9. Nasib yang malang.

3K 194 2
                                    

Aksa tersenyum menatap lukisannya. Dia melukis seorang pemuda yang sedang berjinjit untuk menggapai bintang yang berada jauh di atasnya. Lukisan itu memiliki arti bahwa kita harus menggapai mimpi kita walau itu terasa sulit. Sedangkan lukisan keduanya, Aksa menggambar seorang perempuan cantik yang sedang tersenyum sambil menatap gelapnya malam. Lukisan itu memiliki arti seorang perempuan yang sedang menanti kekasihnya. Tapi yang dia nanti tidak kunjung datang, malah terus menjauh.

"Lukisannya bagus, kak." Aksa terlonjat kaget. Dia menoleh kesamping, disana Iren sedang berdiri sambil menatap lukisannya.

Hari sudah petang. Wajar jika cewek yang sedang memakai seragam putih abu-abu itu sudah pulang dari sekolah. Tapi bukan itu yang Aksa pertanyakan sekarang. Yang Aksa ingin pertanyakan adalah kenapa Iren bisa berada di ruangan ini? Bukankah ini ruangan bersifat privasi? Ini adalah ruangan pribadi David.

"Lo kok ada disini? Lo...."

"Dia adik saya. Gimana Sa, udah selesai atau belum lukisannya?" David tiba-tiba muncul di balik pintu. Jawaban yang David berikan sudah memperjelas kebingungan Aksa atas keberadaan Iren di ruangan Ini.

"Udah." Jawab Aksa, singkat. David menatap kagum lukisan yang di buat oleh Aksa.

"Ternyata lo berbakat juga dalam seni Lukis. Oh ya dek, kenapa kamu gak bilang kalau kamu kenal sama Aksa?" David merangkul pundak adiknya yang tingginya hanya sampai pundaknya.

"Karena aku juga baru kenal sama Kak Aksa. Btw, jauhkan tangan kakak dari pundakku, dan jangan berdiri di sampingku. Aku terlihat seperti kurcaci bila berdiri di samping kakak." Kesal Iren, sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Makanya minum susu biar cepat tinggi." Kekeh David, Aksa tersenyum melihat kedekatan kakak beradik di depannya.

"Andai gue dan Arga bisa seperti mereka berdua. Saling merangkul, tanpa menjatuhkan satu sama lain." Batin Aksa, tersenyum miris.

"Oh ya Sa, besok lukisan kamu saya panjang di pameran. Semoga banyak yang suka sama lukisan kamu." Aksa mengangguk, menyetujui apapun keputusan David.

"Kalau begitu saya pulang dulu." Pamit Aksa kepada David dan Iren.

"Saya, kamu? Lo, gue, ajalah. Umur kalian paling beda tipis." Ucap Iren. David dan Aksa saling tatap dan tersenyum.

"Senyaman kamu aja, Sa. Mau manggil saya Kak, boleh. Lo, boleh. Kamu, juga boleh." Balas Davin yang di anggukin kepala oleh Aksa. Aksa ingin beranjak pergi, tapi....

"Biar Kak David antar." Iren menginjak Kaki David hingga seempunya meringis.

"Iy_iya, biar gue yang nganter lo pulang. Lagi pula kaki lo belum sembuh." David mencoba menawari Aksa tumpangan.

"Terimakasih, tapi maaf, gue bisa pulang sendiri. Permisi." Aksa berjalan melewati Iren dan David begitu saja.

"Ganteng." Gumam Iren, sambil menggigit ujung jaringa.

"Hah?" David menatap adiknya dengan tatapan mengimindasi.

"Enggak, itu loh lukisan Kak Aksa yang cowok lagi ingin ngeraih Bintang, ganteng banget." Jelas Iren, gugup. Tidak mau ambil pusing, David hanya ber oh ria saja.

🔹🔹🔹

Arga menyesal tidak bisa menjemput adiknya di Galery lukis David. Ini semua gara-gara kedua orang tuanya yang menyita kunci mobil dan motornya. Mereka murka dikala mendengar dari guru BK bahwa Arga telat datang ke sekolah. Dan hal yang paling membuat Intan dan Danil marah adalah Arga mengaku telat datang ke sekolah karena mengantar Aksa ke Galery lukis David terlebih dahulu.

AKSA ( Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang