di kabarkan merebut Mona dari Aksa, dan memanfaatkan ketidakadaan Aksa untuk mendekati Mona.

"Gue bukan cewek yang berhati sensitif. Tiga atau empat hari lagi juga berita ini akan hilang dengan sendirinya." Karel bersikap santai, nyatanya dia tidak yakin dengan ucapannya.

"Gak usah nangis lagi, gue cabut dulu." Sebelum Karel beranjak pergi, Mona menahan pergelangan tangan Karel.

"Gue ngelihat sesuatu di telapak tangan lo. Coba telapak tangan lo tunjukkin ke gue," Pinta Mona dengan wajah serius.

"Sesuatu apa?" Karel memperlihatkan telapak tangannya. Dengan seringai jahil, Mona meletakkan tisu bekas ingusnya kedalam genggaman Karel.

"Terimakasih tisunya Kak Karel. Nih gue balikin." Mona tertawa melihat wajah mupeng Karel. Sedetik, dua detik, kemudian Mona mendengar teriakan jijik dari Karel.

"Dasar gila, Najis!" Karel reflek membuang tisu bekas ingus Mona ke tanah dan menginjaknya. Setelah itu dia mengumpat kasar yang masih bisa Mona dengar. Lalu saat Mona berlari, tidak sengaja dia menabrak Raka yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya.

Raka menatap Mona, kemudian dia menatap Karel yang berdiri tidak jauh dari Mona berdiri.

"Gue kira kabar yang beredar itu salah. Ternyata memang benar." Raka berjalan melewati Mona dan Karel begitu saja. Membuat dada Mona kembali sesak.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang