POV PAK DOKTER
***
Aku Aditya Marvino, Dokter umum yang baru beberapa hari lalu di pindah tugaskan di Rumah Sakit ini. Aku seorang duda, istriku meninggal 2 hari kemudian setelah akad nikah kami di gelar. Terpukul? Jangan tanya lagi. Pria mana yang tidak terpukul ketika wanita yang sangat di cintai pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya, apalagi pernikahannya baru memasuki hari ke-3. Sangat miris, kan? Bahkan aku sempat mengalami depresi berat, tapi secepatnya pulih karena dukungan dari keluargaku.Hari ini, sudah 1 tahun lebih aku menduda. Dan tentunya aku sudah mengikhlaskan Almarhumah istriku, Anisa. Aku selalu berdoa semoga dia tenang di Alam sana, dan aku bisa menjalani hidup dengan normal tanpa bayang-bayangnya.
Di lingkungan baru ini, aku pun ikut memulai kehidupan baru. Sebagai Dokter umum, mengharuskan aku kerja part time. Usiaku baru saja memasuki 25 Tahun, masih sangat mudah, kan? Iya, benar sekali. Jadi aku tidak heran, jika wanita-wanita itu berbondong-bondong mencari perhatianku, termasuk perawat-perawat muda di Rumah Sakit ini. ada-ada saja kelakuan mereka untuk mencuri perhatian dariku. Bagaimana denganku? Rasanya sama saja, aku sama sekali tidak tertarik, apalagi meladeni mereka. Aku tipikal pria yang cuek, tidak mau tahu sekitar. Mungkin hanya Almarhum istriku yang tahu seperti apa aku sebenarnya.
Aku duduk santai di dalam ruanganku, sambil membaca beberapa artikel yang berhubungan dengan dunia kesehatan. Sesaat kemudian Dokter Herman sekaligus Dokter senior di Rumah Sakit ini menemuiku dan mengatakan jika aku ada jadwal operasi saat ini juga.
"Objek operasi kita kali ini adalah seorang pasien yang mengalami patah tulang dibagian dadanya, sepertinya kena benturan keras." kata Dokter Herman kepadaku.
Aku menganguk pelan, keluar dari ruanganku dan mengekori Dokter Herman dari belakang.
Sebelum memasuki Ruang Operasi, mataku tidak sengaja menangkap sosok wanita di pojok dinding sedang melamun. Tapi bukan itu masalahnya. Dadaku terasa sesak, sorot mata wanita itu mengingatkanku pada sosok Almarhumah istriku, Anisa. Tidak, lebih jelasnya, dia sangat mirip dengan Anisa. Tuhan, apa ini hanya kebetulan?
"Dokter Adit, ayo masuk. Kita harus segera melakukan operasi pada pasien, sebelum dia benar-benar koma."
Ucapan Dokter Herman membuatku sadar, cepat-cepat aku berlalu dan melaksanakan tugasku.
***
"Dokter, baru saja Dokter Herman titip pesan agar Dokter mengambil alih tugasnya untuk memantau perkembangan pasien di ruangan ICU. Dia mengatakan akan terbang ke Makasar hari ini juga karena ada tugas mendadak, dan meminta maaf karena tidak sempat pamit pada Dokter."Aku menganguk pelan, jujur saja aku sangat malas di ajak bicara. Apalagi lawan bicaraku adalah seorang wanita yang memiliki gelagat aneh. Aneh? Iya aneh. Tatapan perawat ini membuatku risih. Sebelum pergi, aku sempat mengambil masker dan mengenakannya. Risih juga jika wajah ini menjadi tontonan gratis wanita-wanita itu.
Beberapa saat kemudian, aku pergi dan segera meninggalkan ruanganku dan bergegas ke ruangan ICU. Sempat kulihat perawat itu memasang wajah kecewa, tapi tidak masalah untukku.
Di ruangan ICU, mata ini kembali melihat sosok itu. Aku merasa grogi, sungguh, dia sangat mirip dengan Almarhumah Anisa istriku. Aku berusaha menetralisir hatiku, berharap tidak menimbulkan gelagat aneh.
Dengan santai aku melangkah ke arahnya, bukan, lebih tepatnya ke arah pasien yang saat ini ditungguinya.
"Permisi, mbak. Saya mau memeriksa pasien." ucapku sambil melirik kearahnya sekilas.
Dia tampak terkejut, menatap wajahku lama dan itu membuatku salah tingkah.
"Silahkan, dok." ujarnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahku Apa?
ActionJika jodoh sudah tiba, mau tidak mau kamu harus terima, bukan? Lantas, bagaimana jika dia bukan jodoh sebenarnya? Aini, seorang anak yatim piatu yang jago bela diri dan menjadi Bos salah satu Geng Motor yang paling di takuti di kotanya. Namun, dia m...