57~ Rembulan Redup.

688 47 12
                                    

Lima hari yang penuh luka menyiksa sudah valerin lewati dengan semua rasa sakitnya, lima hari sudah zico tidak pernah membagi waktunya dengan valerin, jangankan bertemu lama, telfonan saja sangat jarang, alasannya sabrina sedang dengannya, masuk akal, karena memang sabrina selalu bersama zico, lima hari kemarin valerin selalu melihat adegan yang sungguh menyakitkan dimatanya, zico berduaan dengan sabrina, makan bersama, saling menyuapi, berangkat dan pulang bersama, hampir sama seperti yang zico lakukan pada valerin, tapi dibalik itu zico selalu mengirim pesan pada valerin hampir ssetiap jam, zico masih bisa memberi perhatian pada valerin setiap hari lewat dewa atau beckham, membelikan valerin makanan dengan menyuruh dewa atau beckham yang mengantarnya.

"rin! makan dulu yuk nak!" vallen membuka pintu kamar valerin, dan menemukan putrinya sedang melamun.

"kenapa? kok kamu ngelamun?" vallen mengusap wajah valerin.

"gapapa ma" valerin membenarkan posisi duduknya agar sejajar dengan vallen.

"kalo ada masalah cerita dong sama mama, siapa tau mama bisa bantu, atau sekedar memberi ketenangan buat kamu" vallen mengelus rambut valerin lembut.

Valerin langsung memeluk vallen erat, menutupi wajahnya yang sudah memerah, ia mencoba menahan air matanya agar tidak turun, dan tidak membiarkan mamanya itu tau kalau ia sedang menangis, tapi vallen tidak bisa dibohongi, vallen tau valerin sedang menangis sekarang.

"kalo belum siap cerita gapapa ko, lain kali aja" ucap vallen.

"ma..."

Vallen tersenyum.

"verin sakit ma, verin gabisa liat zico sama bina ma" ucap valerin sesenggukan.

"emang bina siapa nya zico?" tanya vallen pura pura tidak tau, padahal valeron sudah menceritakan semuanya pada vallen.

"sabrina anaknya sahabat mama zico, dia punya penyakit kanker, umurnya udah ga lama, dia suka zico, jadi buat ngisi hari terakhirnya, mamanya minta zico pacarin bina, zico juga udah bilang sama verin, verin juga udah izinin, tapi.. " valerin menjeda kalimatnya karena sesenggukan "tapu verin gakuat ma"

Vallen memeluk valerin, ia sangat tau keadaan putrinya sekarang, karena dulu juga ia pernah merasakan diposisi valerin.

"mama juga pernah diposisi kamu, kamu harus banyak sabar, kalo kamu yakin zico itu milik kamu, dia gaakan kemana mana, lagian juga dia selalu perhatiin kamu juga disekolah kan? Kalian masih pacaran" jelas vallen menenangkan.

"mama yakin, zico sayang banget sama kamu, kalian harus sama sama percaya, kalian saling cinta, jadi kalian harus lewatin masalah ini bersama" tambah vallen.

"iya ma, tapi-" ucapan valerin terhenti ketika melihat valeron masuk ke dalam kamarnya.

"kenapa nak?" tanya vallen pada valeron yang mendekat ke arah mereka.

"ada zico diluar" valeron mengusap puncak kepala valerin.

Valerin menatap valeron sambil menaikkan satu alisnya, seolah meminta kebenaran, valeron mengangguk.

"suruh masuk kesini aja ziconya" titah vallen.

"oke" valeron berjalan keluar untuk memanggil zico sesuai dengan perintah mama nya.

"mama tinggal keluar ya? kamu disini sama zico, oke sayang?"

"iya ma" vallen mencium pipi putrinya yang basah karena air mata, lalu segera keluar dari kamar valerin.

Valerin mengusap air matanya, memakai bedak dan liptint agar zico tidak tau jika valerin habis menangis.

"haii" sapa zico yang baru masuk kedalam kamar valerin.

"eh haii" valerin tersenyum kaku saat menyapa zico.

Zico mendekat kearah valerin, jujur, zico sangat rindu saat menghabiskan waktu berdua bersama valerin seperti ini, sudah lima hari mereka tidak berdua seperti ini, jadi bukan valerin saja yang rindu, zico lebih, karena zico juga menahan beban merasa bersalah karena tidak bisa menjaga perasaan orang yang sangat ia sayang ini.

"kita duduk disana? biar lebih enak" valerin menunjuk balkon rumahnya, setelah zico menyetujuinya, valerin menarik zico menuju balkon.

Mereka duduk dikursi panjang yang ada di balkon rumah valerin, valerin duduk bersandar pada tangan zico yang melingkar dibelakang punggungnya, dan menyenderkan kepalanya kearah zico.

"aku kangen kamu" ucap zico pelan. "maafin aku" lanjutnya.

"kenapa minta maaf?" valerin bertanya tanpa melihat ke arah zico.

"aku udah nyakitin kamu, kamu pasti sakit banget ya?"

Valerin memejamkan matanya, mencoba menetralkan perasaannya yang sudah sangat hancur sejak kemarin.

"liat deh bulan itu" valerin menunjuk bulan yang redup karena tertutup awan mendung.

"cantik ya? kaya kamu" ucap zico mencoba menggoda valerin.

Valerin menggeleng.

"redup, sama kaya hati aku sekarang" lirih valerin pelan.

Zico semakin terbebani saat mendengar perkataan valerin yang sangat sakit terdengar ditelinganya.

"aku sayang banget sama kamu, maaf aku baru kesini, tadi bina minta dianter kerumah sakit, jadi aku baru bisa kesini sekarang" jelas zico, valerin tidak menjawab, ia sibuk memeluk zico dan menikmati saat saat mereka berdua seperti ini.

"gapapa, emang bina sekarang sama siapa? kasian kalo dia sendirian" tanya valerin.

'kamu sendiri sakit rin, kenapa kamu khawatir ke bina'

"ada mama nya" jawab zico singkat.

"besok jadi kita main kerumah brylian?" tanya valerin.

"jadi sayang"

"bina ikut?" dalam hatinya valerin berharap zico bilang tidak.

"ikut" jawaban zico berhasil membuat hati valerin mencelus kecewa. "tapi sebisa mungkin aku ga akan ajak dia" lanjut zico membuat valerin tersenyum simpul.

"kamu tau dari mana besok kita kerumah bry?" tanya zico.

"dari dewa" jawab valerin seadanya.

Akhir akhir ini, zico sering cemburu pada dewa, karena setiap hari dewa lah yang membantunya untuk memberi perhatian oada valerin, sehingga dewa sangat dekat dengan valerin, seperti sepasang kekasih, tapi dewa tidak sejahat itu untuk menikung sahabatnya.

Tetesan air dari langit menetes di tangan zico, zico menatap ke arah langit yang mulai gerimis, dan beralih menatap valerin yang sekarang memejamkan matanya dengan air yang mengalir disudut matanya, valerin menangis?

"langit ada di pihak kamu, dia nangis liat kamu nangis"

^^

Haii!

Siap menuju ending?!

Santuy aku udah siapin squelnya kok hihi

Mifta Sachfira


My Bad Boyfriend & My Possesive Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang